Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Dua Ekor Kerbau Mentahkan Sertifikat Tanah di Pengadilan

Kompas.com - 15/05/2017, 08:07 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Tatapan mata Mbah Mukhlisin (62) kosong di sela guratan kulit wajahnya yang menua. Kakek tiga cucu ini mengaku terus-menerus dibayangi perasaan gelisah.

Dia tak habis pikir, gara-gara perselisihan sepele yang terjadi di dalam keluarganya berbuntut akhir yang tragis.

Mukhlisin bersama 14 orang yang masih keluarga tinggal berdampingan di atas lahan seluas 3800 meter persegi di Dusun Nongko, RT 06 RW 09, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Selama turun temurun, mereka hidup rukun. Namun, pada awal tahun 2016, adik angkat almarhum ibunda Mukhlisin, yakni Subari (76), mendadak menggugat keluarga besar petani itu di pengadilan.

Subari ingin mengambil alih seluruh lahan yang disebut Mukhlisin sebagai warisan kakek kandungnya. Subari bersikeras bahwa lahan warisan Mbah Marto Kasmin itu secara sah adalah miliknya sehingga lima keluarga yang selama ini tinggal di atasnya harus hengkang.

Sempat digelar mediasi, namun gagal.

Sampai akhirnya pada Kamis (4/5/2017), hakim di persidangan Pengadilan Negeri Purwodadi di luar dugaan memenangkan gugatan Subari. Keputusan hakim itu menjadi pukulan keras bagi Mukhlisin dan sanak saudaranya. Mereka menangis dan menjerit karena geram setelah mendengar keputusan hakim tersebut.

"Awal mulanya, anak saya, yakni Nurul Huda, sedang memperbaiki rumah. Namun tiba-tiba Subari mengamuk dan menuding Nurul Huda menyerobot tanahnya. Kami sudah melerai supaya persoalan kecil itu jangan diperpanjang. Tapi Subari ngeyel dan menggugat kami," tutur Mukhlisin saat ditemui Kompas.com di rumah saudaranya di Kecamatan Wirosari, Kamis (11/5/2017).

Kini hancur sudah asa belasan keluarga Mukhlisin. Mereka terancam bakal diusir dari rumah.

"Di atas lahan warisan simbah kandung saya, ada adik, anak dan cucu saya. Hingga saat ini ada 7 rumah, mushala dan madrasah. Tahun 1986, sudah disertifikatkan resmi dan punya hak masing-masing. Subari yang merupakan anak angkat simbah saya mendapat 1.200 meter persegi. Saya 1.240 meter persegi dan adik saya Waji mendapat 1.400 meter persegi," ungkap Mukhlisin sembari menunjukkan bukti sertifikat tanah yang dimaksud.

(Baca juga: Jokowi: Sudah Ada Sertifikat Tanah, Silakan Datang ke Bank, tetapi Hati-hati...)

Mukhlisin beserta keluarganya merasa janggal oleh keputusan hakim tersebut. Terlebih lagi, terselip keterangan dari Subari yang menurut mereka sangat tidak masuk akal.

"Subari menyatakan jika tanah yang kami tempati ini sudah dibelinya dengan dua ekor kerbau. Dua ekor kerbau itu katanya telah diserahkan kepada simbah saya. Mana buktinya? Bukti tertulis seharusnya ada. Pihak desa juga tidak mempercayai hal itu. Kami semua tidak pernah melihat dua ekor kerbau itu. Ini sangat konyol," ungkap anak pertama Mukhlisin, Nurul Huda.

Dalam kasus sengketa tanah ini, Subari menggugat Mukhlisin dan keenam orang keluarganya. Bahkan Subari juga menggugat pihak Kelurahan serta Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan karena dinilainya telah memberikan keterangan palsu.

"Anehnya lagi, data Kantor Pertanahan diabaikan oleh hakim. Padahal data dari intansi pertanahan itu kan valid. Kenapa diragukan? Kami juga curiga sertifikat telah dipalsukan," tegas Nurul Huda.

"Usai keputusan itu, kami diberi waktu lima belas hari untuk ajukan banding. Pastinya kami akan ajukan banding mempertahankan hak kami. Tapi kan harus menyewa pengacara. Uang dari mana itu akan kami upayakan," imbuh Nurul Huda.

Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan, Budiono, ketika dikonfirmasi juga mengaku terkejut dengan keputusan hakim yang telah memenangkan gugatan Subari.

Atas keputusan hakim itu, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan selaku tergugat pun berencana mengajukan banding. Menurut Budiono, validitas data sertifikat tanah yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) seharusnya bisa menjadi acuan.

Sertifikat tanah Subari adalah seluas 1.200 meter persegi, Mukhlisin seluas 1.240 meter persegi dan Adik Mukhlisin yakni Waji seluas 1.400 meter persegi. Sertifikat tanah itu telah diterbitkan pada tahun 1986.

"Jujur kami sangat malu dan merasa tertampar dengan putusan hakim yang memenangkan gugatan Subari. Dasar hukumnya apa si hakim? Kami sangat heran dan merasa aneh dengan keputusan itu. Semua data yang ada di kita sudah diserahkan ke pengadilan. Seharusnya dibaca dan ditelaah dengan seksama. Jangan dibaikan dong data dari BPN. Kami akan banding pastinya, karena kami juga tergugat," tegas Budiono.

Sementara itu Kuasa Hukum Subari, Rustiyono, mengatakan, tanah seluas 3‎.800 meter persegi tersebut telah dibeli oleh Subari pada tahun 1963. Tanah itu dibayar Subari menggunakan dua ekor kerbau kepada Parmi yang diyakini Subari sebagai pemilik tanah.‎

Awal mulanya, sambung Rustiyono, Marto Kasmin menikah dengan Juminah mempunyai dua anak yakni Ngadimin dan Sanem, ibu Mukhlisin. Sepeninggal Juminah, Marto Kasmin kemudian menikah dengan Suyati, ibu angkat Subari.

"Jadi kakek Mukhlisin yakni Marto Kasmin menikah lagi dengan Suyati yang sudah mempunyai anak angkat yakni Subari. Sedangkan Marto Kasmin sudah mempunyai dua anak, satu di antaranya adalah ibu Mukhlisin. Mereka kemudian tinggal di atas lahan Mbah Parmi. Lahan Mbah Parmi itu padahal sudah dibeli Subari dengan dua ekor kerbau. Ada bukti tertulisnya," kata Rustiyono.

Rustiyono pun mempersilakan pihak tergugat jika ingin mengajukan banding.

"Silakan banding. Bukti sertifikat tanah dari BPN pun dimentahkan oleh Pengadilan Negeri ‎Purwodadi karena dinilai tidak sah," kata Rustiyono.

 

 

Kompas TV Seorang lurah dan sekretaris kelurahan di Kumeresot, Kecamatan Ranowulu, Bitung, Sulawesi Utara, terjaring tim saber pungli dalam operasi tangkap tangan. Kedua oknum kelurahan yang baru saja dilantik itu kedapatan memungut biaya pengurusan sertifikat tanah prona. Kini keduanya menjalani pemeriksaan dari penyidik Polres Bitung. Selain menangkap tersangka, polisi juga mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 2,5 juta dan sejumlah sertifikat diamankan di Polres Kota Bitung. Kedua tersangka diancam hukuman pidana pasal pemerasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com