Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Wahyudi, Atlet Paralayang yang Selamat Saat Gempa Guncang Palu

Kompas.com - 02/10/2018, 16:24 WIB
Kontributor Jember, Ahmad Winarno,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BONDOWOSO, KOMPAS.com - Gempa magnitudo 7,4 yang disertai tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, masih menyisakan trauma mendalam, terutama bagi korban selamat.

Salah satunya, atlet Paralayang, Wahyudi Widodo, warga Kelurahan Sekarputih, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

Kepada Kompas.com, Wahyudi menceritakan, ia tiba di Palu pada Senin (24/9/2018) sore.

“Baru keesokan harinya, saya dan rekan-rekan mulai ikut kompetisi Indonesia Open Paragliding Palu Nomoni,” ungkapnya, Selasa (2/10/2018).

Menurut dia, kompetisi tersebut seharusnya berakhir pada Minggu (30/9/2018). Namun, Jumat (28/9/2018), terjadi gempa begitu besar yang mengguncang wilayah Palu.

“Waktu itu saya menginap di homestay, dan sebagian atlet ada yang menginap di Hotel Roa Roa yang runtuh akibat gempa. Awalnya, saya juga mau menginap di situ, tapi tidak jadi,” tambahnya.

Saat terjadi gempa, Wahyudi mengaku sedang beristirahat di kamar.

“Gempanya sangat kuat, akhirnya saya lari keluar dari tempat penginapan. Guncangannya sangat dahsyat, untuk berdiri saja susah. Saat di luar, saya dengan teman-teman sempat saling berpegangan melingkar, namun kami terjatuh,” kenangnya.

Baca juga: Kemendes PDTT Kucurkan Dana Rp 15 Miliar Untuk Korban Gempa Palu

Dia menambahkan, kondisi saat itu cukup mencekam, sebab listrik mati, sinyal telepon juga hilang, dan warga berhamburan sambil berlarian, karena mengira ada tsunami.

“Akhirnya kami juga menyelamatkan diri, menuju ke tempat yang lebih tinggi. Saya dan teman-teman tidak ada yang paham lokasi, akhirnya ikut arus masyarakat saja, mencari tempat yang lebih tinggi,” kenangnya.

Selama di jalan, banyak aspal terbelah dan tidak bisa dilewati mobil. Selain itu, banyak pohon dan rumah roboh, orang terus berlarian sambil menangis.

“Pokoknya waktu itu sangat mencekam. Saya bersama dengan teman-teman naik ke daerah namanya Porame. Saya bersama warga yang lain, akhirnya beristirahat di lapangan terbuka,” terangnya.

Wahyudi mengaku, saat itu sempat kebingungan untuk menghubungi keluarganya di Bondowoso, karena sinyal telepon tidak ada.

“Akhirnya di tengah jalan, saya bertemu dengan ibu-ibu, dan ternyata sinyal telepon milik ibu tersebut bisa. Di situlah saya kemudian pinjam handphone ibu tersebut, lalu telepon istri saya, mengabarkan bahwa saya selamat,” katanya.

Barulah kemudian, keesokan harinya, Wahyudi bersama sejumlah atlet yang selamat dievakuasi ke Makassar.

“Saya sempat menginap di Makassar, karena ada rekan kami yang mengalami luka-luka, dan harus dirawat dulu di rumah sakit,” tambahnya.

Baca juga: Usai Gempa, Warga Sumba Timur Mengungsi

Akhirnya, Minggu (30/9/2018), dia bersama sejumlah rekannya dibawa ke Malang.

“Saya sempat menginap sehari di Malang, dan Senin (1/9/2018) malam, saya tiba di Bondowoso,” katanya.

Wahyudi mengaku, saat ini masih trauma jika mengingat kejadian saat gempa tersebut. Apalagi, rekan-rekan atlet paralayang juga menjadi korban meninggal dunia.

“Saya turut berduka cita atas meninggalnya rekan-rekan saya, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan,” ucap Wahyudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com