Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Gunung Kidul Jual Kambing demi Membeli Air

Kompas.com - 09/08/2018, 18:58 WIB
Markus Yuwono,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Wastinah (42), warga Padukuhan Gebang, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, mengambil air untuk memasak dari bak penampungan air hujan di belakang rumahnya.

Air di bak penampungan tinggal setengah setelah dirinya membeli air bersih sekitar 3 hari yang lalu dari tangki swasta yang berkeliling setiap hari di sekitar rumahnya.

Sejak bulan puasa lalu, setiap bulan dirinya membeli 2 tangki air bersih dari tangki swasta seharga Rp 135.000. Harga yang cukup mahal bagi dirinya yang bekerja sebagai petani dan buruh tani ini.

"Mau bagaimana lagi, hidup di daerah seperti ini ya harus disyukuri saja," ucap Wastinah kepada wartawan saat ditemui di rumahnya, Kamis (9/8/2018) pagi.

Tanah pertanian yang mengering saat musim kemarau praktis tak bisa ditanami. Pendapatan suaminya yang bekerja serabutan tidak akan cukup memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga yang berjumlah empat orang ini. Apalagi bulan seperti saat ini, hajatan banyak dilakukan warga di kampungnya.

Baca juga: Musim Kemarau, 199 Desa di Jatim Dilaporkan Kekeringan

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membeli air bersih, Wastinah merelakan empat ekor kambingnya dijual.

"Lumayan saat ini (menjelang Idul Adha) harga kambing mulai naik, ada yang dijual Rp 2,5 juta, ada yang Rp 500.000, yang kecil Rp 400.000. Jualnya ke Blantik (pengepul hewan). Bisa untuk membeli air bersih," ucapnya.

Dia mengakui ada bantuan air dari pemerintah yang disalurkan ke bak penampungan air di masjid. Setiap keluarga mendapat air bersih tetapi tak banyak, hanya beberapa ember karena harus dibagi dengan ratusan keluarga lainnya.

"Semoga ada jalan keluar dari pemerintah," katanya.

Lokasi lainnya, yakni Padukuhan Pringsurat, Desa Ngloro. Warga juga harus menjual hewan peliharannya untuk membeli air.

Salah satunya adalah Kasihani (35). Dia mengatakan dirinya telah menjual 4 kambing peliharaannya untuk membeli air dari tangki swasta. Sebab, harga air dari tangki swasta naik dari Rp 140.000 menjadi Rp 150.000.

"Sudah empat kambing yang saya jual, sebagian uangnya untuk membeli air," katanya.

Diakuinya, air dari PDAM berhenti saat musim kemarau sehingga dirinya harus membeli tangki swasta. Itupun tidak bisa pesan langsung dikirim air bersih, harus menunggu antrean bersama warga lainnya.

"Jika sudah tidak punya kambing terpaksa menjual cincin untuk membeli air bersih, karena air bersih kebutuhan pokok," ujarnya.

Kepala Dukuh Pringsurat, Suparno mengatakan, sudah 4 bulan warga mengalami krisis air bersih lantaran tidak ada sumber air, dan berhentinya layanan PDAM.

"Pringsurat datarannya tinggi sehingga air dari PDAM tidak dapat mengalir. Sebagian besar masyarakat harus rela menjual hewan ternaknya untuk dijual, uangnya untuk membeli air bersih," katanya.

Di dusunnya ada 405 jiwa, 45 kepala keluarga (kk) yang terdampak kekeringan. Harapannya bantuan dropping dari pemerintah lebih diperbanyak mengingat kondisi kekeringan di Pringsurat sudah kian parah.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul, Edy Basuki mengatakan, pihaknya tidak menerima laporan permintaan dropping air ke wilayah Saptosari.

"Saptosari tidak melaporkan sejak awal, namun bantuan dari pihak swasta dan lembaga kemarin banyak yang masuk ke sana," katanya.

Baca juga: Warga Terdampak Kekeringan di Gunung Kidul Capai 116.000 Jiwa

Dia mengatakan, pihaknya berharap pemerintah kecamatan memaksimalkan pasokan air bersih ke warga, sehingga bisa merata di setiap desa.

Sampai saat ini, luas sebaran wilayah kekeringan tidak mengalami peningkatan, namun warga terdampak bertambah, dari 96.523 jiwa menjadi 116.216 jiwa.

Dia menjelaskan, setiap hari BPBD memasok air dengan menggunakan 6 unit armada tangki. Distribusi ditargetkan mampu menyalurkan 24 tangki, masing-masing bermuatan 5.000 liter air bersih.

"Setiap 14 hari sekali akan kembali ke titik yang sama," ucapnya.

Kompas TV Petani terpaksa menggunakan air limbah buangan rumah tangga untuk mengairi lahan pertaniannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com