Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kisah Salahudin, Penderita Gangguan Jiwa yang Kelola Rumah Sampah di Flores

Kompas.com - 09/09/2019, 13:06 WIB
Nansianus Taris,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MAUMERE, KOMPAS.com- Pagi itu, Sabtu (7/9/2019), setelah menikmati matahari terbit dari Bukit Batu Purba di Pulau Kojadoi, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, NTT, kami menyusuri gang yang membelah perkampungan di pulau mungil itu.

Ditemani seorang warga bernama Ancol, kami diajak menuju ke rumah sampah yang ada di tengah kampung. 

Rumah sampah itu dikelola oleh seorang penderita ODGJ (orang dengan gangguan jiwa).

Awalnya kami cemas dan khawatir. Takutnya terjadi di luar dugaan saat menemui penderita ODGJ.

Baca juga: Kisah Tragis Rozian, Santri yang Tewas Ditusuk Saat Menunggu Ibunya...

 

Lima menit berselang, kami memberanikan diri bertemu sang pengelola rumah sampah itu. 

Kami penasaran, bagaimana bisa seorang yang menderita gangguan jiwa bisa mengurus dan mengelola rumah sampah. 

Kami berhenti tepat di depan sebuah rumah panggung. Rumah tersebut berbeda dengan rumah-rumah yang lain.

Pintu depannya dipenuhi sampah-sampah yang bergelantungan. Sampah-sampah tertata rapi di pagar depan rumah.

Tak lama, pemilik rumah muncul di balik pintu. Ia mengenakan topi, baju kaus berkerah dan celana pendek seperti orang kebanyakan.

Tak ada tanda-tanda bahwa ia seorang dengan gangguan jiwa. 

Senyum semringah Salahudin menyambut kami. Ia kemudian menuruni anak tangga untuk menjumpai kami di jalan. Ia menyalami kami penuh lembut.

“Salahudin, Salahudin, Salahudin saja,” begitu ia memperkenalkan dirinya.

Salahudin mengajak kami masuk ke rumahnya. Dengan penuh cemas, kami mengikutinya. 

Begitu membuka pintu, semua ruangan terisi dengan sampah. Penuh dan sesak. Ada yang bergelantungan di langit-langit rumah. Ada yang menumpuk di lantai, ada juga yang berserakan begitu saja. 

Hanya tersisa lorong untuk bisa berjalan. Tapi ukurannya sangat sempit. Ada sebuah tempat tidur di pojok yang dibaluti kelambu kusam. Mungkin di situlah tempat tidurnya. 

Tiga kucing, satu berwarna hitam dan duanya lagi berwarna belang, bermain asyik di atas tempat tidur. Tampak ketiganya bersih dan asyik dipandang.

Luar biasanya, bau busuk khas sampah tak sedikit pun tercium di dalam rumah tersebut. Hanya udaranya sedikit pengap, mungkin karena sirkulasi udara yang tidak lancar. 

Setelah melihat isi ruangan, kami kembali keluar dan berbincang dengan Salahudin tentang rumah sampahnya ini.

Kami memberinya pertanyaan yang sistematis, tetapi sia-sia. Kami bertanya lain, Salahudin menjawabnya lain. Tidak nyambung memang. 

Jangankan kami pendatang baru, warga sekampungnya pun tidak paham dengan apa yang dibicarakannya.

Ketika Salahudin menggunakan Bahasa Buton, mereka mengerti. Yang rumitnya adalah saat ia mencampurkan bahasa Buton dengan bahasa-bahasa lain yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya.

Saat mengakhiri pembicaraan, ia selalu tertawa terkekeh dengan mengacungkan jari jempolnya. Kendati demikian, beberapa hal yang kami tanyakan, ia jelaskan dengan baik meskipun ringkas.

Satu pertanyaan kami yang dijawab dengan baik yakni saat ia mulai mengumpulkan sampah di pulau mungil itu. 

"Sejak tiga tahun lalu. Sampah jenis apa saja, saya pungut entah di laut atau di lingkungan sekitar," ujarnya singkat kepada sejumlah awak media, Sabtu (7/9/2019). 

Ia menyebut, setelah dipungut, sampah dicuci hingga bersih hingga tidak mengeluarkan bau tak sedap. Sampah-sampah digantung di dalam dan luar rumah.

Baca juga: Kisah Bocah Zulkifli: Tinggal di Rumah Reyot, Seminggu Bolos Sekolah karena Tak Punya Uang Jajan

Berdasar penuturan warga pulau Koja Doi, ia memungut sampah setiap hari. Tiada hari tanpa pungut sampah.

“Ia biasanya cuci sampah di laut. Tidak puas di laut, dia cuci lagi pakai air keran. Kadang-kadang air keran habis gara-gara dia punya sampah,” ungkap Ancol.

Ia menuturkan, terkadang warga marah dengan ulah Salahudin yang tidak hanya memungut sampah, tetapi juga mengangkut jemuran tetangganya untuk dikumpulkan di rumah sampah.

“Pikirnya itu juga sampah, dia angkat semua. Tapi itu awal-awal, sekarang sudah tidak lagi. Bagus sekali yang dia lakukan, lingkungan jadi bersih,” kata Ancol.

"Dari dia kami masyarakat di sini sadar bahwa menjaga kebersihan lingkungan sekitar itu penting. Kami berpikir, dia yang sakit jiwa saja peduli dengan lingkungan, kenapa kami tidak. Ia memberi kami pelajaran sangat berharga," sambungnya.

Ancol mengungkapkan, rumah sampah yang dikelola penderita ODGJ itu jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke pulau Koja Doi.

"Setiap pengunjung yang datang itu selalu lihat rumah sampah ini. Semuanya kagum karena dikelola penderita ODGJ," ungkapnya.

Mungkin karena sudah ngobrol terlalu lama, Salahudin pamit dan kembali ke dalam rumahnya dijemput tiga kucing kecilnya di depan pintu rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com