Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Bergandengan Tangan Selamatkan Harimau Sumatera

Kompas.com - 08/06/2017, 13:25 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Puluhan pasang mata jurnalis di Provinsi Bengkulu tampak sedih saat petugas Polisi Resort (Polres) Bengkulu Utara membuka ember berukuran besar berisikan kulit dan tulang harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatranensis), Minggu (16/5/2017).

Di atas meja yang telah disiapkan, tulang seberat 12 kilogram disusun ulang membentuk rangka seekor harimau sumatera dewasa berjenis kelamin jantan.

Selanjutnya kulit harimau sepanjang 180 sentimeter juga ikut diletakkan di dekat rangka. Aroma busuk dari kulit dan tulang menebar di dalam ruangan tempat konferensi pers berlangsung.

Suasana hening. Raja hutan tersebut tinggal onggokkan bangkai akibat dibantai oleh para pemburu.

Kepala Polisi Resort Bengkulu Utara, AKBP Andika Visnu di hadapan jurnalis menyebutkan bahwa tulang dan kulit harimau tersebut merupakan hasil tangkapan polisi bekerja sama dengan petugas Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) dari tangan para pemburu dan penjual kulit harimau.

“Saya ingin menangis melihat kondisi harimau tersebut, sungguh menyedihkan,” kata Andika Visnu.

Baca juga: Perburuan Harimau Sumatera Meningkat Jelang Lebaran

Pada tahun 2016, Polisi Resor Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, juga meringkus pemburu dan penjual kulit harimau. Pelaku divonis penjara empat tahun dan denda Rp 60 juta.

Polisi meyakini aktivitas perburuan dan penjualan harimau terus berlangsung secara sembunyi-sembunyi di Provinsi Bengkulu yang terkoneksi dengan Provinsi Sumatera Barat, hingga Jakarta lalu menuju luar negeri seperti China.

Perburuan dan penjualan satwa langka dilindungi yakni harimau sumatera di Provinsi Bengkulu, Indonesia, cukup tinggi. Dalam rentang 10 tahun, populasi satwa dilindungi tersebut drastis berkurang hingga 20 persen akibat perburuan.

Fatwa MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu yang merupakan lembaga para ulama dan cendikiawan muslim ikut prihatin atas kondisi harimau sumatera. MUI pusat pun menerbitkan fatwa MUI Nomor 4 tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Kelestarian Keseimbangan Ekosistem.

Fatwa tersebut menegaskan bahwa Islam menyatakan haram dan berdosa bagi pemeluknya atau Muslim melakukan perburuan dan penjualan harimau sumatera.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebong, Amin Amir menyatakan, penurunan populasi harimau terus berkurang akibat perburuan yang dilakukan masyarakat. Penegakan hukum telah banyak dilakukan, namun perburuan masih berlanjut.

“Berangkat dari kekhawatiran itu, MUI terpanggil untuk menyatakan perang melawan perburuan harimau. Kami bekali khatib dan penceramah yang desanya berbatasan dengan hutan untuk menyampaikan khutbah yang bertemakan penyelamatan satwa liar dilindungi, yakni harimau sumatera. Islam mengatur itu baik dalam Al Quran dan hadist Nabi Muhammad SAW. Ceramah tersebut akan dilakukan setiap Hari Jumat melalui khutbah Jumat," jelasnya.

Baca juga: MUI Lebong Lawan Perburuan Harimau Sumatera dengan Fatwa

Langkah MUI Kabupaten Lebong mendapatkan dukungan dari lembaga swadaya masyarakat lokal, Lingkar Institute, sebuah lembaga advokasi kebijakan dan konservasi penyelamatan harimau sumatera.

Direktur Lingkar Institute, Iswadi, menyebutkan, pihaknya ikut menandatangani kesepahaman dengan MUI untuk perang melawan pemburu dan penjual harimau sumatera.

“Populasi harimau sumatera hasil observasi di beberapa kawasan hutan memang terus berkurang akibat perburuan. Meski penegakan hukum telah dilakukan, tapi perburuan masih terjadi. Kami melihat MUI memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran masyarakat untuk menghentikan aktivitas perburuan," ujar Iswadi.

Selain LSM lokal, lembaga non-pemerintah dari luar negeri pun seperti Konsorsium Kebun Binatang yang berbasis di London, Inggris, Century 21 Tiger dan Kebun Binatang Auckland, ikut mendukung gerakan MUI Rejang Lebong.

“Aksi ini mendapatkan perhatian luas dan disuport oleh jaringan internasional yang berbasis di Inggris. Mereka menyadari bahwa harimau sumatera yang sudah langka harus dilindungi dan diselamatkan, Indonesia tentu sangat berterima kasih,” ungkap Iswadi.

Selain melakukan penyadaran masyarakat melalui pendekatan keagamaan, Lingkar Institute juga menggelar patroli rutin di Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) dengan misi membersihkan jerat harimau dan pendataan populasi harimau.

Dalam satu bulan, setidaknya terdapat satu tim terdiri dari 5 orang melakukan patroli rutin ke wilayah TNKS. Perjalanan patroli bisa memakan waktu lima hari hingga satu pekan menjelajahi hutan sambil membersihkan jerat.

“Selama patroli kami menemukan puluhan jerat harimau yang dipasang pemburu, jerat itu kami hancurkan,” ungkap Iswadi.

Baca juga: Populasi Harimau Sumatera di Bengkulu Tinggal 17 Ekor

Tahun 2018, Lingkar Institute akan melakukan pendekatan pada siswa dan guru sekolah menengah pertama (SMP) dalam upaya membangun kesadaran pelajar untuk melindungi dan menyelamatkan harimau sumatera.

“Kita berharap program dan mata pelajaran di SLTP ada menyinggung soal penyelematan dan pelestarian harimau sumatera. Kesadaran harus juga dimulai dari anak-anak, yakni pelajar,” demikian Iswadi.

Kompas TV Indonesia memiliki banyak kekayaan dan keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna. Berbicara mengenai fauna, terdapat jenis-jenis hewan yang dilindungi di indonesia, seperti harimau Sumatera, anoa, bahkan orangutan. Akan tetapi oleh ulah manusia, kini hewan-hewan yang dilindungipun, terancam punah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com