Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Kontemporer "Perempuan Ibu Bumi", Upaya Protes Perusakan Lingkungan akibat Tambang Emas Ilegal di Lombok

Kompas.com - 18/11/2019, 12:43 WIB
Fitri Rachmawati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Yeyen mengatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekannya di Sanggar Sang Dewi tengah menggarap pertunjukan tunggal dengan tema utama "Mother Earth" pada Juni 2020.

Gerakan tari dan kostum sesuai adat Lombok

Yeyen juga mengatakan bahwa dalam menggarap tarian di Pulau Lombok yang dikenal dengan Pulau Seribu Masjid ini, dirinya sangat hati-hati karena setiap gerakan harus disesuaikan dengan adat kebiasaan masyarakat di Lombok.

"Kadang ketika ingin membuat gerakan, apalagi tari kontemporer, harus menyesuaikan dengan adat budaya di Lombok. Takutnya ada gerakan yang tidak diterima budayawan di Lombok," katanya.

Lalu Dedy menawarkan tarian yang sangat kental dengan kegelisahan perempuan di Lombok, tarian dengan judul "Ayu Mandre Gune". Bagi Dedy, ayu artinya cantik, mandre guna artinya tangguh, tangkas, mampu, atau piawai dalam segala hal.

Biasanya gadis sasakbatau dedare akan dilatih, ditempa, dan dibekali dengan pesan-pesan moral oleh orang tua mereka hiangga menjadi perempuan sasak yang mandre gune (tangkas).

Tarian ini ditarikan oleh dua orang penari, dibawakan dengan sederhana dengan gending sasak yang khas.

Roah kebian adalah tarian yang menggambarkan prosesi syukuran atau pesta masyarakat Lombok yang unik dan syarat kebersamaan. Kostum penarinya menggunakan lambung, pakaian khas Sasak yang cukup mengesankan.

Garet bebek karya Yeyen juga menguatkan jenis tari tradisi dalam warna kontemporer. Kostum pengaret bebek yang berwarna seolah membawa imajinasi penonton pada kesibukan menggembala unggas itu.

Kembali Yeyen menekankan bahwa dirinya ingin karya-karya yang diciptakannya tidak menimbulkan kontroversi.

"Kalau budayawan lokal sudah menerima, itu kan melegakan ya, saya benar benar mempelajari budaya di Lombok ini," kata Yeyen yang memang merupakan pendatang dari Solo, Jawa Tengah, hingga memilih mengeksplorasi kemampuannya sebagai koreografer tari di Lombok.

Tari dan kritik sosial tambang emas ilegal

Di akhir Pertunjukan penonton dikejutkan dengan kemunculan sosok perempuan, dengan tubuh berisi, membawa alat dulang emas dari kayu, awalnya mengeluarkan teraikan kecil seperti memanggil.

Perempuan itu terus bergrak menuju pangung dan mendapati para penambang tengan bekerja. Musik yang digarap Mantra Adana adalah pilihan Ari Devayoni dalam menggap tari berjudul 'Perempuan Ibu Bumi'.

Lima orang penari begitu mahir memaikan prises mendulang emas, sayangnya proses dulang emas yang dilakukan dalam tarian ini tidak sama dengan proses mebdapatkan bongkahan emas di tambang rakyat Sekotong, Lombok Barat,  latar belakang terwujudnya karya Devayoni.

Dia mengungkapkan bahwa proses kreatifnya berawal dari jalan jalan melintasi kawasan wisata Lombok, mulai dari  Mandalika Kuta, Selong Belanak hingga ke Sekotong, Lombok Barat.

"Ketika itu saya menelusuri Lombok dengan seorang kawan, sepanjang jalan kawan saya terus menggerutu melihat tambang emas rakyat di sepanjang perjalanan, hingga akhirnya kami melakukan riset sederhana soal bahaya tambang emas rakyat dan tambang liar. Cairan kimia untuk mengolah emas sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan perempuan," kata Ari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com