UNGARAN, KOMPAS.com - Paguyuban Kepala Desa Hamong Projo Kabupaten Semarang menyatakan menolak rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kenaikan sebesar 130-200 persen tersebut dirasa memberatkan masyarakat.
Plt. Ketua Hamong Projo Rokhmad mengatakan, rencana kenaikan tersebut harus dikaji ulang. Apalagi, tidak ada sosialisasi kepada warga terkait kenaikan PBB.
"Harus ada kajian yang jelas. Dalam Perda itu hanya menyatakan setiap tiga tahun ada penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), penetapan itu asumsinya bisa tetap, bisa naik, bisa turun. Tapi kajiannya harus jelas," kata Rokhmad di Balai Desa Sraten, Senin (3/2/2020).
Baca juga: PBB Naik Dua Kali Lipat di Sejumlah Wilayah, Anies Tinjau Ulang Kebijakannya
Dia menilai, kenaikan tersebut bertentangan dengan kondisi masyarakat karena saat ini perekonomian sedang tidak baik.
"Dasar perhitungan itu apa, juga tidak jelas. Ini jadi pertanyaan dan menyebabkan benturan antara warga dengan perangkat desa yang bertugas memungut pajak. Kita hanya memungut tanpa memberi penjelasan, tentu akan banyak yang protes," jelasnya.
Menurut Rokhmad, zonasi mengenai pajak tersebut juga harus diperjelas.
"Jangan persawahan disamakan dengan pabrik atau perumahan, ini tidak adil," paparnya.
Jika pemerintah berpihak kepada rakyat, lanjutnya, tanah persawahan harus dibebaskan dari pajak.
Baca juga: Bayar Pajak Bumi dan Bangunan di Semarang Sekarang Bisa Pakai Go-Pay
Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bondan Marutohening mengatakan, sebelum menaikkan NJOP harus menarik piutang pajak dan PBB yang ada terlebih dahulu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.