Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Pemain Bola Ini Hadapi Pilihan Sulit, Amputasi atau Kemoterapi

Kompas.com - 28/08/2019, 16:09 WIB
Sukoco,
Khairina

Tim Redaksi

 

MAGETAN, KOMPAS.com  —  Kamar tidur sederhana yang terbuat dari kayu bekas dinding rumah terlihat sedikit sesak dengan sejumlah perabotan lemari tua dan sebuah televisi usang berukuran 14 inci.

Di atas kasur kapuk yang sudah kempis tersebut, Angga Febrianto (15), warga Desa Durenan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, terlihat terbaring sambil memainkan stik PS 2.

Remaja 15 tahun tersebut terlihat asyik sendirian memainkan permainan video game bola FIFA 2015.

"Dari dulu saya memang suka bola. Cita-cita saya mau jadi pemain bola profesional,” ujarnya, Rabu (28/8/2019).

Baca juga: Cerita Tunanetra di Jombang, Terpaksa Hidup Sendiri karena Anak Masuk RS akibat Kanker

Main game bola di PS 2 yang didapatkan ayahnya, Sukiran (43) ,dari hasil memulung merupakan salah satu kegiatan yang bisa dilakukan Angga untuk melampiaskan kesukaannya pada permainan bola.

Sejak kecil dia memang suka sepak bola. Pemain andalannya adalah Ronaldo, punggawa Real Madrid, yang saat ini merumput di Juventus.

Namun, siapa sangka jika kecelakaan jatuh saat bermain futsal bersama teman-teman sekolahnya pada akhir 2018 akan membuatnya melupakan sejenak kesukaannya pada olahraga bola.

Jatuh tanpa sengaja saat main futsal bersama teman sekolah akhir Desember tersebut membuat lengan kanan Angga terasa ngilu dan bengkak. Karena disangka salah urat, orangtua Angga hanya memberikan obat warung seadanya.

Karena tak kunjung sembuh, Angga kemudian dibawa ke tabib yang biasa menangani patah tulang secara tradisional.

Tabib menilai tulang pada bahu hingga lengan Angga mengalami pergeseran. Tangan Angga akhirnya harus dibungkus rapat dengan menggunakan karton untuk penyembuhan tulang yang mengalami renggang.

“Bukan sembuh, melainkan seluruh tangan malah bengkak. Karena sudah tidak tahan sakitnya, kami bawa ke RSUD TNI AU di Maospati,” kata Painah (32), ibu Angga.

Dari diagnosis, di bahu Angga terdapat tumor sehingaa RSUD TNI AU Maospati merujuk dia ke RSUD Moewardi, Solo, untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.

Hasil dari pemeriksaan di RSUD Moewardi, Angga disarankan menjalani kemoterapi untuk penyembuhan tumor di lengan kanan tersebut.

“Lengannya membengkak besar. Kalau diraba, bilangnya tidak terasa, seperti kulitnya jadi tebal,” ujar Painah, ibu Angga.

Baca juga: HUT RI ke-74, Mendikbud Beri Penghargaan 3 Siswa Penemu Obat Kanker

Meski tak lagi bisa bermain bola bersama teman-teman, Angga cukup terhibur dengan kehadiran rekan-rekan setim yang sekali-kali datang ke rumahnya. Biasanya mereka main game PS 2.

“Tapi sudah mulai jarang mereka ke sini. Sekarang lebih banyak di kamar main game,” kata Angga.

 

Dari kemoterapi hingga amputasi

Hanya bekerja sebagai pencari barang rongsokan dan menjadi buruh tani membuat Sukiran kesulitan mencari biaya pengobatan.

Meski menggunakan BPJS untuk pengobatan Angga, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk kebutuhan pengobatan di Solo.

“Biasanya seminggu di rumah sakit. Mobil carterannya sudah Rp 300.000. Kemarin nyari ambulans gratis. Untuk ngirit, numpang tidur di rumah sakit selama nungguin Angga,” kata Painah.

Karena kondisi tumor di bahu sudah cukup parah, pihak RSUD Moewardi mengambil inisiatif untuk melakukan amputasi. Painah mengaku hanya bisa pasrah jika Angga menolak saran rumah sakit tersebut.

Dia memahami jika anak pertamanya tersebut menolak saran rumah sakit yang memintanya amputasi lengan kanan karena masih remaja.

“Angga tidak mau tangannya diamputasi. Saya tidak tahu harus bilang apa?” katanya.

Baca juga: Ibu Siswa Penemu Obat Kanker Gundah Pasca-pemberitaan Anaknya dan Kayu Bajakah

Hingga awal Agustus, Painah mengaku anak pertama dari dua bersaudara tersebut telah menjalani kemoterapi sebanyak tiga kali. Setelah menjalani kemoterapi terakhir, kesehatan Angga drop hingga kesulitan makan karena merasa mual, pusing, tidak nafsu makan, sariawan, sakit kepala, hingga beberapa efek kemo lain.

Angga bahkan harus kembali menjalani perawatan di Solo dengan melakukan transfusi darah.

“Sekarang dia juga tidak mau menjalani kemoterapi karena efek kemo membuat dia menderita. Dulu kurus, sekarang lebih kurus lagi setelah sakit kemarin,” ujar Painah pasrah.

Painah mengatakan, akhir Agustus seharusnya jadwal kemoterapi lanjutan jika upaya amputasi tidak dilakukan.

Dia mengaku sedih karena tidak tahu pasti apa yang harus dilakukan. Pilihan amputasi atau kemoterapi menurutnya sama beratnya untuk dijalani Angga.

Meski dari keluarga tak mampu, Painah mengatakan, biaya bisa dicari, tapi pilihan amputasi atau kemoterapi bagi Angga merupakan sebuah simalakama.

“Meski kami tidak mampu, tapi uang bisa dicari. Tapi pilihan amputasi itu berat buat Angga,” katanya.

Saat ini, Angga mencoba pengobatan alternatif dengan mengonsumsi obat herbal tetes yang ditawarkan oleh seseorang.

“Semoga cepat sembuh, Angga bisa bermain bola lagi,” ucap Painah lirih.

Tangan Angga terlihat lincah memainkan stik PS. Wajah dengan kepala plontos tersebut seakan melupakan kondisi lengannya yang membengkak sebesar buah semangka.

Beberapa kali dia berhasil mencetak gol dengan memainkan karakter Ronaldo. Dia berharap, suatu saat benar-benar bisa menjadi pemain bola profesional seperti Ronaldo. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com