Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebiri Kimia di Mojokerto, Kejaksaan Masih Mencari Rumah Sakit untuk Eksekusi Hukuman

Kompas.com - 25/08/2019, 20:17 WIB
Amir Sodikin

Editor

Namun akhirnya, Pengadilan Tinggi Surabaya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Mojokerto.

Nugroho Wisnu mengungkapkan, putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia terhadap Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.

Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.

Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. "Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi," kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).

Dalam kesehariannya, Aris dikenal bekerja sebagai tukang las. Aksi pemuda itu dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja.

Aksi bejat itu dilakukan di tempat sepi. Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV.

Aksi dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi, pada 26 Oktober 2018.


Latar belakang pijakan kebiri kimia

Kompas.com pada 25 Mei 2016 memberitakan, menanggapi maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak, akhirnya Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu ini turut mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Sanksi yang diatur berupa kebiri secara kimia (kimiawi) serta pemasangan alat deteksi elektronik sehingga pergerakan pelaku bisa dideteksi setelah keluar dari penjara. Perppu ini akhirnya disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016. 

Baca juga:
Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan Barunya
Perppu Kebiri Disahkan Jadi UU, Menteri Yohana Harap Semua Patuh

Hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak abad pertengahan. Pada zaman sekarang, hukuman kebiri juga masih dilaksanakan di berbagai negara, seperti Ceko, Jerman, Moldova, Estonia, Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat.


IDI menolak menjadi eksekutor

Dalam arsip pemberitaan Kompas.com pada 25 Juli 2016, saat itu Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng Mohammad Faqih mengatakan, seharusnya ketentuan undang-undang tak bertentangan dengan etika profesi.

"Pasal hukuman kebiri jelas itu bertentangan dengan etika kedokteran jika menunjuk kami sebagai eksekutornya. Itu kan tandanya Perppu tersebut bertentangan dengan etika kedokteran," kata Daeng, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).

"Kalau ada undang-undang yang bertentangan dengan etika kira-kira yang salah yang mana? Ya undang-undangnya karena kan undang-undang sumber hukumnya dari etika. Apalagi jika kami yang ditunjuk sebagai eksekutornya, ini benar-benar undang-undang yang bertentangan dengan etika," papar dia.

Baca juga: Tunjuk IDI Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri Dianggap Langgar Etika Dokter

(Moh Syafii/Bestari Kumala Dewi/Rakhmat Nur Hakim)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com