Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Problem Jalur Parung Panjang yang Tak Kunjung Selesai: Truk Parkir di Bahu Jalan, Kemacetan hingga Paparan Debu

Kompas.com - 22/01/2020, 18:49 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Namun, truk tambang yang menunggu jam operasional dibuka kerap kali nekat melanggar dengan cara memilih lebih awal keluar dari kantong-kantong parkir.

"Nah, yang di Parungpanjang ini sebenarnya enggak ada jam operasional tapi menunggu jam operasional di Tangerang, kan perbatasan itu di jembatan malang tengah ke sana sudah Legok," ujar Yana.

"Jadi terkait kemacetan itu, jam 10 di Tangerang itu baru dibuka, nah sekarang itu ada beberapa sopir yang nekat melintas sebelum jamnya dibuka dan berhenti di pinggir jalan (antre)," sambung dia.

Dilema sopir truk

Sementara itu, seorang sopir truk, Mustofa (22), mengaku tidak bisa berbuat banyak atas kemacetan yang terjadi di sepanjang Jalan Sudamanik hingga Jalan Moch Toha.

Ia mengatakan, hanya berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bekerja dengan memacu truk tambangnya.

Meskipun warga marah pada dirinya, namun ia menolak untuk disalahkan.

"Iya kan jam segitu sudah dikeluarkan dari kantong parkir karena berangkatnya jam 10 malam. Kantong parkir itu ada yang punya lahannya kita juga bayar. Terus gaji kita yang enggak nentu sebulannya berapa, sebulan paling dapat Rp 1 juta, kadang juga enggak," ujarnya.

Menurutnya, kemacetan juga terjadi karena tidak adanya kesiapan dan kesepakatan antar Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang terkait aturan jam operasional truk angkutan tambang yang juga banyak merugikan sopir.

"Kita ngandelin gaji bulanannya doang itu kotor belum yang lain kadang-kadang kasbon ke warung karena dari pagi sampai malam kita habisin waktu di sini," ungkapnya.

Selain itu kata dia, aturan jam operasional yang selama ini diterapkan tak menjadi solusi, bahkan cenderung merugikan para sopir yang sedang mencari nafkah.

Tak jarang para sopir sering menunggu perbatasan dibuka dengan menghabiskan waktu dengan sia-sia.

Seperti sopir truk lainnya, Fikri (21), juga mengakui bahwa dirinya sering menghabiskan waktu dengan mengecat bagian mobil, memeriksa ban dan melakukan perbaikan kecil-kecil pada mobil truk sebelum waktu keberangkatan tiba.

"Jalurnya ke Jabodetabek, jalannya kena di jalur sini karena cuman di sini lewatnya, Parung Panjang. Mau enggak mau habisin waktu seharian ngecat bodi truk sama bersih-bersih, dan penghasilan kita juga jelas berkurang," ujar pemuda asal Bogor itu.

Secara terpisah, Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) Junaedi Adi Putra berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor bisa menebalkan kembali asa warga sekitar yang selama ini masih merasakan kemacetan, suara bising, paparan debu hingga kecelakaan lalu lintas.

Warga Bogor hanya berharap dan meminta solusi jangka pendek berupa Perbup/SK Bupati di empat kecamatan, yakni Rumpin, Gunung Sindur, Parung Panjang dan Ciseeng.

"Kalau Bogor sama Tangerang ini beda soal, karena tidak punya payung hukum. Kalau di Tangerang ada Perbupnya, tapi di Bogor dia enggak ada aturan sehingga meresahkan masyarakat. Artinya kan pengawasan di bawah juga kurang ketat dan perlu adanya Perbup juga," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com