Dalam sehari, Erma rata-rata berpenghasilan paling tidak Rp 80.000 dari usaha tambal ban ini.
Dengan harga yang tidak mahal dan kinerja yang baik, membuat usaha tambal ban Erma menjadi favorit orang-orang.
Ia bercerita, dirinya sempat bingung karena saking banyaknya pelanggan yang mengantre untuk menambal.
"Pernah ada satu pelanggan saya bawa sepeda dan motor, kedua bannya bocor. Ketika saya mau menambal, datang satu pelanggan lagi yang minta didahulukan kendaraannya untuk ditambal, bingung saya, lalu saya tolaklah, dahulukan siapa dulu yang antre," ujar Erma.
Menurut dia, dengan sistem antre membuat pekerjaanya selesai satu per satu dengan tuntas.
Pada tahun ini, anak sulung Erma, Anggun, telah menyelesaikan sekolah menengah pertama. Rencananya, Anggun akan melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren.
Namun, Erma belum bisa mendaftarkan Anggun di salah satu pondok pesantren karena terkendala biaya.
Sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan sekolah Anggun ketika masih mengenyam pendidikan SMP, Erma sempat berutang kepada orang lain.
"Kalau Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sudah dibantu oleh pemerintah, jadi gratis. Tapi di sekolah masih ada biaya pungutan Rp 400.000 untuk biaya pembangunan fasilitas sekolah, kalau enggak bayar anak saya enggak bisa ikut tes," ujar Erma.
Ia sudah mencoba minta keringanan, agar anaknya bisa ikut tes. Namun, kebijakan sekolah tetap bersikeras.
"Akhirnya saya utang uang ke teman saya untuk melunasi biaya pungutan itu," kata Erma.
Bermodalkan sebuah mesin cuci dan niat untuk menambah rezeki untuk menyekolahkan anaknya, Erma membuka usaha sambilan laundry atau cuci baju.
"Biasanya kalau bulan Suro (Tahun Baru Islam) kan orang jarang keluar, jadi hanya laundry saja. Jadi tidak ada penghasilan dari tambal ban," ujar Erma.
Menurut dia, usaha laundry ini berpeluang mendapatkan uang dalam jumlah yang lumayan banyak.
Tarif yang dikenakan Erma untuk usaha laundry juga terbilang murah yakni kalau cuci dan setrika Rp 5.000/kg, kalau menyetrika baju saja dikenakan tarif Rp 3.000/kg.