Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Matinya 12 Penyu di Bengkulu, Apa yang Terjadi?

Kompas.com - 09/12/2019, 10:24 WIB
Firmansyah,
Khairina

Tim Redaksi

 

BENGKULU, KOMPAS.com - Dalam dua bulan terakhir masyarakat Bengkulu dihebohkan dengan temuan 12 ekor penyu mati nyaris dengan waktu berdekatan di Pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu.

Tak ditemukan luka pada tubuh biota laut dilindungi itu. Kematian secara beruntun menuai segudang pertanyaan.

Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bengkulu menurunkan tim meneliti penyebab kematian, namun hasil laboratorium memakan waktu dua pekan ke depan.

Baca juga: 10 Penyu Mati Misterius, PT Tenaga Listrik Bengkulu: Air Limbah PLTU Tak Mematikan

Berbagai asumsi masyarakat bermunculan, terlebih tidak saja penyu, ditemukan juga ratusan ikan dan cumi mendadak ikut mati.

Secara kebetulan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara sedang menjalankan uji coba operasi. Jaraknya berkisar ratusan meter dari tempat matinya penyu-penyu itu.

Tuduhan publik mengarah pada PLTU yang dibangun PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) sebagai pemilik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Teluk Sepang bekerja sama dengan BUMN China.

TLB cepat melakukan klarifikasi, mereka memastikan seluruh kegiatan yang berlangsung di PLTU Bengkulu tidak mengganggu lingkungan di Pantai Teluk Sepang dan sekitarnya.

Direktur PT TLB Willy Cahya Sundara dalam rilisnya pada sejumlah media menyatakan bahwa perusahaan telah mematuhi standar-standar pelestarian lingkungan di wilayah Teluk Sepang Bengkulu.

“Kami memiliki Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan pengolahan limbah udara yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku. Selain itu kami telah memiliki izin lingkungan dari pemerintah,” ujarnya dalam rilisnya pada sejumlah media massa.

PT TLB memiliki lima instalasi IPAL. Pertama adalah wastewater treatment plant yang berfungsi mengolah air limbah dari boiler.

Kedua adalah coal water treatment station yang berfungsi untuk mengolah air lindi di lokasi stockpile batubara.

Ketiga adalah ash water treatment station yang berfungsi mengolah air limpasan dari lokasi penumpukan abu batubara.

Keempat adalah sewage treatment plant yang berfungsi mengolah limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik.

Kelima adalah oily water treatment plant yang berfungsi untuk mengolah air yang tercampur dengan minyak selama proses produksi.

Air limbah yang telah diolah dibuang menurut ketentuan yang berlaku. Sementara, untuk pengolahan limbah udara, PT TLB menggunakan alat penangkap debu/abu electrostatic precipitator (ESP) untuk menangkap debu maupun abu hasil pembakaran.

Debu atau abu yang berhasil ditangkap akan dibuang ke udara dengan memenuhi peraturan yang berlaku.

“Kami menyadari bahwa perusahaan harus memberikan perhatian penting pada lingkungan. Selain aspek tersebut diatur oleh pemerintah, menjaga kelestarian lingkungan akan membantu perusahaan agar dapat sustain ke depannya,” tulisnya.

Baca juga: Penyu Mati Kembali Ditemukan Dekat PLTU Bengkulu, Pemerintah Diminta Usut Serius

Sementara itu, HSE Enginer PT TLB Bengkulu Zulhelmi Burhan mengatakan bahwa pihaknya setiap hari melakukan pengawasan dan membuat laporan izin lingkungan.

Dia juga menambahkan bahwa adanya isu dugaan adanya limbah dari PLTU dapat dipertanyakan. Sebab, saat ini operasional PLTU belum dilakukan dan baru akan dimulai pada tahun 2020 mendatang.

Menurut Zulhelmi, pihaknya secara rutin melakukan pengecekan terhadap limbah yang dikeluarkan.

Saat ini, di sekitar area pembuangan banyak terdapat ikan-ikan kecil yang dalam keadaan hidup.

Zulhelmi mengatakan, sebelumnya, pihaknya juga telah mengajak Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Bengkulu untuk melakukan pengecekan hasil limbah.

"Hasil yang didapatkan bahwa hasil limbah PLTU masih memenuhi baku mutu air yang ditentukan. Jadi jika ditanyakan terkait pemberitaan apa penyebab kematian penyu yang berkembang kemarin, kami terus terang tidak tahu dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak BKSDA untuk mengecekanya di lab,” ujar Zulhelmi.

Hal ini senada dengan keterangan Kabid Pengolahan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu Zainubi dalam konferensi pers-nya tanggal 21 November 2019 yang menyatakan bahwa tidak ditemukan pencemaran limbah dari PLTU Bengkulu.

“Hasil uji tidak melebihi baku mutu sebagaimana dalam ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.

Hasil uji sampling menyebutkan bahwa tidak ada indikasi pencemaran limbah dari PLTU Bengkulu mengingat derajat keasaman (PH) air berada di angka 8,32 dan salinitas masih dalam angka wajar yaitu 7,4.

Lembaga Lingkungan Hidup Kanopi Bengkulu mengeluarkan pernyataan atas dokumen Adendum Andal dan RKL-RPL PLTU batu bara Teluk Sepang 2 x 100 Megawatt, tidak ditemukan penjelasan tentang biota laut yaitu penyu pada rona lingkungan hidup.

Dalam Dok. Adendum Andal bab II hal 32-36, yang dibahas hanya plankton, nekton (ikan dan udang) dan terumbu karang.

"Ini artinya, Andal proyek ini diduga telah gagal mengidentifikasi entitas ekologis penting seperti penyu yang merupakan salah satu fauna yang dilindungi," kata juru Kampanye Energi Bersih Kanopi Bengkulu Olan Sahayu.

Baca juga: Lima Penyu Mati Serentak di Sekitar PLTU Bengkulu, Ini Dugaan Akademisi

Kanopi mendesak pemerintah memerintahkan pertama, penghentian seluruh aktivitas PLTU batu bara Teluk Sepang yang dilaksanakan oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu hingga penyebab kematian biota laut di perairan Pantai Teluk Sepang diketahui secara pasti.

Kedua, membentuk tim independen terdiri dari pemerintah, akademisi, dan warga dan kelompok masyarakat sipil untuk mengungkap penyebab kematian biota laut di sekitar PLTU batu bara Teluk Sepang.

Perdebatan terus berlanjut bahkan mengarah pada pro dan kontra pembangunan PLTU. Belum didapatkan jawaban yang dapat dipertanggungjaabkan secara ilmiah, namun kematian biota laut terus terjadi.

Tanggapan akademisi

Dosen Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu Dwi Purnama, saat dimintai tanggapan menyebutkan, untuk biota laut, baku mutu suhu 28 derajat celcius hingga 30 derajat celcius.

"Pengukuran suhu di perairan pantai Bengkulu kisaran 27 derajat hingga 31 derajat secara alami kenaikan 1 derajat saja sudah tinggi tetapi saya tidak punya kapasitas untuk memastikan bahwa penyebab kematian penyu di Teluk Sepang akibat buangan air bahang tanpa saya melakukan penelitian lebih lanjut," ungkap dia dalam pesan singkat pada Kompas.com.

Tetapi ia katakan memang menjadi pertanyaan ketika ditemukan banyak yang mati dalam waktu berdekatan.

"Kami tidak punya data-data sebelumnya terkait kematian penyu," ujarnya.

Ia melanjutkan, semua biota, tidak hanya penyu ], mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya serta daya toleransi yang berbeda untuk suhu maksimum dan minimum.

Ketika terjadi kenaikan suhu secara drastis, yang tejadi pertama adalah gangguan secara fisiologi, apabila biota tidak bisa menyesuaikan diri maka bisa saja menyebabkan kematian.

"Tentu kenaikan suhu akan berdampak negatif bagi ekosistem perairan pantai yang merupakan daerah memijah, asuhan dan mencari makan bagi berbagai biota termasuk penyu jadi dampaknya bisa multi, dan ada ketidaksesuaian antara baku mutu air buangan bahang dengan baku mutu untuk kehidupan biota, kalo sudah begini yaa ekosistem beserta isinya yang menjadi korban," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com