SURABAYA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) Choirul Anam menilai, pidana tambahan berupa kebiri kimia terhadap Muh Aris (20), terpidana kasus perkosaan terhadap 9 anak asal Mojokerto, Jawa Timur, tidak sesuai dengan prinsip HAM.
Menurut Choirul, hukuman kebiri kimia justru menghilangkan esensi penegakan hukum.
"Kita bukan negara yang barbar, bangsa kita beradab. Tindakan penghukuman harus bisa diukur, tindakan penghukuman juga harus bisa dipertanggungjawabkan," kata Choirul di Kantor LBH Surabaya, Jalan Kidal, Tambaksari, Surabaya, Senin (26/8/2019).
Baca juga: Hukuman Kebiri Kimia, dari Wacana, Pro Kontra, Terbitnya Perppu, hingga Vonis untuk Aris
Ia pun mengingatkan tentang eksekusi hukuman kebiri tersebut, bahwa pemerintah sudah berkomitmen meratifikasi konvensi anti penyiksaan dalam reformasi hukum.
Karena itu, merusak fisik seseorang secara permanen itu harus dihindari.
"Jadi kami menyayangkan adanya hukuman kebiri itu. Bahwa kita mengecam kejahatan itu, iya. Tetapi kebiri menurut kami tidak sesuai dengan prinsip HAM dan tidak akan membuat pelakunya jera," ujar dia.
Kata Choirul, ada baiknya pelaku dihukum seberat-beratnya daripada harus meenerima hukuman kebiri kimia.
Ia meminta komitmen terhadap kemanusiaan harus dikedepankan. Namun, tindakan melawan hukum dengan melakukan kejahatan, termasuk kejahatan kelamin harus tetap ditindak.
"Bahwa kita harus mengecam amat sangat tindakan pemerkosaan tersebut, iya. Karena itu di luar batas kemanusiaan, apalagi itu dilakukan terhadap anak2 dan jumlahnya banyak," kata Choirul.
"Kita berkomitmen kok kalau pemerkosaan itu dihukum seberat-beratnya. Kita komitmen, tapi tidak ada hukuman fisik," ujar dia.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan