Salin Artikel

Kisah Ernawati, Kerja Tambal Ban dan "Laundry" demi Kebutuhan Anak...

PEKALONGAN, KOMPAS.com - Memiliki uang banyak dan bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi merupakan cita-cita tiap orangtua.

Semua itu tentu bisa diraih jika disertai usaha yang ikhlas dan sabar. Hal itu juga yang menjadi prinsip penambal ban perempuan, Ermawati Setianingsih.

Ermawati Setianingsih (35) atau akrab disapa Erma ini bekerja sebagai penambal ban sejak lima tahun lalu. Pekerjaan ini merupakan usaha turun-temurun dari ayahnya.

"Soalnya saudara saya yang lain tidak ada yang mau nerusin, karena sudah memiliki usaha masing-masing," ujar Erma saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (24/10/2018).

Saat ini, ia bersama kedua anaknya, Anggun Novia Ramadhani (16) dan Salsabila Salwa Fadhilah (4), tinggal di Desa Rejosari RT 01/RW 1 Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Dia telah menjadi orangtua tunggal atau single parent sejak 2013.

Erma merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ketiga kakak-adiknya laki-laki dan telah hidup terpisah darinya.

Utang pelanggan

Menurut Erma, menjadi pekerja tambal ban harus sabar dalam meladeni pesanan pelanggan.

"Kalau tidak sabar tidak akan senang dan kerjaan tidak akan beres," ujar Erma.

Salah satu bentuk kesabaran itu, selama lima tahun melakoni pekerjaan sebagai penambal ban, pelanggannya sering utang.

"Pernah waktu saya buka tambal ban malam-malam, kalau tidak salah sekitar pukul 22.00, ada pemuda yang datang, ban motornya kempes. Dia tidak ada uang, lalu dia minta tolong saya untuk menambal motornya meskipun saya sudah mau tutup lapak," ujar Erma.

Meski begitu, Erma tetap melayani pemuda itu dengan tetap menambal ban. Dia bahkan tidak berharap pemuda itu akan ingat dan membayar utangnya.

"Kalau ingat ya kemari, kalau lupa ya tidak apa-apa," ucap Erma.

Kejadian seperti itu tidak hanya satu atau dua kali dialaminya. Meski begitu, hal ini tidak membuat dia menjadi tak bersemangat.

Tarif yang diberikan Erma pun terjangkau. Untuk tambal motor Rp 10.000, pompa ban Rp 2.000, tubeless mobil Rp 15.000, dan pompa sepeda Rp 7.000.

Dalam sehari, Erma rata-rata berpenghasilan paling tidak Rp 80.000 dari usaha tambal ban ini.

Urutan antre

Dengan harga yang tidak mahal dan kinerja yang baik, membuat usaha tambal ban Erma menjadi favorit orang-orang.

Ia bercerita, dirinya sempat bingung karena saking banyaknya pelanggan yang mengantre untuk menambal.

"Pernah ada satu pelanggan saya bawa sepeda dan motor, kedua bannya bocor. Ketika saya mau menambal, datang satu pelanggan lagi yang minta didahulukan kendaraannya untuk ditambal, bingung saya, lalu saya tolaklah, dahulukan siapa dulu yang antre," ujar Erma.

Menurut dia, dengan sistem antre membuat pekerjaanya selesai satu per satu dengan tuntas.

 

Utang sana-sini

Pada tahun ini, anak sulung Erma, Anggun, telah menyelesaikan sekolah menengah pertama. Rencananya, Anggun akan melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren.

Namun, Erma belum bisa mendaftarkan Anggun di salah satu pondok pesantren karena terkendala biaya.

Sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan sekolah Anggun ketika masih mengenyam pendidikan SMP, Erma sempat berutang kepada orang lain.

"Kalau Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sudah dibantu oleh pemerintah, jadi gratis. Tapi di sekolah masih ada biaya pungutan Rp 400.000 untuk biaya pembangunan fasilitas sekolah, kalau enggak bayar anak saya enggak bisa ikut tes," ujar Erma.

Ia sudah mencoba minta keringanan, agar anaknya bisa ikut tes. Namun, kebijakan sekolah tetap bersikeras.

"Akhirnya saya utang uang ke teman saya untuk melunasi biaya pungutan itu," kata Erma.

Usaha laundry

Bermodalkan sebuah mesin cuci dan niat untuk menambah rezeki untuk menyekolahkan anaknya, Erma membuka usaha sambilan laundry atau cuci baju.

"Biasanya kalau bulan Suro (Tahun Baru Islam) kan orang jarang keluar, jadi hanya laundry saja. Jadi tidak ada penghasilan dari tambal ban," ujar Erma.

Menurut dia, usaha laundry ini berpeluang mendapatkan uang dalam jumlah yang lumayan banyak.

Tarif yang dikenakan Erma untuk usaha laundry juga terbilang murah yakni kalau cuci dan setrika Rp 5.000/kg, kalau menyetrika baju saja dikenakan tarif Rp 3.000/kg.

Usaha sampingan ini baru setahun dijalaninya. Dalam sehari, usaha laundry-nya menghasilkan pendapatan kurang lebih Rp 30.000.

Suka duka

Bertahun-tahun menjalani pekerjaan yang diwariskan oleh mendiang ayahnya, tentu Erma memiliki pengalaman suka dan duka.

Ia mengatakan, dirinya senang menjalankan pekerjaan sebagai penambal ban dengan tanggung jawab dan rasa ikhlas.

"Bekerja dengan ikhlas dan senang, mugi-mugi (semoga) usaha sukses agar bisa mendaftarkan anak saya ke pondok pesantren," ujar Erma.

Sementara, pengalaman duka saat menjalani pekerjaan tambal ban yakni ketika usahanya benar-benar sepi pelanggan.

Adapun Erma juga berharap jadi orang sukses dan ingin anak-anaknya menjadi bidan atau dokter.

"Ingin membantu orang yang lebih susah dari saya dan juga ingin anak yang paling kecil jadi bidan atau dokter," ujar Erma.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/25/05580011/kisah-ernawati-kerja-tambal-ban-dan-laundry-demi-kebutuhan-anak-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke