Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UGM Bantah Tarik Biaya kepada Kepala Daerah yang Mendapat Penghargaan

Kompas.com - 11/09/2017, 17:37 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dekan FEB UGM Dr Eko Suwardi MSc menegaskan pihaknya tidak menarik biaya kepada kepala daerah yang akan mendapat penghargaan dan mengikuti seminar nasional bertajuk "Pengelolaan Keungan Daerah: Dari WTP Menuju Pengelolaan Keuangan yang Sehat dan Transparan".

Eko juga menyampaikan metodologi penghitungan indeks kondisi keuangan dilakukan oleh tim penilai yang kompeten serta sudah teruji secara valid.

"Kepala daerah yang menerima penghargaan ini tidak pernah dipungut biaya kontribusi untuk hadir memenuhi undangan kami. Dengan hadir menerima penghargaan, mereka sudah berpartisipasi memberikan inspirasi bagi kepala daerah yang lain," ujar Eko dalam pers rilis humas UGM, Senin (11/9/2017).

Eko menjelaskan, metodologi penghitungan indeks kondisi keuangan dilakukan oleh tim penilai yang kompeten serta sudah teruji secara valid, konsisten, dan praktis, sehingga dapat menjadi acuan untuk melihat performa masing-masing daerah.

"Penghargaan ini didasarkan pada metodologi ilmiah yang jelas, dan tim kami bersedia menjelaskan metodologi yang digunakan untuk menilai," tegasnya.

Baca juga: Wali Kota Kupang Tolak Penghargaan dari UGM

Sementara itu, Sekretaris Prodi MAKSI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Irwan Taufiq Ritonga, PhD CA mengatakan, seminar nasional terkait pengelolaan keuangan daerah dan penganugerahan keada pemerintah daerah yang memiliki nilai terbaik dalam indeks transparansi keuangan dan indeks kondisi keuangan di laksanakan pada Kamis (7/9/2017) lalu di Grha Sabha Pramana UGM.

"Ada 55 dari 75 kepala daerah atau yang mewakili hadir untuk menerima penghargaan. Penghargaan ini diberikan untuk daerah yang memiliki nilai terbaik dalam indeks transparansi keuangan dan indeks kondisi keuangan," imbuhnya.

Pemeringkatan kondisi keuangan ini didasarkan pada nilai indeks kondisi keuangan yang bersumber pada data laporan keuangan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota pada tahun anggaran 2015 yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan data sosio ekonomi yang diperoleh dari data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015.

Selain itu, pemeringkatan itu juga berdasarkan pada indeks transparansi keuangan dari data yang dipublikasikan pada laman resmi pemerintah daerah pada tahun 2016 dengan mempertimbangkan keruntutan frekuensi pengungkapan pada 3 tahun sebelumnya.

Irwan menjelaskan, seminar nasional ini sendiri berangkat dari hasil penelitian dosen dan mahasiswa MAKSI UGM tentang kondisi keuangan dan transparansi pengelolaan keuangan daerah yang dinilai masih belum optimal. Kegiatan ini diadakan untuk mengubah pola pikir para pemangku kepentingan bahwa opini WTP atas laporan keuangan pemerintah daerah dari BPK tidaklah cukup untuk menggambarkan pengelolaan keuangan yang baik.

"Opini BPK baru sekadar menginformasikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi, tapi belum mempertimbangkan kesehatan pengelolaan keuangan pemerintah daerah maupun transparansi pengelolaan keuangan daerah. Jadi WTP bukan tujuan akhirnya," jelasnya.

Irwan menekankan perlunya upaya yang lebih optimal untuk dapat menciptakan kondisi keuangan yang sehat yang tidak hanya berorientasi mendapatkan opini WTP, namun juga memperhatikan substansi pengelolaan keuangan yang sehat dan transparan.

Karena itu, dua indeks yang dirilis turut menyertakan rasio yang belum disertakan dalam indeks pengelolaan keuangan yang sudah ada sebelumnya.

"Kita punya rasio khusus yang tidak ada di indeks lain, yaitu solvabilitas layanan. Di situ kita melihat total aset tetap yang menunjukkan total sarana yang dimiliki pemerintah untuk masyarakat dibagi dengan jumlah penduduk," paparnya.

Selain solvabilitas layanan, metode penghitungan kondisi keuangan pemerintah daerah menggunakan 6 dimensi lain meliputi solvabilitas jangka pendek, solvabilitas jangka panjang, solvabilitas anggaran, kemandirian keuangan, fleksibilitas keuangan, serta solvabilitas operasional.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com