Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Rumah Belajar Bibinoi, Pernah Diusir Kepala Desa hingga Berhasil Cetak Sarjana

Kompas.com - 09/05/2017, 07:00 WIB
Kiki Andi Pati

Penulis

Zahra mengaku, sejak kelas V SD ia sering belajar di Rubi, mulai dari belajar menari, mendongeng hingga membaca buku.

Kebanyakan anak-anak Rubi suka membaca buku cerita rakyat dan buku-buku bergambar, termasuk buku komputer dan ilmu pengetahuan lainnya.

"Usia adik-adik yang sering datang ke sini sekitar 10 dan 11 tahun. Rubi buka mulai pukul 14.00 siang dan tutup sekitar pukul 17.30 sore," ujarnya.

Pernah "diusir"

Syamil mengagas ide pembentukan Rumah Belajar Bibinoi tahun 2009 hampir bersamaan dengan pendirian organisasi remaja desa yang ia beri nama Ikatan Remaja Bibinoi (IRBI).

Inisiatif terbentuknya Rumah Belajar Bibinoi itu atas kegelisahan Syamil melihat kondisi realitas di desanya, banyak kasus anak putus sekolah dan pergaulan anak-anak di desa yang tidak terkontrol.

Saat itu, ia masih kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

"Pada semester akhir kuliah saya pulang ke Desa dan melihat perkembangan anak-anak sangat kritis. Seperti kurangnya akses akan pendidikan terutama akan buku juga tehnologi sangat minim," ungkapnya.

Kemudian, Syamil mendekati beberapa siswa dan anak-anak muda desa untuk memfasilitasi mereka terutama pembelajaran di sekolah. Apa saja yang kurang di sekolah, lalu ia mencoba merangsang mereka untuk mau belajar di rumah atau privat.

"Saya tawari mereka mata pelajaran matematika, fisika dan yang lainnya. Saya berfungsi sebagai mediator dan anak-anak semakin banyak datang ke rumah," tuturnya.

Karena teras rumahnya sempit, akhirnya Syamil meminjam ruangan kelas di sekolah. Tapi, ia mendapat kendala dari guru-guru di sekolah karena menggangap mereka tidak mendukung keberadaan sekolah di desanya. Akhirnya, ia meminjam tempat untuk belajar dan didapatlah lantai dua kantor desa yang tidak terpakai.

"Empat bulan berjalan saya kembali ke Makassar untuk wisuda dan saya gabung di komunitas Makassar Gemar Membaca dan jadi relawan di situ. Saya pulang ke Desa dengan membawa buku untuk perpustakaan," imbuhnya.

Hampir setahun peresmian Rumah Belajar Bibinoi, tantangan kembali menghadang. Kepala Desa saat itu "mengusir" mereka agar pindah dari kantor desa dengan alasan akan diperbaiki dan akan digunakan.

Dia bersama anak-anak Rubi mencari dukungan kepada tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, namun tetap tidak bisa.

"Sampai sekarang kantor desa itu belum diperbaiki dan tidak juga digunakan. Kenapa saya gunakan kantor desa yang lokasi tepat di tengah desa itu, karena melihat konflik horizontal tahun 1999 di mana anak-anak kristen tidak lagi bergaul dengan anak-anak muslim," tukasnya.

Dengan adanya Rubi ini, pria yang juga menjadi kepala SMK termuda ini berniat untuk menyambungkan silaturahim anak-anak tersebut. Mulai dengan buku ia perkenalkan bagaimana saling berinteraksi kembali dan tidak ada lagi perbedaan Kristen dan Muslim di Bibinoi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com