Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Berkah Berubah Jadi Petaka Bagi Warga Kampung Nelayan Pulau Buru

Kompas.com - 17/03/2018, 19:44 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

NAMLEA, KOMPAS.com - Warga kampung nelayan di Desa Kaki Air, Kecamatan Teluk Kaiely, Kabupaten Buru, Maluku kini hanya bisa pasrah meratapi nasibnya atas kenyataan pahit yang mereka hadapi.

Hasil tangkapan berupa ikan dan hasil laut lainnya yang selama ini menjadi sumber penghidupan kini tak lagi menjadi berkah bagi warga di desa tersebut.

Sebagai salah satu kampung nelayan, hamper seluruh warga di Desa Kaki Air selama ini menggantungkan hidupnya dengan cara melaut. Hasil tangkapan yang mereka peroleh itu kemudian di jual ke Pasar demi menghidupi keluarganya.

Dari hasil melaut pula, para nelayan di kampung ini sanggup menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke kota demi meraih cita-citanya kelak. Namun berkah yang melimpah di laut yang menjadi sumber penghidupan para nelayan itu kini tak bisa lagi diandalkan seperti dulu.

Baca juga : Menunggu Langkah Tegas Menteri Luhut soal Pencemaran Laut Timor

Penyebabnya tak lain adalah Teluk Kaiely yang kaya akan ikan itu perlahan mulai tercemari limbah mercuri dan sianida akibat aktivitas tambang illegal di kawasan Gunung Botak yang belakangan kembali menggeliat.

Aktivitas tambang emas illegal yang menggunakan zat berbahaya itu ikut mencemari Teluk Kaiely lantaran, limbah beracun itu setiap hari masuk ke teluk melalui aliran sungai Wayapo dan juga sungai sungai lainnya.

“Kalau sekarang ini hasil tangkapan kita tidak lagi laku terjual di pasar, karena masyarakat telah mengetahui kalau ikan dari sini itu sudah tercemari sianida,” kata Jafri salah satu nelayan saat ditemui wartawan di Desa Kaki Air, Sabtu (17/3/2018).

Jafri mengakui bahwa aktifitas tambang illegal di Gunung Botak selama ini telah membawa malapetaka bagi para nelayan di kampungnya itu. Puncaknya setelah para penambang mulai menggunakan sianida dan mercuri untuk mengeruk emas di Gunung Botak.

Baca juga : Diduga Tambang Emas Ilegal, Lahan Warga di Lereng Menoreh Ditutup

Sebagai nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya di laut, Jafri menyadari bahwa kondisi tersebut sangatlah berat untuk dihadapi, pasalnya hasil tangkapan mereka hanya sia-sia dan tidak lagi menjadi berkah.

Dia mengaku lantaran masalah itu, banyak nelayan di desanya kini mulai frustasi lantaran hasil tangkapan mereka tak lagi laku terjual di pasar. Selama ini dia mengaku ikan hasil tangkapan nelayan selalu dipasarkan di Kota Namlea, Kabupaten Buru hingga ke Kota Ambon.

“Kalau ikan asin itu warga di Namlea sudah tahu semua itu dari desa kami, jadi saat ada masalah seperti ini mereka tidak lagi mau membeli,”ujarnya.

Sumber Air Tercemari

Tidak hanya berimbas pada hasil tangkapan nelayan, pencemaran laut Teluk Kaiely akibat penggunaan zat mercuri dan sianida oleh para penambang illegal di kawasan Gunung Botak juga ikut mengancam keselamatan warga di desa itu.

Menurut Kepala Desa Kaki Air, Tahang Bugis sejak peredaran mercuri dan sianida mulai marak di Gunung Botak, warga di desanya langsung dilarang untuk tidak lagi mengkonsumsi air yang ada di desa itu karena adanya pencemaran zat kimia.

“Sejak ada tambang di Gunung Botak itu kita dilarnag minum air sungai di desa kita karena itu sudah tercemari sianida dan mercuri,”kata dia.

Baca juga : Masyarakat Mulai Sadar Akibat Buruk Merkuri di Penambangan Emas

Pencemaran limbah mercuri dan sianida jelas sangat dirasakan dampaknya oleh warga Desa Kaki Air, karena desanya berada tepat di muara sungai Wayapo. Dari sungai inilah limba mercuri dan sianida kerap masuk ke teluk Kaiely.

Menurut Tahang, sejak lima tahu terakhir warga di desanya tidak lagi ada yang berani mengkonsumsi air di desa tersebut untuk diminum. Selama ini kata dia warga terpaksa rela membeli air minum dari Namlea dan harus dibawa dengan menggunakan motor-motor temple.

“Sudah lima tahun ini sudah ada anjuran dari pemerintah kepada warga agar jangan sekali-kali meminum air sungai Wayapo ini, jadi masyarakat terpaksa mengkonsumsi air gallon,”ujarnya.

Tahang mengaku pemerintah telah berjanji akan memasukan air bersih ke desanya, namun sejauh ini hal tersebut belum terealisasi sehingga warga desa masih harus membeli air dari Namlea untuk keperluan sehari-hari.

Baca juga : Polusi Merkuri Sebabkan Kerugian Hingga 24 Miliar Per Tahun

“Alhamdulillah ada informasi akan dimasukan air bersih ke Desa Kaki Air ini, tapi selama belum teraliasasi maka kita tetap akan membeli air minum dari Namlea,”katanya.

Khusus soal hasil tangkapan nelayan yang kini tidak lagi diminati, Tahang mengaku dulunya warga pernah melakukan protes di Kota Namlea terkait masalah itu, para nelayan juga sempat mengundang seluruh anggota DPRD Kabupaten Buru ke desanya untuk mengkonsumsi ikan hasil tangkapan nelayan di desa tersebut.

Menurut dia aksi yang dilakukan itu, termasuk kedatangan anggota DPRD ke desanya untuk menyantap ikan di desa tersebut hanya bertujuan untuk meyakinkan kebanyakan warga di Kabupaten Buru bahwa ikan hasil tangkapan nelayan dari Teluk Kaiely layak di konsumsi.

Namun saat ini warga kembali merasa khawatir karena belakangan peredaran sianida dan mercuri di Gunung Botak semakin menjadi-jadi sehingga membuat warga takut mengkonsumsi ikan hasil tangkapan nelayan dari desanya.

Baca juga : Jenis Ikan Laut yang Terpapar Merkuri Tinggi

“Setelah kita demo dan anggota DPRD datang langsung menyantap ikan di desa kita, ikan-ikan dari desa ini kembali di beli tapi sekarang sudah tidak dibeli lagi,”ujarnya.

Menurut dia kondisi semakin mengkhawatirkan karena beberapa hari lalu, warga digegerkan dengan penemuan seeokor kerbau yang mati mengembang di Teluk Kaiely karena diduga terpapar sianida.

“Jadi yang menjadi kekhawatiran itu, ikan-ikan semua sudah terkena sianida dan mercuri,”uajrnya.

Tertibkan Peredaran Sianida

Peredaran sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak belakangan ini sungguh sangat memprihatinkan. Para penambang ilegal secara terang-terangan menggunakan zat kimia berbahaya itu untuk mengeruk emas dengan sangat bebasnya tanpa ada tindakan apapun dari pemerintah dan juga aparat berwenang.

Sejauh ini para penambang illegal seolah diberi keleluasaan untuk menggunakan mercuri dan sianida, meski dampak yang ditimbulkan sangatlah merusak dan mengancam keselamatan warga.

Indikasi adanya pembiaran penggunaan sianida dan mercuri Itu dapat dilihat dari banyaknya lokasi pengeloahan emas dengan metode rendaman dan tong yang membutuhkan bahan baku sianida masih bertebaran di wilayah Gunung Botak.

Baca juga : Takut Terpapar Sianida, Warga Pulau Buru Tak Lagi Konsumsi Air Sumur

Menurut Raja Kaiely, Adbullah Wael pihaknya berulang kali telah meminta pemerintah, baik pemerintah provinsi Maluku maupun pemerintah kabupaten Buru untuk mengantisipasi masalah tersebut, namun kenyataannya penggunaan zat berbahaya itu masih saja terjadi.

“Sebagai Raja Kayeli, saya sudah berulang kali menyampaikan kepada pemerintah untuk segera mengantisipasi dan menghentikan orang-orang dan oknum yang menyebarkan mercuri dan sianida ini di Kabupaten Buru,“ ungkapnya.

Abdullah mengaku penggunaan zat sianida dan mercuri sangat mengancam keselamatan dan juga mata pencaharian warganya tidak hanya di wilayah pegunungan tapi juga yang berada di wilayah pesisir pantai.

Sebagai Raja besar di Pulau Buru, Abdullah memiliki kekuasaan secara adat yang meliputi lima kecamatan yakni Kecamatan Wayapo, Kecamatan Lolong Guba, Kecamatan Wailata, Kecamatan Teluk Kaiely dan Kecamatan Batabual.

Baca juga : Protes Tambang Ilegal di Pulau Buru, Warga dan Sejumlah Organisasi Temui Gubernur

Menurut Abdullah, pencemaran yang terjadi di Teluk Kaiely saat ini sduah sangat mengkhawatirkan karenanya dia meminta aparat keamanan dapat segera menghentikan peredaran mercuri dan sianida sekaligus menertibkan aktifitas penambangan illegal di Gunung Botak.

“Pencemaran Teluk Kaiely ini karena aktifitas tambang di Gunung Botak yang mengalir lewat sungai Wayapo, tidak ada kata lain lagi aparat berwenang harus dapat mengambil langkah tegas untuk menertibkan Gunung Botak dari peredaran sianida dan mercuri demi keselamatan masyarakat,”tegasnya.

Abdullah yang juga ikut mengunjungi perkampungan Nelayan di Desa Kaki Air mengaku dampak dari pencemaran lingkungan akibat penggunaan sianida dan mercuri sudah sangat diraskaan oleh masyarakat nelayan saat ini. Diaman hasil tangkapan nelayan tidak lagi dibeli, dan itu merupakan sebuah petaka bagi masyarakat.

“Kalian lihat sendiri pengakuan nelayan, hasil tangkapan mereka dulu selalu habis terjual tapi dengan masalah ini ikan yang mereka juag tidak laku lagi dan diterima masyarakat. Karena itu sekali lagi saya minta kepada pemerintah daerah hingga pemerintah pusat agar segera mengambil langkah tegas,” katanya.

Baca juga : Menteri LHK Minta Penambangan Emas di Pulau Buru Disetop

Dia mendesak agar pemerintah provinsi Maluku dapat secepatnya berkoordinasi dengan aparat TNI Polri agar segera menghentikan aktifitas tambang illegal yang menggunakan sianida dan mercuri di Gunung Botak, karena jika tidak warga akan semakin terancam dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Dia mengaku selama ini sianida dan mercuri selalu masuk dengan sangat bebas melalui pelabuhan di Namlea, sayangnya tidak ada yang berhasil digagalkan oleh pihak berwenang termasuk petugas pelabuhan selama ini.

Menurutnya zat kimia berbahaya it uterus didatangkan dengan kapal-kapal ke Pulau Buru dan pemerintah seolah menutup mata dengan fakta tersebut,”Ini semacam pembiaran, padahal pintu masuk sianida dan mercuri selama ini selalu melalui jalur pelabuhan. Kami juga minta aparat TNI Polri dapat menindak tegas maslaah ini termasuk menindak oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini,”pintanya.

Dia menambahkan jika peredaran sianida dan mercuri ini tidak juga di tertibkan maka hal itu akan membuat warga semakin marah dan sudah barang tentu akan muncul gejolak antara masyarakat yang merasa terancam dan penambang illegal.

Baca juga : Kedatangan Jokowi ke Pulau Buru Jadi Ajang Curhat Warga

“Warga pasti akan marah karena mereka telah kehilangan mata pencaharian mereka, itu sudah pasti,”katanya.

Pencemaran Teluk Kaiely oleh mercuri dan sianida telah akibat aktifitas tambang illegal Gunung Botak sebelumnya telah dipaparkan sejumlah peneliti dari Universitas Pattimura Ambon termasuk dari Badan Lingkungan Hidup.

Salah satu guru besar di Univeritas Pattimura Ambon, yang juga sempat melakukan penelitian terkait Gunung Botak, Prof DR, Abraham Samuel Khow bahkan menyebut ancaman keruskana lingkungan di Pulau Buru bahkan lebih parah dari yang pernah terjadi di Minamata, Jepang. 

Kompas TV Dari Jombang, Jawa Timur, Satuan Reserse dan Kriminal menggerebek 3 rumah, yang dijadikan pabrik pengolahan cairan merkuri ilegal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com