SAMARINDA, KOMPAS.com - Dua perempuan berpakaian coklat sibuk memeriksa tumpukan kertas di atas meja kerjanya saat Kompas.com menyambangi ke ruangannya, Selasa (12/11/2019).
Keduanya langsung tersenyum dan mempersilahkan masuk.
Di ruang mini berukuran 4X5 ini adalah ruang guru bagi Herpina (24) dan Berta Bua'dera (56) bekerja.
Berlokasi di SD Filial 004 Samarinda Utara, di Kampung Berambai, Kelurahan Sempaja Utara, Samarinda Utara.
Baca juga: Izin Tambang Batu Bara Mengitari Lokasi Ibu Kota Negara
Kampung kecil itu tepat di batas kota. Bersisian dengan Desa Bangun Rejo (L3), Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).
Menuju sekolah ini perlu waktu sekitar 45 menit dari Samarinda melewati Desa Bangun Rejo (L3) Kukar.
Jalan masuk menuju SD ini melintasi jalan aspal dan semenisasi yang terputus. Dilanjut jalan tanah agregrat batu, menanjak dan menuruni bukit.
Jarak dari Bangun Rejo menuju SD ini kurang lebih 8 kilometer. Jika cuaca hujan jalan becek dan berlumpur.
Baca juga: Protes, Warga Gelar Upacara di Tepi Lubang Bekas Tambang Batu Bara
Saat melintas jalur ini, kiri kanan tampak gundukan bukit akibat dikeruk eksavator. Lalu lintas dump truck mengangkut emas hitam terpantau jelas.
Beberapa unit eksavator sedang menggaruk, sebagian lain terparkir ditepi jalan. Sepanjang jalan masuk galian tambang batu bara nyaris mengepung sekolah dan Kampung Berambai.
Saat Kompas.com menyambangi sekolah ini terparkir satu unit eksavator persis di depan sekolah.
Tumpukan batu bara di depan sekolah pun masih membekas. Sisa-sisa batu hitam masih terlihat.
Baca juga: 4 Fakta Baru Gedung SD di Pasuruan Ambruk, Dua Tersangka Tak Memiliki Keahlian di Bidang Kontruksi
Dari depan sekolah tampak kiri kanan lubang tambang bekas galian menganga. Jika tiba waktu angkut batu bara, lalu lalang dump truck melintas di depan SD filial ini.
Aktivitas main murid SD saat istirahat sekolah dilintasi hilir mudik dump truk bukan hal baru.
"Kalau debu tambang kami sudah biasa," kata Bertha.
Tak hanya di depan di sekolah, di belakang gedung sekolah pun ada aktivitas tambang batu bara. Hanya, lokasinya agak jauh dari sekolah.
Baca juga: Lubang Bekas Tambang Telan 35 Korban Jiwa, Warga Desak Jokowi hingga Ada di Calon Ibu Kota Baru
Bertha dan Herpina tak ingin menanggapi lebih jauh soal aktivitas tambang batu bara.
Tak hanya alam sekitar sekolah di garuk alat berat, kondisi sekolah pun mulai retak. Belum jelas penyebabnya. Tapi dugaan kuat tanah bergerak.
Pondasi belakang sekolah retak. Lantai ruang kelas beralaskan ubin retak terkelupas dari dudukannya.
"Tanah di situ turun. Turapnya sudah tidak kuat," Bertha menduga.
Baca juga: Rawan Longsor, Tambang Batu Bara Ilegal di Muara Enim Ditutup
Sekolah ini hanya satu gedung dibagi tiga ruang sekat triplek. Satu ruang guru, dua ruang sisanya untuk belajar mengajar.
Satu ruang di isi tiga kelas sekaligus, Kelas I, II dan III. Satu ruang lagi diisi kelas IV, V dan VI.
Tugas Bertha mengajar kelas I, II dan III dalam satu ruang untuk semua mata pelajaran.
Sedang, Herpina mengajar kelas IV, V dan VI. Tugas ini dijalani hingga bertahun-tahun.
"Kami berdua mengajar semua mata pelajaran, kecuali agama dan Bahasa Inggris. Tidak ada gurunya," tambah Bertha.
Baca juga: Kisah Guru Honor di Flores, 7 Tahun Mengabdi dan Digaji Rp 75.000 Per Bulan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.