Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjara di Sumut Overkapasitas, Peran dari Masyarakat Juga Diperlukan

Kompas.com - 02/12/2017, 08:18 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Sumatera Utara memiliki 33 rumah tahanan negara (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota. Saat ini, kondisinya bukan lagi overloaded, melainkan sudah overcrowded.

Sebab, daya tampung semua lapas dan rutan itu seharusnya 10.732 orang, tetapi angka itu membengkak menjadi 29.446 orang. Jika dipersentasekan, terjadi overkapasitas 286 persen.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Sumatera Utara Kementerian Hukum dan Hak Asasi (Kadiv Pas Kanwil Sumut Kemenkumham) Hermawan Yunianto saat dikonfirmasi Kompas.com via ponselnya mengatakan, melimpahnya jumlah warga binaan di Sumut bermula dari penegakan hukum pidana dari penyidikan polisi, penegakan, dan penuntutan oleh jaksa, pemeriksaan di sidang pengadilan oleh hakim, lalu bermuara ke lapas dan rutan.

Pihak lapas dan rutan sudah bekerja mulai dari proses awal penyidikan, inilah yang disebut pra-ajudifikasi karena tersangkanya ada di lapas dan rutan. 

"Maksudnya begini, tidak semua pelanggar hukum harus masuk ke lapas. Ada kebijakan tindakan pemidanaan yang namanya restorative justice, selektiflah. Mana yang pantas dihukum, mana yang tidak, kira-kira begitu. Karena kalau semua dijebloskan ke penjara, mau berapa pun lapas dibangun, ya enggak pernah muat," kata Hermawan, Jumat (1/12/2017).

Dia bilang, publik harus mengetahui permasalahan dan kondisi yang dialami lapas dan rutan, jangan langsung menuding gagal dan salah. 

"Ya, gagallah kalau setiap hari disiram napi terus, disiram tahanan terus. Tidak pernah ada seleksi," ucap Hermawan.

Baca juga: Todong Sipir dengan Senjata Api, 2 Napi Lapas Pekanbaru Melarikan Diri

Saat ini, lanjut dia, yang diperlukan adalah latar belakang pemidanaan yang seharusnya seragam di pikiran semua penegak hukum. Tujuan pemidanaan bukan tindakan balas dendam dari negara, ini prinsip di lingkungan pemasyarakatan. Kalau ini menjadi dasar pemikiran semua penegak hukum, maka tidak semua pelanggar hukum dijebloskan ke penjara.

"Kalau semua dijebloskan ke lapas, ya tidak akan pernah muat. Bukan berarti kami menolak, biar masyarakat tahu. Memang tugas kami menampung semua tahanan," kata dia.

"Di dalam lapas itu banyak faktor yang sangat buruk pengaruhnya, ini yang kami jaga. Bagaimana bisa mengawasi keamanan, melayani pembinaan, merawat kesehatan para penghuni kalau mengatur tidur saja sulit," tambah dia.

Khususnya untuk anak, sudah ada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang sudah sangat efektif. Kata Hermawan, setiap anak yang melanggar hukum harus menempuh peradilan dan prosedur diversi di semua tahap proses hukumnya. Anak diupayakan untuk tidak menjalani hukuman. Kalau tidak, anak menjalani pidana yang bentuknya latihan kerja.

"Ini lebih efektif, jadi enggak berjubel. Perikehidupan di dalam lapas dampak buruknya sangat tinggi. Saya bilang namanya faktor kriminogen, ini faktor-faktor hulu yang berpengaruh kepada para penghuni lapas yang bisa melahirkan kejahatan-kejahatan baru," ujar dia. 

"Sekarang orang cenderung narkoba. Dari mencuri sandal, masuk penjara, kenal sama bandar narkoba. Jadi kurir, akhirnya jadi bandar juga. Ini yang harus kita jaga. Kalau curi sandal yang nilainya Rp 25.000 dihukum sekian bulan, narkoba satu ons digenggam di tangan enggak ketahuan, harganya lebih mahal, puluhan juta. Nah, ke sana orentasinya. Tapi bagaimana kita bisa mengawasi keamanan, melakukan pembinaan, merawat kesehatan para penghuninya kalau mengatur tidur saja sulit?" sambung dia. 

Seharusnya ada urun rembuk antara para penegak hukum untuk melahirkan solusi peradilan pidana yang efesian. Tujuannya agar lapas dan rutan tidak mengalami overloaded dan overcrowded.

"Kalau overkapasitas, misalnya kapasitas 100 diisi 125, ini masih wajar. Tapi kalau kapasitas 100, isinya 500, ini sudah gawat. Inilah yang namanya overcrowded, di beberapa tempat sudah terjadi, seperti di Rutan Labuhanruku," tutur dia. 

Baca juga: Terbongkar, Terpidana Mati di Lapas Makassar Pesan 989 Butir Ekstasi

Hermawan mengerti ekspektasi dan harapan masyarakat sangat tinggi kepada lembaga pemasyarakat. Namun, karena sumber daya manusia yang sangat terbatas, dia meminta pemahaman masyarakat. Dia bilang bukan sedang menyampaikan alasan pembenaran, tetapi begitulah kondisi obyektifnya.

Dia berharap penambahan pegawai yang sedang direkrut Kanwil Sumut Kemenkumham akan mendongkrak kinerja institusinya menjadi lebih maksimal.

"Penambahan pegawai kali ini cukup lumayan untuk Sumut. Semoga akan membuat kami lebih baik lagi, menutupi kekurangan dan melaksanakan yang belum terlaksana. Masyarakat jangan berpikiran negatif teruslah sama kami," pinta dia.

Dari semua yang dia paparkan, Hermawan bilang yang paling penting adalah bagaimana hulu sebagai tempat lahirnya kejahatan, yaitu masyarakat, bisa dibendung penegak hukum. 

"Kejahatan itu produk masyarakat, bukan produknya lapas, salah itu. Kami ini hilir, tapi selalu kami yang jadi sasaran tembak, hulunya enggak pernah. Kalau banjir, hulunya bisa dikendalikan, enggak tenggelam Jakarta itu, begitulah ibaratnya," kata Hermawan.

Dia lalu menjelaskan, saat ini Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham sedang memikirkan solusi untuk mengatasi overcrowded 33 unit lapas dan rutan di Sumut. Salah satu solusi yaitu tidak mewajibkan semua pelaku tindak pidana masuk ke penjara dan pemberian hak bagi warga binaan melalui jalur pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), dan remisi. 

"Solusi yang paling tepat adalah pembangunan lapas baru. Kami sudah membangun ruang tahanan tambahan di Lapas Tanjunggusta Medan dan Rutan Labuhanruku. Tapi untuk membangun lapas baru, belum ada petunjuk,” kata dia.

Kompas TV Polisi menyita 17 ribu gram sabu dan 17 ribu ekstasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com