KOMPAS.com - Kasus sejumlah anak jalanan di Kudus yang mabuk minuman rebusan air pembalut wanita adalah sebuah ironi.
Ironi yang hadir saat bangsa ini menghadapi zaman milenial, namun sejumlah anak-anak bangsa justru sibuk mencari tetesan air rebusan pembalut wanita.
Lalu, kasus di Kudus bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada tahun 2016, kasus serupa pernah terjadi di Belitung dan Karawang.
Apakah masalah rebusan air pembalut ini merupakan fenomena gunung es? Berikut uraian faktanya.
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah membenarkan penangkapan sejumlah remaja yang tengah mabuk rebusan pembalut di wilayah Pantura di Kudus, Jawa Tengah.
"Iya benar, beberapa remaja yang mabuk rebusan pembalut tertangkap BNNP Jateng di Kudus. Namun mereka tercatat sebagai warga Purwodadi, Grobogan," kata Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Kudus, Jawa Tengah, AKP Sukadi saat dikonfirmasi, Jumat (9/11/2018).
Sukadi menuturkan, para pelaku merupkan anak jalanan yang sering nongkrong di sekitar jalanan Pantura.
"Anak-anak jalanan lebih rentan melakukan aktivitas yang tidak mendidik," katanya.
Baca Juga: Mabuk Rebusan Pembalut, Sejumlah Remaja Ditangkap di Pantura
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) Kabupaten Kudus, Lutful, mengatakan, kasus tersebut merupakan kasus baru di Kudus.
"Sungguh ironis. Kami terkejut karena kasus ini tergolong baru bagi kami. Sampai saat ini, belum ada temuan dari kami," kata Lutful.
Untuk mengetahui detail temuan kasus yang tak lazim itu, pihaknya akan segera menerjunkan tim internal untuk mencari informasi.
"Selama kami melakukan razia anak jalanan, sangat jarang mereka ditemukan dalam keadaan mabuk," katanya.
Baca Juga: Fenomena Mabuk Murah Meriah, dari Losion Anti Nyamuk hingga Pembalut Wanita
Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah, AKBP Suprinarto mengatakan, zat kimia klorin di dalam air rebusan pembalut memberikan efek halusinasi sama seperti mengonsumsi narkotika.
Sementara itu, air rebusan tersebut dinilai lebih murah ketimbang membeli narkotika yang dinilai mahal. Dari pengakuian beberapa anak jalanan, mereka mendapatkan pembalut bekas dari tempat sampah.
"Pembalut bekas yang dipungut di sampah direbus dengan air, setelah dingin kemudian diminum bersama-sama. Selain pembalut bekas, perkembangannya juga menggunakan pembalut baru," kata AKBP Suprinarto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/11/2018).
Baca Juga: Remaja Mabuk Pembalut Bekas Ambil Buangan dari Tempat Sampah
AKBP Suprinarto mengatakan, BNN telah menemukan kasus serupa di sejumlah tempat di Indonesia, seperti di Grobogan, Kudus, Pati, Rembang dan Kota Semarang bagian Timur. Mayoritas pengguna adalah anak remaja usia 13-16 tahun.
"Bahkan informasinya di Jakarta juga ditemukan. Di Kudus kami amankan lebih dari satu remaja. Salah satunya warga Grobogan. Setelah diinterogasi, rebusan pembalut dinikmati beramai-ramai. Ada belasan remaja yang sering ikut berpesta katanya. Karena belum ada sanksi, ya direhabilitasi dan diedukasi. Pihak keluarga juga kami hubungi," kata Suprinarto.
Sementara itu, Menteri Yohana mengatakan pihak keluarga harus lebih berperan mengatasi kasus tersebut.
"Jawaban semuanya ada dalam keluarga. Dalam undang-undang perlindungan anak, orangtua bertanggung jawab untuk menjaga anak-anak mereka. Jangan sampai melakukan hal yang salah dan mendidik agar berperilaku yang baik dalam kehidupan mereka," katanya, Jumat (9/11/2018).
Baca Juga: Menteri Yohana: Tren Mabuk Rebusan Pembalut, Jawabannya Ada di Keluarga
Setelah diamankan, sejumlah anak jalanan di Kudus mendapat pendampingan oleh petugas.
"Kami rehabilitasi dan berikan edukasi bagi mereka karena belum ada sanksinya. Anak jalanan memang rentan melakukan penyalahgunaan karena umumnya mereka punya gaya hidup bebas. Sebelumnya banyak ditemukan mabuk dengan obat pembasmi nyamuk, lotion anti nyamuk, obat-obatan dan sebagainya," pungkasnya.
Sementara itu, AKBP Suprinarto mengatakan, BNN belum bisa menindak kejadian ini karena tidak ada dasar hukumnya. Air rebusan dinilai belum termasuk dalam kategori zat-zat berbahaya atau terlarang.
Baca Juga: Kerap Dipakai "Fly", Dinkes Cek Kandungan Air Rebusan Pembalut
Sumber: KOMPAS.com (Puthut Dwi Putranto Nugroho, Nazar Nurdin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.