Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangunan Megah Banyak Masalah, Begini Duduk Perkara Polemik Stadion GBLA

Kompas.com - 10/01/2020, 06:04 WIB
Dendi Ramdhani,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Proyek ambisius itu kini tak terurus. Berdiri di area lahan seluas 16,9 hektare, Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) itu tampak megah namun menyimpan segudang masalah.

Menoleh ke belakang, stadion berlokasi di Desa Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, itu mulai dibangun pada Oktober 2009 dan rampung pada 9 Mei 2013.

Dana yang digelontorkan mencapai Rp 545 miliar dengan kolaborasi pendanaan melalui APBD Kota Bandung dan Bantuan Keuangan Provinsi Jabar. Kontraktor utama proyek itu adalah PT Adhikrya.

Stadion yang diklaim memenuhi standar internasional ini menggunakan rumput yang jenis Zoysia Matrella (Linn) Merr, kualitas rumput nomor wahid standar FIFA.

Stadion ini juga ditunjang lintasan atletik, kantor, sirkulasi, tribun atap, e-board, dan scoring board.

Baca juga: Gara-gara Polemik Stadion GBLA, Persib Bandung Ingin Berkandang di SJH, tapi...

 

Sementara kursi menggunakan merek Ferco yang diklaim tahan api. Dengan konsep tempat duduk, stadion itu bisa menampung 38.000 penonton.

Jentik persoalan sudah muncul ketika stadion yang rencananya ditargetkan rampung pada tahun 2012 molor dan baru bisa diresmikan pada Mei 2013. Penyebabnya, banyak pengerjaan yang meleset dari target.

Sejatinya, stadion ini direncanakan sebagai markas klub Persib Bandung. Alih-alih menjadi kandang "Maung Bandung", persoalan baru malah muncul tak terbendung.

Kasus korupsi menyeruak atas temuan dari Bareskrim Mabes Polri yang mengendus adanya pelanggaran seperti penggelembungan nilai proyek, spesifikasi yang tidak sesuai, dan penyalahgunaan wewenang.

Alhasil, stadion megah itu mulai tampak retak di berbagai sisi di usia yang seumur jagung.

Atas temuan itu, mantan Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung, Yayat Ahmad Sudrajat, divonis hukuman lima tahun enam bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider kurungan empat bulan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor PN Kelas 1A Khusus Bandung, Kota Bandung, Senin (22/1/2018) silam.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada potensi kerugian hingga Rp 103 miliar dari total nilai proyek APBD 2013-2015 senilai Rp 545,5 miliar.

Dengan beragam persoalan tersebut, Persib pun lebih banyak mengarungi kompetisi di Stadion Si Jalak Harupat Kabupaten Bandung.

Ada pun kesempatan Persib berkandang di GBLA tercoreng dengan insiden meninggalnya suporter saat Persib menjamu Persija Jakarta 28 September 2018.

Suporter tim tamu Haringga Sirla meregang nyawa setelah dikeroyok oknum suporter tuan rumah. Momen itu pun menjadi kali terakhir Persib bermain di GBLA.

Terganjal serah terima aset

Meski sudah dikelola oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bandung, Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), ternyata belum 100 persen menjadi aset Pemerintah Kota Bandung.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana seusai mengunjungi Stadion GBLA di Gedebage, Rabu (17/7/2019) silam.

Menurut dia, tahap dua penyerahan Stadion GBLA dari PT Adhi Karya selaku kontraktor pembangun belum dilakukan.

“Termin kedua ini berdasarkan temuan dari BPK ada wanprestasi senilai Rp 4,7 miliar,” kata Yana.

Lebih lanjut Yana menjelaskan, bagian stadion GBLA yang sudah menjadi aset Pemkot Bandung adalah tribun bawah hingga lapangan yang masuk tahap pertama dan area parkir serta jalan yang terhitung sebagai tahap ketiga.

Baca juga: Polemik Stadion GBLA dan Nasib Persib, Ridwan Kamil Siap Bantu Jika Diminta

Yana mengakui hingga saat ini belum ada titik temu dari kedua belah pihak. Menurut dia, PT Adhi Karya mengklaim telah tuntas mengerjakan proyek pembangunan Stadion GBLA yang nilainya mencapai Rp 545 miliar.

“GBLA ini dibangun tiga tahap. Tahap pertama sudah serah terima dari Adhi Karya ke pemerintah kota. Tahap kedua belum. Tahap ketiga sudah serah terima dari Adhi Karya ke pemkot,” ungkapnya.

Pangeran Biru terancam jadi musafir

Polemik serah terima aset pun berdampak negatif bagi Persib. Sang Pangeran Biru terancam jadi musafir pada Liga 1 2020 setelah Stadion Si Jalak Harupat yang selalu jadi tempat pelarian tengah disodorkan menjadi venue Piala Dunia U-20. Jika terpilih, stadion milik Pemda Kabupaten Bandung itu harus direnovasi.

Direktur PT Persib Bandung Bermartabat Teddy Tjahyono masih menggantungkan harapan bisa mengunakan Stadion GBLA. Akan tetapi, kecil kemungkinan bagi Persib untuk bisa berkandang di Stadion GBLA.

Pasalnya, pengelolaan stadion berkapasitas 38.000 kursi itu masih menjadi polemik antara Pemerintah Kota Bandung dengan PT Adhi Karya selaku kontraktor.

"Kalau kami tentu ingin pakai Stadion GBLA sebagai kandang kami musim depan. Ya kita lihat saja nanti," ujar Teddy di Graha Persib, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Selasa (7/1/2020).

Teddy juga belum bisa mengambil sikap jika Stadion SJH ditunjuk sebagai venue Piala Dunia U-20.

"Ya, kita lihat saja nanti seperti apa. Sampai sekarang kan kami juga belum tahu kapan Stadion Si Jalak Harupat itu akan direnovasi," kata Teddy.

Pemkab Bandung tunggu instruksi pusat

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bandung Marlan Nirsyamsu mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu keputusan pemerintah pusat soal penetapan venue Piala Dunia U-20. Ia menyebut, dari 10 stadion yang ada, hanya enam yang akan digunakan.

"Untuk penetapan kan kemarin baru 10 venue, enam stadion yang digunakan. Nah kita belum dapat keputusannya mana saja yang akan dipakai," ujar Marlan.

Jika melihat kesiapan sarana dan prasarana, Marlan optimistis SJH jadi salah satu venue terpilih merujuk kondisi rumput yang sudah berstandar internasional serta ditunjang fasilitas jalan tol.

"Kalau melihat kondisi lapang rumput dan pengalaman penyelenggaraan event internasional kita sudah punya lah. Mudah-mudahan bisa ditunjuk jadi salah satu venue dari enam itu," ungkapnya.

Baca juga: Anggota DPR Anggap Sudah Saatnya Stadion GBLA Dikelola Persib Bandung

Adapun masalah keinginan Persib menggunakan SJH, Marlan enggan memberi jaminan. Sebab, penetapan venue Piala Dunia U-20 menjadi keputusan pemerintah pusat.

Keinginan Persib kembali berkandang di SJH serta event Piala Dunia U-20 sama-sama memiliki dampak positif bagi masyarakat Kabupaten Bandung.

Kehadiran Persib, kata Marlan, sangat berpengaruh pada peningkatan ekonomi kecil. Namun, menjadi saksi sejarah perhelatan Piala Dunia U-20 juga tak bisa dilewatkan begitu saja.

"Kemunginan itu masih bisa, tapi kalau nanti ada kebutuhan dari pusat ya lain cerita. Tapi kita belum tentu ditunjuk tapi mudah-mudahan jadi tuan rumah dengan fasilitas dan pengalaman di SJH," ungkapnya.

Ia menambahkan, pihaknya juga membuka peluang jika manajemen Persib ingin mengelola SJH.

Kerja sama itu setidaknya bisa membuat tim berjuluk Maung Bandung itu tak kelimpungan mencari kandang.

Apalagi niatan Persib mengelola GBLA terganjal ragam persoalan yang tak kunjung selesai antara Pemkot Bandung dan kontraktor.

Ridwan Kamil siap turun tangan

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil siap turun tangan untuk mengurai benang kusut pengelolaan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).

Namun, karena keterbatasan kewenangan ia baru akan bertindak jika diminta langsung oleh Pemkot Bandung.

Hal itu dikatakan Emil menyikapi kondisi klub Persib Bandung yang terancam tak berkandang di Bandung pada Liga 1 2020 mendatang.

Baca juga: Meski Masih Bermasalah, Stadion GBLA Diusulkan Masuk Daftar Venue Piala Dunia U-20

 

Setelah GBLA berpolemik, tim berjuluk Maung Bandung juga diprediksi tak bisa menggunakan Stadion Si Jalak Harupat karena kemungkinan besar ditunjuk menjadi venue Piala Dunia U-20.

"Jadi khususnya GBLA kan wewenangnya ada di Pemkot, kalau saya diminta dengan senang hati saya carikan upaya. Tapi kelihatannya Pak Yana khususnya masih mencoba mengupayakan dengan cara beliau sendiri kira-kira begitu," ungkap Emil, sapaan akrabnya di Gedung Pakuan, Jalan Otista, Kota Bandung, Kamis (9/1/2020).

Jika upayanya terbatas kekhawatiran yang berpotensi bersinggungan dengan hukum, sambung Emil, ia menyarankan agar Pemkot Bandung meminta surat dari Bareskrim Mabes Polri agar aset itu bisa tetap digunakan tanpa menghambat proses penyelidikan.

Hal serupa juga pernah dilakukan saat GBLA digunakan sebagai venue pembukaan PON Jabar tahun 2016.

"Kalau saya sebenanrnya sederhana kalau alasan masih ada perkara yang dikhawatirkan jika ada sebuah keputusan tiba-tiba berisiko, lakukan seperti PON. Yaitu ada surat atau sebuah pernyataan dari Bareskrim bahwa kasus jalan terus tapi aset negara bisa dikelola, hanya itu saja. Kalau keluar pernyataan itu selesai," ungkap Emil.

Dengan begitu, lanjut Emil, segala aktivitas pengelolaan bisa tetap dilakukan agar Stadion GBLA tak terbengkalai.

"Jadi aset negaranya tidak terbengkalai, bisa dilaksanakan kegiatan pelelangan apa pun. Urusan hukum gak terganggu karena novum hukum sudah dikumpulkan, tidak perlu ada kunjungan. Ini gak bisa "dinanggungkan" seperti itu. Mudah-mudahan kalau pemkot mau, saya follow up," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com