Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghalau Talasemia dari Aceh, antara Takhayul dan Medis (1)

Kompas.com - 23/10/2017, 18:42 WIB
Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Bagai petir menyambar di siang bolong, begitulah perasaan Husna (40) ketika mendengar vonis dokter di RS Zainal Abidin atas putri ketiganya, Rahmawati, pada 2010 silam.

Anaknya yang berusia tiga tahun itu dinyatakan menyandang talasemia, sejenis penyakit kelainan darah. Ini berarti, Rahmawati harus mendapatkan tansfusi darah sekali sebulan atau bahkan lebih sering lagi.

Husna makin terpuruk ketika dokter juga menjelaskan bahwa talasemia adalah penyakit yang diturunkan dari kedua orangtua. Bagaimana tidak, saat itu dia tengah mengandung anak keempat.

Dengan perasaan tak menentu, Husna menemani Rahmawati ditransfusi di Sentra Talasemia RS Zainal Abidin. Kadar hemoglobin (HB) anaknya yang semula 3 beranjak naik sehingga dokter mengizinkan mereka pulang ke rumah.

Sementara itu, di rumah, giliran suaminya, M Daud (42) jatuh sakit dan harus masuk rumah sakit. Dokter memvonisnya menderita gangguan prostat, sebuah istilah yang tidak dipahaminya.

Tidak berapa lama, sang suami berpulang, meninggalkan Husna dan calon bayi mereka yang berumur 3 bulan dalam kandungan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, anak keempatnya ternyata lahir dengan talasemia. Aura namanya, kini berusia 7 tahun.

(Baca juga: Derita Talasemia, Bocah Finza Harus Transfusi Darah Setiap Bulan)

Sejak lahir, Aura menyandang talasemia mayor. Dia rutin ditranfusi sejak usia sepuluh bulan, bersama kakaknya di RS Zainal Abidin.

Husna bercerita, pada awalnya, dia tak mengerti kenapa Rahmawati selalu terlihat begitu lemas dan pucat. Dia malah sempat berpikir anak dan suaminya diganggu makhluk halus.

“Karena sebelumnya kami tak sempat membuat ritual untuk melancarkan kegiatan di sawah,”   ujar Husna saat menceritakan kisahnya, awal September 2017.

Titik terang soal penyakit anaknya baru muncul setelah Puskesmas merujuk anaknya itu ke RS  Zainal Abidin, Rumah Sakit Utama di Provinsi Aceh, yang jaraknya lumayan jauh, lebih dari satu jam perjalanan dengan kendaraan bermotor roda empat.

"Buta" talasemia

Nurhayati (48) sama butanya dengan Husna akan talasemia. Berkali-kali, dia dan suaminya berurusan dengan orang pintar di kampungnya di Kabupaten Bireuen untuk mengobati anak-anaknya yang selalu lemas dan pucat.

Bahkan, salah satu anak mereka, Fauzannur (14), sudah mengalami kelumpuhan karena rasa lemas yang ekstrem dan kadar hemoglobinnya tak pernah naik dari angka 3-4.

“Kami disarankan untuk memindahkan rumah beberapa meter dari lokasi yang ada oleh orang pintar itu, karena katanya ada sesuatu benda yang tertanam di bawah rumah kami,” ujar Nurhayati.

“Dibantu tetangga kami pun menggeser rumah kami beberapa meter ke samping,” tambah dia.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com