Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjualan Bunga Sejak Zaman Penjajahan Belanda, Mbah Suriyat Mengaku Capai

Kompas.com - 17/10/2017, 16:50 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

Kompas TV Seorang pria asal Tiongkok berusia 67 tahun, membentuk sebuah klub gymanstic yang beranggotakan puluhan orang.

Di usianya yang sudah tua, Mbah Suriyat tinggal seorang diri di lahan milik PT Kereta Api Indonesia. Dari pernikahannya yang gagal, Mbah Suriyat tidak memiliki keturunan. Rumah warisan orangtuanya juga telah dijual.

"Saya dapat izin tinggal di lahan punya kereta api. Rumahnya juga dibangunkan sama orang-orang sini," jelasnya.

Ia kemudian mengajak Kompas.com melihat tanaman yang ditanamnya di lahan kosong dekat tempatnya tinggal di seberang rel kereta api. Ada banyak jenis kembang yang dia tanam, termasuk juga kembang jambe dan juga kelapa.

Kembang Jambe dan kembang kelapa biasanya untuk pelengkap jika ada pernikahan. Sementara di depan tempat tingganya, ada pohon kembang Kantil (cempaka putih) yang tinggi dan rindang.

Beberapa kembang kantil terlihat mekar dan mengeluarkan aroma wangi. Dia mengaku lahan tersebut adalah lahan kosong, dan oleh masyarakat sekitar ia diizinkan untuk menanaminya dengan berbagai macam tanaman kembang.

"Daripada lahannya kosong, apa saja saya tanam, asalkan menghasilkan kembang dan bisa saya jual. Sudah izin yang punya lahan," jelasnya.

Di hari-hari biasa, jika ada yang membeli kembang, Mbah Suriyat akan meminta pembeli untuk langsung memetik sendiri karena dia sendiri sudah tidak begitu kuat. Dia hanya melayani langsung pembelian untuk malam Jumat legi.

Baca juga: Cerita Nenek 80 Tahun Sempat Tolak Sepeda dari Jokowi

Biasanya, pelanggan sudah pesan jauh-jauh hari agar tidak kehabisan kembang kirim. Namun saat musim kemarau atau musim hujan terus-menerus, Mbah Suriyat mengaku tidak banyak memanen kembang yang mekar karena rusak.

"Seperti sekarang. Jarang ada kembang yang mekar. Kalau musim gini ya dijual, yang ada saja seperti kembang kantil itu. Tiga kuntum ada yang beli 10.000," tambahnya.

Dengan mata berkaca-kaca, Mbah Suriyat mengaku ingin berhenti bekerja berjualan kembang karena badannya sudah sakit-sakitan. Namun jika tidak bekerja, ia berpikir tidak ada yang menanggung kebutuhannya sehari-hari.

"Ada cucu keponakan tapi saya nggak enak kalau jadi beban mereka. Mereka sudah sering antar saya kalau periksa ke dokter. Jadi ya harus kerja. Tidak ada pilihan lain," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com