Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan Bima di Balik Pawai Ogoh-ogoh Menyambut Nyepi

Kompas.com - 17/03/2018, 10:00 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Icha Rastika

Tim Redaksi

MAGELANG, KOMPAS.com - Umat Hindu di Magelang, Jawa Tengah, menggelar pawai ogoh-ogoh untuk menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940/2018.

Pawai tahun ini terasa berbeda karena dilakukan di bawah derasnya hujan, Jumat (16/3/2018) sore.

Hujan justru membuat peserta kirab bersemangat dan bergembira. Demikian juga ratusan warga Magelang dan sekitarnya yang menyaksikan pawai ogoh-ogoh itu.

Ada dua oboh-ogoh yang dikirab dari depan mal di Jalan Bambang Soegeng menuju Pura Wirabuwana, Kompleks Akademi Militer, Jalan Sarwo Edhie Wibowo, Magelang. Kedua ogoh-ogoh raksasa simbol buta kala itu bernama Ruk Muka dan Rukma Kala.

Mulai dari anak-anak hingga orang tua, dari warga umum hingga anggota TNI dan Polri, bersama-sama melakukan kirab.

Semua peserta kirab mengenakan pakaian adat khas umat Hindu di Bali, dan iringan gamelan menambah suasana semarak seperti di Pulau Dewata.

Baca juga : Sambut Nyepi, Ratusan Ogoh-ogoh Diarak di Pulau Seribu Masjid

Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Magelang I Gede Suarti menyampaikan, pawai ogoh-ogoh memiliki makna untuk mengusir roh jahat di dalam maupun luar tubuh manusia. Dengan demikian, pelaksanaan catur brata penyepian dapat berjalan lancar.

“Setiap tahun kita melaksanakan pawai ogoh-ogoh ini. Kali ini beserta sekitar 200 umat dari seluruh wilayah Magelang,” ujarnya di sela pawai.

I Gede Suarti menyampaikan, ada kisah dan filosofi yang diyakini para umat Hindu pada pawai ogoh-ogoh ini. Cerita tersebut berjudul “Bima Mencari Tirta Amerta”.

Dikisahkan, ada seorang bernama Bima disuruh oleh Resi Durna untuk mencari tirta amerta untuk kesejahteraan manusia.

Bima diperintah mencari tirta di sebuah hutan, tetapi yang ditemui justru dua raksasa dan terjadi perkelahian.

Dalam perkelahian itu, lanjutnya, Bima kalah dan kembali menemui Resi Drona. Oleh Drona, Bima diminta ke laut selatan untuk kembali mencari tirta amerta.

Karena tidak ketemu juga, akhirnya Bima dibantu oleh Dewa Ruci. Dewa Ruci inilah yang memberi Bima Tirta Amerta.

Menurut Gede Suarti, Tirta amerta ini merupakan berkah untuk kesejahteraan umat manusia.

“Filosofinya siapa pun yang bekerja jangan ragu-ragu, karena kalau ragu-ragu tidak akan ada hasil. Maka, kita tidak boleh ragu-ragu dalam bekerja, sehingga akan mendapatkan hasil,” kata dia.

Ia menuturkan, sebelum diadakan pawai, segenap umat melakukan pembersihan jasmani dan rohani serta peralatan di lingkungan Pura Wirabuwana.

Di Pura ini pula diadakan Tawur Agung Kesanga dalam rangka memberikan nyagna ke buta kala.

“Setelah pawai, di malam hari kita melaksanakan sembahyang di Pura secara bersama-sama. Baru Sabtu (17/3/2018), kita merayakan nyepi selama satu hari satu malam di rumah masing-masing,” katanya.

Baca juga : Pawai Ogoh-ogoh Sambut Nyepi Jadi Wahana Wisata Unik di Mamuju Tengah

Dalam perayaan Nyepi tahun 2018 ini, ia berharap tetap ada kedamaian di Indonesia. Apalagi, tahun ini merupakan tahun politik, atau tahun dilaksanakannya pilkada serentak di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Magelang.

“Semoga kedamaian senantiasa menyelimuti bangsa Indonesia dan kesejahteraan makin meningkat untuk masyarakat,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com