Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nenek Buta Huruf yang Jadi Korban Penipuan, Ketakutan Setiap Orang Bersepatu Datang

Kompas.com - 13/02/2020, 18:18 WIB
Ari Widodo,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

 

Empat hari kemudian, Mbah Tun didatangi tiga orang yakni M dan dua orang mengaku staf notaris.

Tanpa memberi penjelasan apapun Mbah Tun dan suaminya disuruh membubuhkan cap jempol di dokumen yang mereka bawa.

Suwardi, suami Sumiyatun, yang saat itu tengah sakit keras hanya mengikuti arahan dari tiga orang tersebut.

Mereka berpikir mungkin cap jempol itu sebagai salah satu proses pemberian bantuan pakan ternak.

Setelah kejadian tersebut, keluarga Mbah Tun pun sabar menunggu bantuan pakan ternak.

Tak dinyana, bukan uluran dana atau pakan ternak yang datang tetapi malah muncul sepucuk surat lelang sawah pusaka turun temurun milik Mbah Tun.

Intinya sawah tersebut sudah berpindah tangan tak lagi menjadi hak milik Sumiyatun. Peristiwa pada 2010 tersebut serasa petir yang menyambar di siang bolong.

Baca juga: Polisi Ungkap Kasus Napi Kendalikan Penipuan Sewa Apartemen

Semenjak itu hidup Mbah Tun tak lagi tenang. Ia dan keluarganya bertekad untuk mempertahankan hak mereka.

Atas usul dari saudara dan tetangga, Mbah Sumiyatun pun mencari keadilan. Ia didampingi tim pengacara menuntut keadilan mulai dari Pengadilan Negeri Demak hingga Mahkamah Agung.

Kasus sengketa sawah ini mencuat kembali ketika pihak pemenang lelang melayangkan permohonan sita terhadap objek sawah kepada Pengadilan Negeri Demak pada 31 Desember 2019.

Pemenang lelang merasa sawah tersebut menjadi haknya karena sudah menyelesaikan kewajibannya berkaitan dengan prosedur pelelangan.

Mbah Sumiyatun tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk mempertahankan haknya sampai titik darah penghabisan.

"Kula teng pengadilan pun ping pinten pinten, Mbah Kakunge gerah kula tinggal teng griya. Mangkat esuk umun umun wangsul sampun sirup. Ngaten terus dugi Mbah Kakunge seda. (Saya sering datang ke pengadilan menghadiri persidangan. Mbah Kakung (suaminya)sakit parah terpaksa saya tinggalkan di rumah. Seperti itu terus hingga suami meninggal)," ungkap Mbah Tun lirih.

Ia hanya menyesali dirinya dan suami yang tak bisa membaca sehingga menjadi korban keserakahan tetangga.

"Misale sawah niku dipek tiyang, kula maeme pripun? Namung niku garapane kula. Kula ajeng tilem teng galengan upami sawahe ajeng disita. (Seandainya sawah tersebut disita, bagaimana saya mencari makan? Hanya itu satu satunya lahan garapan saya. Saya akan tidur di pematang sawah tersebut jika jadi disita)," ujar Mbah Tun.

Isnaini Salim (38) tokoh masyarakat Desa Balerejo, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, Jateng yang mendampingi saat Kompas.com menyambangi kediaman Mbah Sumiyatun mengiyakan apa yang dialami oleh tetangganya tersebut.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com