Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Perjuangan Penghuni Panti Asuhan Jadi Direktur Utama, Yatim Usia 2 Tahun dan Ibu Bekerja sebagai Penarik Karcis

Kompas.com - 22/07/2019, 16:53 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Akhmad Mundholin tidak pernah menyangka menjadi Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) Kendal, Jawa Tengah.

Saat masih kecil, bapak tiga anak ini pernah tinggal di panti asuhan karena ekonomi keluarganya sangat memprihatinkan setelah ayahnya meninggal dunia.

Berikut 7 perjuangan Akhmad Mudholin hingga menjadi Direktur Utama BPR BKK Kendal:

1. Menjadi yatim di usia 2 tahun

Saat usai 2 tahun, laki-laki yang akrab dipanggil Mundholin ini harus menjadi anak yatim karena ayahnya meninggal dunia.

Saat itu, kehidupan ekonomi keluarganya benar-benar memprihatinkan. Bahkan, untuk makan saja, menurut Mundholin, keluarganya kadang masih bergantung dari bantuan tetangga yang dermawan.

Baca juga: Kisah Penghuni Panti Asuhan yang Kini Jadi Direktur Utama


2. Ibu bekerja sebagai penarik karcis

Ilustrasi anak di alam bebas Ilustrasi anak di alam bebas
Untuk menghidupi 8 anaknya, termasuk Mudholin, ibunya bekerja sebagai penarik karcis pedagang pasar.

Karena gajinya tidak cukup, ibunya mencari pendapatan tambahan dengan bekerja sebagai tukang sapu di Pasar Pidodo Kulon.


3. Masuk panti agar bisa sekolah

Mundholin remaja  menyadari jika ibunya tidak bisa membiayai sekolahnya ke SMP.

Saat tetangganya menawarkan untuk tinggal di panti asuhan agar bisa melanjutkan ke SMP dan SMA, tawaran tersebut langsung diterima.

"Tetangga saya itu pengurus panti asuhan," jelasnya.

Sejak itu ia harus hidup di panti asuhan dan pisah dengan keluarga. Segalanya dilakukan supaya Mundholin bisa sekolah.

Mundholin mengatakan, di panti asuhan dirinya dididik mandiri mulai mencuci baju, merapikan kamar, bersih-bersih, menyapu, mengepel hingga memasak sendiri.

Baca juga: Kisah “Sang Profesor” di Panti Asuhan Mataram...


4. Tempuh 14 kilometer setiap hari

Ilustrasi sekolahKOMPAS.com/Junaedi Ilustrasi sekolah
Mudholin sangat senang karena bisa melanjutkan di SMP, meskipun jarak sekolah dengan panti asuhan sekitar 7 kilometer.

Ia harus berjalan kaki ketika berangkat dan pulang sekolah.

"Kadang bonceng teman yang memakai sepeda ontel. Kalau tidak ada boncengan ya terpaksa jalan kaki," kata Mundholin.

Ia tetap semangat bersekolah walaupun sering dipandang sebelah mata oleh teman-temannya karena status sosialnya sebagai anak panti asuhan.

Baca juga: Saat Anak Yatim Diajak Belanja, Gugup Masuk Mal hingga Tak Pikirkan Diri Sendiri


5. Pindah panti asuhan

Lulus SMP, Mundholin melanjutkan ke SMA. Karena jarak sekolahnya dengan panti sangat jauh, dia dititipkan untuk tinggal di panti asuhan di Weleri.

Di panti asuhan baru aturannya lebih ketat. Namun hal tersebut membuat Mundholin lebih disipin yang manfaatnya dirasakan hingga sekarang.


6. Menjadi petugas desa

Setelah lulus SMA, Mundholin muda bekerja menjadi di BPR di wilayah Kecamatan Gemuh sebagai petugas desa yang bekerja dari kantor balai desa satu ke balai desa lainnya.

Karena tekun dan jujuur, kariernya meningkat. Uang pendapatannya disishkan untuk ibu dan membiayai kuliah di Untag 1945 Semarang.

Setelah lulus kuliah dan meraih gelar sarjana, ia dipercaya menjadi Wakil Direktur BPR BKK Kendal.

“Alhamdulillah, sekarang saya sudah dua periode ini menjabat sebagai Direktur BPR BKK Kendal dan saya juga sudah lulus S2 atau Magister Menejemen," kata Mundholin.

Baca juga: Viral dan Bikin Haru, Ini Kisah 110 Anak Yatim Saat Dibelikan Baju Lebaran


7. Bantu panti asuhan

ilustrasi anak-anak bermain lompat tali dari karet gelangShutterstock/ Ekachai prasertkaew ilustrasi anak-anak bermain lompat tali dari karet gelang
Setelah menjabat Direktur BPR BKK Kendal, Mundholin menjadi donatur untuk anak-anak yatim dan panti asuhan.

Di samping itu, dirinya juga ingin panti asuhan membuat usaha mandiri seperti usaha fotokopi dan penjualan alat tulis kantor (ATK). Tujuannya agar panti asuhan bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung pada bantuan.

Sumber KOMPAS.com (Slamet Priyatin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com