JOMBANG, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengumpulkan para relawan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dari berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, Jum'at (9/11/2018).
Selain puluhan relawan bencana, para kepala desa (kades) dari 34 desa rawan bencana di Jombang juga hadir. Pertemuan di Aula Bung Tomo Pemkab Jombang tersebut bertajuk Sosialisasi Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana.
Sepanjang pertemuan, para relawan bencana dan kades dari 34 desa rawan bencana, mendapatkan informasi dan materi tentang kesiapsiagaan bencana dari Badan Nasional Pencarian Dan Pertolongan (BNPP), Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), serta dari Badan SAR Nasional (Basarnas).
Baca juga: Sekolah Siaga Bencana, Upaya Sadar Bencana BPBD Luwu Utara
Dari pertemuan itu terungkap, Kabupaten Jombang tidak memiliki catatan sejarah terjadinya gempa bumi dalam skala besar yang berdampak kerusakan parah.
Meski demikian, kewaspadaan tetap perlu dijaga oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2013, Kabupaten Jombang memiliki Indeks Risiko Bencana Gempa Bumi yang tinggi.
Kepala Basarnas Surabaya Prasetya Budiharto, ditemui seusai pertemuan dengan para relawan dan puluhan kades mengungkapkan, secara umum di Jawa Timur, termasuk wilayah Jombang, terdapat resiko bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
Resiko bencana itu meliputi bencana longsor, banjir serta gempa bumi. Wilayah Jombang beresiko terjadi gempa bumi karena wilayah ini terkoneksi dengan patahan aktif yang dikenal dengan sebutan Sesar Waru.
"(resiko) rawannya yaitu banjir, longsor, dan lain sebagainya. Tetapi juga rawan gempa karena adanya Sesar Waru, kan ada Sesar Waru," ujar Prasetya.
Sesar Waru diketahui memanjang dari sekitar Waru tepatnya mulai dari kawasan Karangpilang, Surabaya lalu memanjang hingga ke Jombang dan Nganjuk. Sesar aktif ini juga memanjang hingga ke Saradan, Madiun.
Baca juga: Ridwan Kamil Segera Bahas Status Siaga Bencana Banjir dan Longsor di Jabar
Meski demikian, lanjut Prasetya, resiko terjadinya gempa bumi tidak perlu membuat masyarakat takut. Resiko gempa, jelasnya, justru harus diketahui lebih awal agar masyarakat lebih siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
"Dalam doa kita, kita selalu berdoa semoga tidak terjadi. Tetapi dalam pikiran kita, kita harus selalu siap jika sewaktu-waktu gempa terjadi," terangnya.
Prasetya menambahkan, upaya pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang bencana sebaiknya tidak berhenti kepada para relawan dan kepala desa.
Pemahaman tentang bencana, lanjutnya, perlu dilakukan hingga ke tingkat bawah, bahkan ke tingkat Rukun Tetangga (RT). Langkah itu berguna untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana.