Salin Artikel

Kisah Polisi Dirikan Rumah Singgah dan Jemput Ibu Hamil dari Hutan

Lokasi itu tepatnya berada di tengah hutan lereng Gunung Raung.

Pasangan muda tersebut adalah Mashudi (29) dan Jumiati (19) yang sedang hamil 9 bulan dengan hari perkiraan lahir (HPL) 12 Oktober 2018.

Kedatangan Brigadir Oky hari itu untuk menjemput Jumiati, ibu hamil risiko tinggi, karena perempuan itu berusia di bawah 20 tahun. Jumiati diajak turun dan tinggal di rumah singgah Mitra Bersama hingga melahirkan bayinya.

Upaya tersebut dilakukan Brigadir Oky agar ibu dan bayinya selamat. Sebab, kondisi jalan yang dilalui untuk menuju layanan kesehatan terdekat sangat berbahaya bagi ibu hamil.

Mereka harus melalui jalan berbatu dan terjal sejauh 9 kilometer melintasi hutan untuk menuju ke bidan terdekat.

"Bisa dibayangkan jika tiba-tiba mau lahiran dan harus melewati jalan tanah berbatu. Iya kalau ada kendaraan. Kalau nggak ada? Ini bahaya untuk dua nyawa baik ibu dan bayinya. Jadi saya berkolaborasi dengan pihak puskesmas untuk menjemput mereka kemudian tinggal di rumah singgah di bawah sana," kata Brigadir Oky kepada Kompas.com, Kamis (11/10/2018).

Rumah singgah yang diberi nama "Mitra Bersama" diinisiasi dari Brigadir Oky yang juga menjadi Bhabinkamtibmas Desa Jambewangi.

Rumah singgah yang diresmikan pada tanggal 14 Agustus 2018 itu bukan hanya untuk rumah singgah sementara bagi ibu hamil yang tinggal di lereng Gunung Raung, tetapi juga digunakan untuk pemeriksaan kesehatan bagi masyarakat sekitar setiap hari Sabtu oleh tenaga kesehatan Puskesmas Sempu.

"Saya izin ke pihak Perhutani untuk menggunakan tanah milik Perhutani, sedangkan bahannya saya mengumpulkan sumbangan dari berbagai pihak dan saat membangun ya masyarakat sini semuanya gotong-royong. Dua minggu langsung selesai dan bisa dimanfaatkan," jelas Brigadir Oky.

Rumah singgah "Mitra Bersama" tersebut didirikan di Dusun Krajan di tepi jalan desa yang bisa diakses oleh ambulans. Sementara untuk suami atau keluarga yang menjaga ibu hamil hingga melahirkan akan mendapatkan uang saku untuk mencukupi kebutuhan pribadi mereka selama di rumah singgah.

"Nanti bisa untuk beli makan atau kebutuhan lainnya dari uang yang diambilkan dari lembaga zakat dan infaq. Kalau mau lahiran, bisa bidannya yang datang ke sini atau jika butuh penanganan khusus untuk dibawa ke rumah sakit, ambulans bisa langsung datang. Kalau ibu hamilnya di atas sana nggak mungkin menjemput pakai ambulans karena geografisnya susah. Harus masuk hutan," jelasnya.

Brigadir Oky mengaku inisiatif tersebut ia lakukan untuk menekan angka kematian pada ibu melahirkan dan bayi. Bahkan ia juga ikut menyosialisasikan tentang pentingnya pemeriksaan ibu hamil, terutama yang berisiko tinggi.

Pernah suatu hari, seorang ibu hamil menolak untuk diperiksa di rumah sakit, padahal dia memiliki risiko tinggi karena kehamilan ke-10 dan usianya sudah 35 tahun. Selain itu, HB rendah sehingga kemungkinan pendarahan sangat tinggi.

"Akhirnya saya datang ke rumahnya dan meminta kepada suaminya untuk membawa istrinya ke rumah sakit. Saya bilang kalau menjaga kelangsungan hidup adalah salah satu kewajiban agama. Memang suaminya fanatik agama. Mereka kemudian mau dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa," katanya.

Ia mengaku melakukan semua hal tersebut karena pernah merasakan bagaimana memiliki keluarga yang sakit.

"Ayah saya sakit stroke, jadi saya tahu rasanya bagaimana jika ada keluarga yang sakit," jelasnya.

Sementara itu, Jumiati dan suami mengaku sempat menolak diajak turun untuk tinggal di rumah singgah karena belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan.

"Tapi dikasih tahu sama Pak Oky, katanya kali nunggu terasa bahaya. Soalnya jalannya jelek. Akhirnya saya mau. Takut juga ada apa-apa, soalnya ini anak pertama," katanya.

Kerja sama berbagai elemen

Aktivitas yang dilakukan Brigadir Oky adalah bagian dari kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain dengan Puskesmas Sempu, kecamatan Sempu dan Desa Jambewangi. Sejak tahun 2015, Puskesmas Sempu yang membawahi 3 desa memiliki program untuk menekan angka kematian pada ibu hamil yang melahirkan dan bayi.

Menurut Hadi Kusairi, kepala Puskesmas Sempu, kepada Kompas.com, Jumat (12/10/2018), pada tahun 2012, selama 2 tahun tahun berturut-turut, ada 16 orang ibu hamil dan 28 bayi yang dilahirkan meninggal dunia.

Dengan demikian, Puskesmas Sempu membuat beberapa program, salah satunya adalah Laskar Sakina (Stop Angka Kematian Ibu Hamil dan Anak) dengan melibatkan kader posyandu dan anggota PKK. Mereka bertugas memantau ibu hamil risiko tinggi yang ada di sekitarnya. Termasuk juga membentuk pemburu ibu hamil risiko tinggi (bumilristi) yang melibatkan tukang sayur keliling.

Salah satu penyebab tingginya angka ibu hamil yang meninggal, menurut Hadi, adalah karena faktor geografis yang membuat para ibu hamil tidak segera mendapatkan tindakan saat melahirkan.

Ia bercerita, beberapa kali ibu hamil yang tinggal di sekitar hutan di lereng Gunung Raung kondisinya sudah lemah karena ketubannya sudah pecah saat dibawa ke bidan atau ke puskesmas. Hal tersebut terjadi karena jalan yang sulit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk turun ke desa, sehingga mereka berinisiatif untuk "mengevakuasi" ibu hamil sebelum hari perkiraan lahir untuk tinggal di rumah singgah yang diinisiasi oleh Brigadir Oky.

"Selama ini kalau berbicara ibu hamil bayangan kita yang terlibat ya hanya ibu-ibu, kader posyandu, PKK atau bidan, padahal semuanya itu tersistem dan Pak Oky melakukan hal tersebut walaupun dia seorang polisi, tapi dia mengambil peran dalam sistem tersebut," jelas Hadi.

Hal senada juga dijelaskan Camat Sempu Kholid Askandar. Menurut Kholid, pengelolaan rumah singgah yang diinisiasi Brigadir Oky diserahkan kepada pihak desa, namun tetap melibatkan lintas instansi yang ada di wilayah sekitar.

"Semua ikut andil dan ambil peran sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Ini kerja bareng. Kolaborasi, jadi tidak jalan sendiri-sendiri," jelasnya.

Kerja sama tersebut berhasil. Sejak 2015, angka kematian ibu hamil dan anak menurun drastis. Lalu tahun 2017, tidak ada lagi kematian ibu hamil yang melahirkan di wilayah Puskesmas Sempu.

"Yang mahal dari program ini adalah kolaborasi dan membangun sistem serta melakukannya secara berkelanjutan. Insya Allah. Kalau diniati ibadah, insya Allah bawa berkah," jelas Brigadir Oky.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/13/16103811/kisah-polisi-dirikan-rumah-singgah-dan-jemput-ibu-hamil-dari-hutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke