Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setetes Darah untuk Anjani, Bocah 10 Tahun Penderita Talasemia

Kompas.com - 28/02/2018, 07:30 WIB
Ari Maulana Karang,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com - Selang infus masih menempel di tangan kiri Anjani (10), sedangkan tangan kanan Anjani asyik memainkan krayon warna-warni dalam kertas gambar yang disimpannya di atas bantal tempat tidur yang ada di ruang khusus bagi penderita talasemia di RS TNI AD Guntur, Garut.

Hari itu, Selasa (27/2/2018), Anjani harus kembali menjalani transfusi darah yang kesekian kalinya setelah tubuhnya "menagih".

Transfusi darah ini dilakukan biasanya sebulan dua kali atau paling lambat 20 hari sekali setelah Anjani divonis menderita talasemia.

Ditemani adik perempuan dan ibunya, Fitri Awaliyah (32), Anjani rencananya akan mendapatkan transfusi darah sebanyak satu labu.

Meski harus berlama-lama menjalani transfusi, Anjani sudah terbiasa dengan suasana ruang khusus bagi penderita talasemia di RS TNI AD Guntur. Ruangan itu memang sengaja dibuat nyaman dan ramah untuk anak penderita talasemia, seperti Anjani, dan keluarganya sehingga tak merasa bosan.

Selain Anjani, di ruang tersebut masih ada enam penderita talasemia lainnya yang juga tengah menjalani transfusi darah yang kebanyakan adalah anak-anak. Mereka ditemani oleh orangtua dan keluarganya yang lain.

(Baca juga: Menghalau Talasemia dari Aceh, antara Takhayul dan Medis (1))

Selama menjalani transfusi, anak-anak bisa bermain di atas ranjang dari mulai mewarnai hingga memainkan mainan lainnya.

"Rata-rata sehari bisa sampai 6 atau 7 orang yang datang untuk ditransfusi, kapasitas ranjangnya hanya ada 8 ranjang, pernah sehari sampai lebih dari 12 orang," ungkap Sri Sanny, salah satu perawat di ruangan tersebut.

Ruangan khusus bagi penderita talasemia di RS TNI AD Guntur sengaja disediakan mengingat fasilitas yang sama yang ada di RSUD dr Slamet Garut sering kelebihan pasien. Jadi, saat ini para penderita talasemia bisa punya pilihan.

"Mulai ramainya setelah RSU kena banjir Cimanuk tahun 2016 karena sulit melayani pasien talasemia, mereka akhirnya pindah ke sini," katanya.

Sanny menjelaskan, semua penderita talasemia yang telah terdaftar tidak harus mengeluarkan biaya saat menjalani pengobatan rutin berupa transfusi darah karena, pemerintah telah menjamin pengobatannya dalam program BPJS.

Yang jadi masalah adalah, sulitnya menjaga ketersediaan labu darah bagi para pasien tiap harinya.

"Satu pasien bisa menghabiskan satu labu darah setiap kali transfusi, kadang kalau golongan darahnya tidak ada, kami harus cari dulu atau mencari pendonor yang golongan darahnya sama," ungkap Sanny.

Di RS TNI AD Guntur, lanjut Sanny, jumlah penderita talasemia yang rutin berobat menjalani transfusi jumlahnya mencapai 80 orang. Setiap hari, mereka bisa mendapatkan pelayanan hanya dengan cara menunjukkan kartu BPJS milik mereka.

Berharap sembuh

Fitri Awaliyah (32), ibu dari Anjani, mengungkapkan, anaknya divonis menderita talasemia sejak usia tiga bulan. Saat itu, anaknya sering muntah saat diberi ASI dan badannya kuning.

Dari hasil tes labolatorium yang dilakukan, ternyata kandungan darah merah dalam darah anaknya sangat rendah hingga akhirnya divonis talasemia dan harus rutin transfusi darah.

"Sekarang mah sudah biasa lagi (diinfus). Dulu mah susah karena takut, makanya harus dibujuk dulu agar mau diinfus," katanya.

IlustrasiShutterstock Ilustrasi
Sebagai orangtua dengan anak penderita talasemia, Fitri mengaku sudah mengetahui betul ciri-ciri saat anaknya butuh transfusi. Biasanya, jika anaknya sudah mengeluh pusing, lemas, dan lesu, saat itulah anaknya harus segera mendapatkan transfusi darah.

Anjani sendiri mengaku saat ini sudah terbiasa dengan jarum infus dan sudah tak takut lagi. Apalagi dirinya sadar betul transfusi darah bisa membuat dirinya bisa kembali beraktivitas seperti kebanyakan anak lainnya.

"Kalau kepala sudah pusing, terus batuk-batuk, langsung ke sini. Sudah diinfus, biasanya lebih enak," kata siswa kelas 3 SD di wilayah Kecamatan Cibatu ini.

Meski menderita penyakit yang hingga saat ini belum ada obatnya. Anjani tetap optimistis. Bahkan dirinya kelak bercita-cita bisa menjadi seorang dokter agar bisa mengobati orang yang sakit.

Pentingnya setetes darah

Sementara itu, Ketua Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) Kabupaten Garut Pipin Suhendar mengatakan, penyandang talasemia di Garut saat ini jumlahnya mencapai 265 orang dari yang berusia balita hingga dewasa.

Saat ini, mereka mendapatkan pelayanan pengobatan di RSUD dr Slamet Garut dan RS TNI AD Talun. Namun, yang jadi masalah adalah ruangan yang disediakan di dua rumah sakit tersebut didesain untuk penyandang talasemia anak-anak. Padahal, penderita talasemia dewasa saat mendapatkan transfusi harus sampai menginap.

"Kalau yang dewasa kan labu darah yang dibutuhkan lebih banyak, jadi harus nginap," katanya.

(Baca juga: Derita Talasemia, Bocah Finza Harus Transfusi Darah Setiap Bulan)

Namun, menurut Pipin, tahun ini pemerintah telah berencana membangun ruangan khusus bagi penderita talasemia, yaitu Thalasemia Center di RSUD dr Slamet Garut. Rencananya, tempat ini juga akan dilengkapi ruang rawat inap.

Selain harus rutin mendapatkan transfusi darah, lanjut Pipin, para penderita talasemia juga harus minum obat khusus setiap hari untuk menghindari adanya tumpukan kandungan zat besi pada organ tubuh seperti limpa, hati dan paru-paru.

"Seperti penyakit anemia berat, tapi talasemia disertai dengan disfungsi limpa yang tak bisa menyaring kandungan zat besi dalam darah, kalau hanya kekurangan darah banyak orang juga biasa ngalami tapi talasemia diikuti dengan disfungsi limpa," tutur Pipin.

Disfungsi limpa inilah, lanjut dia, yang sering membuat para penyandang talasemia kulitnya hitam kusam dan juga perut membuncit. Hal ini terjadi karena limpa tidak bisa menyaring kandungan logam dalam darah yang dibawa dari zat-zat makanan.

"Obat yang diminum tiap hari ini, membantu fungsi limpa mengurai zat logam pada darah, bentuk obatnya macam-macam, makin dewasa dosisnya makin banyak yang harus di konsumsi," katanya.

Untuk menghindari kerusakan organ-organ dalam tubuh para penyandang talasemia akibat kandungan logam, menurut Pipin, orangtua anak penyandang talasemia harus bisa menjaga kadar kandungan sel darah merah (Hb) dalam darah tidak sampai di bawah angka 9.

Sebelum Hb-nya 9, baiknya penyandang talasemia segera mendapatkan transfusi darah. Jika sampai sering telat, biasanya limpa didalam tubuhnya harus sampai di potong karena sudah tak berfungsi lagi.

"Kalau sudah begini lebih repot, interval transfusi bisa lebih sering, belum lagi obatnya juga harus terus diberikan selama 10 jam setiap hari seperti infus, ada alatnya khusus memang, tapi tetap saja repot," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com