Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Dari Lawang Sewu hingga Gedung Birao Tegal, Jejak Persaingan Bisnis Transportasi Kereta Api (BAGIAN II)

Kompas.com - 06/09/2019, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perjalanan ini selain untuk menemui para pegawai dari tingkat menengah ke bawah sampai para pegawai rendah di stasiun maupun yang sedang memeriksa rel maupun jembatan kereta api.

Stasiun Tegal dibangun oleh salah satu perusahaan kereta api swasta Belanda, Java Spoorweg Maatschappij (JSM) mulai tahun 1885 dan diresmikan 17 November 1886. JSM termasuk perusahaan kereta api swasta terbesar di Nusantara, setelah NISM dan SCS.

Sejak tahun 1873 hingga tahun 1945, di Indonesia terdapat sekitar 13 perusahaan kereta api swasta Belanda.

Pada 16 September 1895, Stasiun Tegal dibeli oleh SCS. Setelah membeli stasiun, sekitar enam tahun kemudian SCS merancang pembangunan kantor pusatnya di Tegal.

Kantor pusat SCS yang berjarak sekitar 150 meter depan Stasiun Tegal itu diresmikan pemakaiannya tahun 1913.

Sekitar empat menit saya berjalan kaki dari Stasiun Tegal ke Gedung SCS bersama beberapa pegawai PT KAI, antara lain Boim (Madrohim), Ayunda, Viena, Adriani, Tukiran, Aryuda, Edward, Erfan dan mantan wartawan istana Elvy Yusanti. Di lantai dua gedung ini ada “lift” barang dari masa gedung ini berdiri 100 tahun lalu.

Ketika masuk ke gedung megah yang menghadap selatan ini, para petugas keamanan dari PT KAI Persero yang berjaga di tempat tersebut lebih banyak bercerita tentang kisah-kisah misterius atau mistis.

Menurut Kepala Stasiun Tegal, Tarmudi, cerita mistis di Kantor SCS memang banyak berdasarkan pengalaman orang-orang yang pernah bermalam di situ.

“Suatu hari seorang anggota pimpinan KAI pernah mencoba bermalam di gedung ini, tapi beberapa jam kemudian minta pindah ke hotel. Beliau merasa ditarik-tarik oleh makhluk tak kelihatan,” ujar Tarmudi.

Tarmudi juga mengatakan, diperkirakan di bawah gedung SCS ini ada banker (bunker) menuju ke Pelabuhan Tegal. Tapi, kata Tarmudi, pintu turun untuk masuk ke dalam bunker itu sudah ditutup. “Antara kantor SCS dengan Pelabuhan Tegal berjarak sekitar tujuh kilometer,” ujar Tarmudi.

Seperti Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, Juwana, dan Cilacap adalah wilayah yang diincar perusahaan-perusahaan kereta api di masa kolonial. Karena kota-kota ini punya pelabuhan untuk ekspor berbagai hasil bumi dari Jawa, antara lain gula tebu, kayu jati, tembakau, pala, fuli, minyak, bahan bangunan, dan seterusnya.

Hasil bumi ini adalah sumber keuntungan yang menjadi 13 atau lebih perusahaan kereta api di masa kolonial Belanda menjadi penguasa di Nusantara. Persaingan gengsi mereka antara lain ditandai dengan gedung-gedung kantor pusat atau stasiun-stasiun kereta api.

Hampir separuh wilayah elite di kota-kota besar di Jawa sangat berkaitan dengan sejarah gerak-gerik 13 (mungkin lebih) perusahaan kereta api.

Simbol supremasi perusahaan kereta api Pemerintah Belanda, Staatsspoorwegen (SS), selain ditandai dengan kehadiran stasiun-stasiun besar dan megah, juga pemilihan kantor pusatnya di Bandung.

Tahun 1916, SS memindahkan kantor pusatnya dari Jakarta ke Bandung. Saat itu pemerintah kolonial memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke Bandung untuk alasan keamanan dari sudut strategi militer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com