Sumur yang sudah ditinggalkan delapan tahun lalu itu awalnya akan kembali diproduksikan.
Ia menyebutkan, insiden tumpahan minyak itu terjadi lantaran ada aliran dari sumur YYA yang bocor dan mengeluarkan gelembung gas yang disertai minyak.
"Bukan semburan, kalau semburan ada tekanan. Tapi aliran, tumpahan," katanya.
Baca juga: Aktivis Sebut Tumpahan Minyak di Laut Karawang Sebabkan Bencana Ekologis
Yuda menjelaskan, tumpahan minyak Pertamina di Karawang akibat human erro dan mengakibatkan bencana ekologis.
"Ini human error yang berakibat pada bencana ekologis. Tumpahan minyak yang keluar bersama gelembung gas berpotensi mencemari perairan dan pesisir," katanya, Jumat (2/8/2019).
Yuda pun meminta Pertamina terbuka terkait kebocoran pada sumur dan dampak yang saat ini tengah dialami masyarakat.
Misalnya, mulai dari kesehatan masyarakat yang terganggu, ekonomi, dan ekologis yang terjadi. Sebab, menurut Yuda, tumpahan minyak di perairan Karawang mirip insiden di Teluk Meksiko, Amerika Serikat.
"Sebab, sejauh ini penyebab, progres penanganan dan dampaknya belum maksimal. Ini tidak boleh ditutup-tutupi," kata Yuda.
Baca juga: Cegah Terjadi Tumpahan Minyak di Laut Karawang, Pertamina Akan Tutup Sumur YYA-1
Kurang lebih 1.373 jaring nelayan Karawang terkena tumpahan minyak Pertamina di Laut Jawa.
Menurut Kepala Seksi (Kasi) Kelembagaan Nelayan Dinas Perikanan Kabupaten Karawang Setya Saptana, jaring yang terpapar tumpahan minyak rata-rata milik nelayan dengan kapal di bawah 8 Gross Ton (GT).
"Jaring yang sudah kena tumpahan minyak susah dibersihkan," kata Setya, Senin (5/8/2019).
Saat ini, kata dia, pihaknya tengah melakukan pendataan hingga verifikasi oleh Tim Verifikasi Kompensasi bersama Pertamina.
"Jika ada nelayan yang terdampak, silakan melapor kepada Dinas Perikanan," kata dia.
Baca juga: Aktivis Sebut Tumpahan Minyak di Laut Karawang Sebabkan Bencana Ekologis