Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilu Hati Aipda Rouli Tak Bisa Adopsi Bayi yang Dibuang karena Terganjal Peraturan

Kompas.com - 12/10/2017, 06:50 WIB
Kompas TV Protes juga digaungkan selebritas sekaligus aktivis kemanusiaan, Angelina Jolie. Jolie menilai, kebijakan anti imigran malah memicu munculnya ekstremis di Amerika Serikat. Dalam sebuah opini editorial yang ditulis di New York Times, Angelina Jolie mengatakan seharusnya Amerika Serikat merespons masalah pengungsi berdasarkan fakta bukan berdasar ketakutan. Di tulisannya ia tak langsung menyebut nama Presiden AS Donald Trump, tapi ia menyebut kebijakan berdasarkan agama akan menyulut api di Amerika Serikat. Angelina Jolie merupakan utusan khusus komisi tinggi PBB untuk pengungsi. Ia juga memiliki 3 anak adopsi dari luar Amerika Serikat, yakni Vietnam, Kamboja dan Etiopia.

Dalam ayat (1) pasal 3 aturan itu disebutkan bahwa calon orangtua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa dalam hal asal-usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Menurut aturan, bayi mungil itu ditentukan beragama Islam sesuai agama mayoritas warga di lokasi tempat bayi ditemukan.

"Saya cukup sedih menerima surat balasan ini, tapi saya harus tunduk pada peraturan pemerintah," kata dia.

Tak ada celah hukum

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, Retno Listyarti mengatakan tidak melihat 'jalan tengah' yang bisa menjadi pertimbangan keinginan adopsi Ida dapat dikabulkan.

"Ya tentu kalau pakai peraturan perundangan akan sulit," kata Retno.

Pencantuman agama itu, lanjut dia, Retno diperlukan dalam Berita Acara Perkara atau BAP penemuan anak. Meski, kata dia, belum tentu agama anak itu sama dengan agama mayoritas warga di tempat dia ditemukan.

"Bisa jadi (orangtuanya) tempatnya jauh di posisi itu, itu kan memang sangat sulit ya karena tidak adanya saksi yang mengetahui sehingga anak ini tidak diketahui asal usulnya, jadi anak temuan ini menggunakan aturan tadi," tutur Retno.

Dia menyebutkan, dua aturan tersebut selama ini memang menjadi rujukan karena dalam peraturan perundangan di Indonesia masalah agama menjadi faktor yang sangat penting.

"Saya enggak heran itu muncul dalam peraturan di negeri ini, mungkin di negara lain enggak, tetapi di Indonesia faktor agama ini masuk dalam peraturan perundangan sepertu juga UU perkawinan," kata Retno.

Menurut Retno, dalam perjalanannya padahal anak juga dimungkinkan memilih agama yang berbeda dengan agama orangtuanya.

Bentuk diskriminasi

Pendiri Yayasan Alit, Yuliati Umrah, menilai, pembatasan itu merupakan bentuk diskriminasi terhadap calon orangtua yang ingin mengadopsi anak.

"Kalau seperti itu kan jadinya malah diskriminatif ya terhadap mereka yang memiliki niat baik untuk mengasuh anak-anak, belum tentu juga agama mayoritas siapa pun yang ambil belum tentu menyayangi seperti orang yang membutuhkan," ungkapnya.

Menurut Yuliati, dalam kasus gagalnya proses adopsi anak oleh polwan itu dimungkinkan untuk diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan hak pengasuhan. Sementara itu, proses penyidikan untuk mencari orangtua juga bisa dilakukan.

Dia menyatakan, ada sejumlah kasus anak-anak yang mendapatkan orangtua adopsi yang berbeda agama melalui proses pengadilan.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com