Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga Terpencil yang Langganan Konsumsi Air Keruh Saat Kemarau

Kompas.com - 15/08/2018, 12:27 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Reni Susanti

Tim Redaksi

Membutuhkan waktu 2 jam perjalanan darat dari Purwodadi untuk mencapai lokasi ini. Infrastruktur menuju lokasi juga kurang memadai dengan membelah kawasan hutan.

Baca juga: Warga Terdampak Kekeringan di Gunung Kidul Capai 116.000 Jiwa

Sumur tadah hujan andalan warga setempat telah kering, habis cadangan airnya. Bahkan, sungai satu-satunya harapan warga, debit airnya menyusut tak bersisa. Krisis air bersih sudah menjadi langganan warga saat kemarau.

Hampir empat bulan ini, warga Desa Keyongan beramai-ramai berburu air bersih. Mereka terpaksa menggali tanah di dasar sungai setempat yang telah mengering itu.

Tanah dilubangi selayaknya sumur dengan kedalaman dan diameter yang bervariasi. Warga biasa menyebutnya "belik".

Warga bertaruh nasib mencari sumber air bersih yang kemungkinan masih tersisa di dasar sungai yang telah menjadi daratan itu.

Liang-liang ciptaan itu perlahan digenangi air. Air kemudian diciduk menggunakan gayung atau ditimba dengan ember untuk kemudian diisikan ke dalam jeriken.

Untuk memenuhi satu jeriken ukuran 40 liter, dibutuhkan waktu paling cepat 10 menit. Jeriken diangkut menggunakan motor hingga digendong. Maksimal jaraknya ke rumah ada yang sampai 2 kilometer.

Di alur sungai yang gersang itu, warga sudah membuat sejumlah belik yang bisa menampung resapan air sungai.

Setiap belik dimanfaatkan ribuan warga secara bergiliran. Meski airnya keruh, tidak ada pilihan lain, warga tidak mempersoalkannya. Setiap malam, belik ditutup menggunakan pintu kayu.

Konsumsi Air Keruh

Kamis (14/8/2018) pagi, Kuspriyati (60), warga Desa Keyongan terlihat berhati-hati menggerakkan ember saat menimba air yang memenuhi belik di sungai setempat. Hal itu ia dilakukan supaya air di dalam lubang tanah tak semakin keruh.

"Kalau tidak hati-hati, airnya semakin keruh mas. Kami harus pelan-pelan mengambil airnya," kata Kuspriyati kepada Kompas.com.

Nenek renta ini mengaku sudah hampir empat bulan menghabiskan sebagian waktunya untuk bolak-balik menuju belik. Jarak tempuh dari rumah ke belik sekitar 1 kilometer.

Air dari belik ia gunakan untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air. Bahkan, petani ini mengaku jika air dari belik juga ia konsumsi bersama keluarga. Kuspriyati tinggal bersama suami dan dua orang anaknya yang juga seorang petani.

"Kalau kemarau andalan kami ya belik. Bagi saya orang kecil, membeli air untuk minum aja susah. Jadi air dari belik yang saya minum setelah saya simpan di gentong. Dari pagi sampai siang saya bolak-balik ke belik sebelum menyusul ke sawah," kata Kuspriyati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com