Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Polisi Dirikan Rumah Singgah dan Jemput Ibu Hamil dari Hutan

Kompas.com - 13/10/2018, 16:10 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Ia mengaku melakukan semua hal tersebut karena pernah merasakan bagaimana memiliki keluarga yang sakit.

"Ayah saya sakit stroke, jadi saya tahu rasanya bagaimana jika ada keluarga yang sakit," jelasnya.

Sementara itu, Jumiati dan suami mengaku sempat menolak diajak turun untuk tinggal di rumah singgah karena belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan.

"Tapi dikasih tahu sama Pak Oky, katanya kali nunggu terasa bahaya. Soalnya jalannya jelek. Akhirnya saya mau. Takut juga ada apa-apa, soalnya ini anak pertama," katanya.

Kerja sama berbagai elemen

Aktivitas yang dilakukan Brigadir Oky adalah bagian dari kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain dengan Puskesmas Sempu, kecamatan Sempu dan Desa Jambewangi. Sejak tahun 2015, Puskesmas Sempu yang membawahi 3 desa memiliki program untuk menekan angka kematian pada ibu hamil yang melahirkan dan bayi.

Menurut Hadi Kusairi, kepala Puskesmas Sempu, kepada Kompas.com, Jumat (12/10/2018), pada tahun 2012, selama 2 tahun tahun berturut-turut, ada 16 orang ibu hamil dan 28 bayi yang dilahirkan meninggal dunia.

Baca juga: Serba-serbi Mudik, Kisah Polisi Batang Temukan Anak Pemudik yang Ketinggalan di Rest Area

Dengan demikian, Puskesmas Sempu membuat beberapa program, salah satunya adalah Laskar Sakina (Stop Angka Kematian Ibu Hamil dan Anak) dengan melibatkan kader posyandu dan anggota PKK. Mereka bertugas memantau ibu hamil risiko tinggi yang ada di sekitarnya. Termasuk juga membentuk pemburu ibu hamil risiko tinggi (bumilristi) yang melibatkan tukang sayur keliling.

Salah satu penyebab tingginya angka ibu hamil yang meninggal, menurut Hadi, adalah karena faktor geografis yang membuat para ibu hamil tidak segera mendapatkan tindakan saat melahirkan.

Ia bercerita, beberapa kali ibu hamil yang tinggal di sekitar hutan di lereng Gunung Raung kondisinya sudah lemah karena ketubannya sudah pecah saat dibawa ke bidan atau ke puskesmas. Hal tersebut terjadi karena jalan yang sulit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk turun ke desa, sehingga mereka berinisiatif untuk "mengevakuasi" ibu hamil sebelum hari perkiraan lahir untuk tinggal di rumah singgah yang diinisiasi oleh Brigadir Oky.

"Selama ini kalau berbicara ibu hamil bayangan kita yang terlibat ya hanya ibu-ibu, kader posyandu, PKK atau bidan, padahal semuanya itu tersistem dan Pak Oky melakukan hal tersebut walaupun dia seorang polisi, tapi dia mengambil peran dalam sistem tersebut," jelas Hadi.

Hal senada juga dijelaskan Camat Sempu Kholid Askandar. Menurut Kholid, pengelolaan rumah singgah yang diinisiasi Brigadir Oky diserahkan kepada pihak desa, namun tetap melibatkan lintas instansi yang ada di wilayah sekitar.

"Semua ikut andil dan ambil peran sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Ini kerja bareng. Kolaborasi, jadi tidak jalan sendiri-sendiri," jelasnya.

Baca juga: Kisah Polisi Gorontalo yang Berdakwah di Samping Mobil SIM Keliling

Kerja sama tersebut berhasil. Sejak 2015, angka kematian ibu hamil dan anak menurun drastis. Lalu tahun 2017, tidak ada lagi kematian ibu hamil yang melahirkan di wilayah Puskesmas Sempu.

"Yang mahal dari program ini adalah kolaborasi dan membangun sistem serta melakukannya secara berkelanjutan. Insya Allah. Kalau diniati ibadah, insya Allah bawa berkah," jelas Brigadir Oky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com