Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nenek Buta Huruf yang Jadi Korban Penipuan, Ketakutan Setiap Orang Bersepatu Datang

Kompas.com - 13/02/2020, 18:18 WIB
Ari Widodo,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

DEMAK,KOMPAS.com - Memasuki rumah kusam berdinding kayu di Dukuh Balong Kendal, Desa Balerejo ,Kecamatan Dempet ,Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menimbulkan kesan kurang nyaman.

Tuan rumah bernama Sumiyatun (68) menerima kedatangan kami dengan tubuh menggigil. Pandangannya nanar ketakutan.

Tak lama, muncul anak dan menantu nenek bertubuh kurus itu. Badan Sumiyatun yang akrab disapa Mbah Tun ini pun mulai tenang, gemetar pun berkurang.

Baca juga: Nama dan Foto Briptu Arie Fitri, Polwan di Solo Dicatut untuk Penipuan Online

Endang, menantu Mbah Tun, menjelaskan mertuanya memang trauma setelah ada penipuan yang menimpa keluarga.

"Ceritane niku sawahe Mbahe ajeng disita, padahal boten nate sade utawi sertifikat diagem utang, lha ngerti ngerti kok angsal surat sawahe Mbahe ajeng dilelang. (Ceritanya, sawah milik Mbah Tun mau disita, padahal tidak pernah dijual atau terlibat hutang, lha tahu tahu kok dapat surat kalau sawahnya mau dilelang)," tutur Endang, kepada Kompas.com. Kamis,(13/2/2020) siang.

Berita tentang kasus penipuan terhadap nenek buta huruf dengan objek sawah hak milik Sumiyatun memang akhir - akhir ini kembali mencuat setelah konferensi pers yang dilakukan oleh tim pengacara Mbah Sumiyatun. 

Mereka jengah dengan upaya peradilan yang dinilai absurd.

Baca juga: Seorang Tersangka Penipuan Putri Arab Saudi Masuk DPO Polisi

Kasus penipuan yang menimpa janda tua ini berawal dari oknum petugas kesehatan berinisial M yang membuka klinik kesehatan di daerahnya.

Oleh si oknum, Mbah Tun ditawari mendapat bantuan ternak.

Disaksikan oleh anak dan menantunya, M meminjam sertifikat sawah hak milik Sumiyatun seluas 8250 meter persegi dengan janji akan segera dikembalikan.

 

Empat hari kemudian, Mbah Tun didatangi tiga orang yakni M dan dua orang mengaku staf notaris.

Tanpa memberi penjelasan apapun Mbah Tun dan suaminya disuruh membubuhkan cap jempol di dokumen yang mereka bawa.

Suwardi, suami Sumiyatun, yang saat itu tengah sakit keras hanya mengikuti arahan dari tiga orang tersebut.

Mereka berpikir mungkin cap jempol itu sebagai salah satu proses pemberian bantuan pakan ternak.

Setelah kejadian tersebut, keluarga Mbah Tun pun sabar menunggu bantuan pakan ternak.

Tak dinyana, bukan uluran dana atau pakan ternak yang datang tetapi malah muncul sepucuk surat lelang sawah pusaka turun temurun milik Mbah Tun.

Intinya sawah tersebut sudah berpindah tangan tak lagi menjadi hak milik Sumiyatun. Peristiwa pada 2010 tersebut serasa petir yang menyambar di siang bolong.

Baca juga: Polisi Ungkap Kasus Napi Kendalikan Penipuan Sewa Apartemen

Semenjak itu hidup Mbah Tun tak lagi tenang. Ia dan keluarganya bertekad untuk mempertahankan hak mereka.

Atas usul dari saudara dan tetangga, Mbah Sumiyatun pun mencari keadilan. Ia didampingi tim pengacara menuntut keadilan mulai dari Pengadilan Negeri Demak hingga Mahkamah Agung.

Kasus sengketa sawah ini mencuat kembali ketika pihak pemenang lelang melayangkan permohonan sita terhadap objek sawah kepada Pengadilan Negeri Demak pada 31 Desember 2019.

Pemenang lelang merasa sawah tersebut menjadi haknya karena sudah menyelesaikan kewajibannya berkaitan dengan prosedur pelelangan.

Mbah Sumiyatun tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk mempertahankan haknya sampai titik darah penghabisan.

"Kula teng pengadilan pun ping pinten pinten, Mbah Kakunge gerah kula tinggal teng griya. Mangkat esuk umun umun wangsul sampun sirup. Ngaten terus dugi Mbah Kakunge seda. (Saya sering datang ke pengadilan menghadiri persidangan. Mbah Kakung (suaminya)sakit parah terpaksa saya tinggalkan di rumah. Seperti itu terus hingga suami meninggal)," ungkap Mbah Tun lirih.

Ia hanya menyesali dirinya dan suami yang tak bisa membaca sehingga menjadi korban keserakahan tetangga.

"Misale sawah niku dipek tiyang, kula maeme pripun? Namung niku garapane kula. Kula ajeng tilem teng galengan upami sawahe ajeng disita. (Seandainya sawah tersebut disita, bagaimana saya mencari makan? Hanya itu satu satunya lahan garapan saya. Saya akan tidur di pematang sawah tersebut jika jadi disita)," ujar Mbah Tun.

Isnaini Salim (38) tokoh masyarakat Desa Balerejo, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, Jateng yang mendampingi saat Kompas.com menyambangi kediaman Mbah Sumiyatun mengiyakan apa yang dialami oleh tetangganya tersebut.

 

Kini Mbah Tun hidup dalam trauma terutama ketika ada tamu bersepatu.

Setiap kali di rumah sendiri dan ada orang bersepatu, nenek itu langsung lari ketakutan dan bersembunyi di balik lemari atau di kolong tempat tidur.

"Kalau ada yang mendampingi begini baru mau menemui tamu, lebih lebih kalau tamunya orang asing bersepatu dan bermobil," tutur Isnaini.

Isnaini juga mengakui mengenal M , oknum petugas kesehatan yang menipu Sumiyatun.

Menurutnya, masyarakat sekitar memang banyak yang menjadi korban penipuan M. Hanya saja bentuknya berupa uang dan tidak ada yang sedalam kasus Sumiyatun ini.

Berdasarkan penelusuran juga, kasus ini sudah pernah dilaporkan ke polisi dengan nomor LP/424/XII/2010/ Jateng Res Demak, tertanggal 24 Desember 2010.

Disusul Surat Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polres Demak tertanggal 8 Maret 2011.

Baca juga: Kasus Penipuan Bermodus Syuting Iklan di Bekasi, Anlene Pastikan Tak Pernah Adakan Kegiatan Serupa

Data data dari tim kuasa hukum Sumiyatun juga mencantumkan berbagai perkembangan hasil upaya peradilan bagi kasus yang menimpa Sumiyatun.

Menurut Sukarman, salah satu pengacara yang mengawal kasus Mbah Sumiyatun, di tingkat Mahkamah Agung pun gugatan dimenangkan oleh Sumiyatun.

Maka ketika kasus kembali muncul dan kepemilikan Mbah Sumiyatun atas sawah tersebut dinilai terancam.

Kaitannya dengan terduga penipuan atas nama M, pihak Mbah Sumiyatun melalui kuasa hukumnya menaruh harapan besar kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa tersebut meski peristiwa sudah lama berlalu.

"Laporannya kan sudah lama sampai ke Polres Demak, jadi mohon segera ditangani, " kata Sukarman yang akrab disapa Karman Sastro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com