Sang istri yang baru dinikahinya April 2018 lalu itu menuntut lebih kepada tersangka yang sehari-hari bekerja sebagai petani.
“Istri ingin gaul pergi ke salon dan mempunyai barang mewah. Selanjutnya suami merasa sakit hati kepada istrinya yang sudah disimpan lama," katanya.
Tersangka menganggap korban tidak menghargai pekerjaan dan penghasilan sebagai petani. Bahkan, saat malam kejadian, keduanya terlibat percekcokan hebat.
“Korban tidur membelakangi suami. Keterangan tersangka DR, korban beberapa kali meludah ke tembok dan ditegur oleh tersangka,” ungkapnya.
Baca juga: Kronologi Penganiayaan Sadis terhadap Bocah yang Dituduh Mencuri
Tersangka menegur korban agar sopan saat meludah.
Namun korban malah menjawab, "Umah urung dicat, urung dikeramik beh ora ulih diidoni. Apa maning nek wis dicat, dikramik. (Rumah belum dicat, belum dikeramik saja tidak boleh diludahi. Apalagi kalau sudah dicat sama dikeramik)," katanya menirukan tersangka.
Perkataan korban membuat tersangka marah dan gelap mata. Tepat pukul 02.30 WIB, tersangka mengambil sabit yang ada di gudang rumahnya hingga akhirnya terjadilah tragedi berdarah tersebut.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 338 KUHP subs Pasal 44 ayat (3) UU RI No. 23 Th 2004 tentang KDRT ancaman 15 tahun penjara.
Saat rekonstruksi, tersangka berulang kali mengucapkan kata-kata penyesalan. Bahkan ia mengungkapkan jika ia sangat mencintai istrinya.
Setelah berakhirnya rekonstruksi, tersangka menghambur ke arah ayahnya dan bersujud serta menangis di kakinya.
Reka ulang menyita perhatian warga sekitar yang ikut menyaksikan dari balik garis polisi. Warga sekitar tidak pernah menyangka tersangka yang dikenal pendiam tersebut tega melakukan aksi keji tanpa belas kasih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.