Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Farida, Wanita yang Terselamatkan Hidupnya karena Tembakau (1)

Kompas.com - 01/05/2017, 09:29 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

Kompas TV Nugget Berbahan Dasar Daun Kelor

Saraswati menguraikan bahwa ada sisi positif dari tembakau yang bisa dieksplorasi untuk kesehatan. Tembakau yang dibuat untuk rokok kesehatan berbeda dengan rokok produksi pabrik.

Tembakau yang dibuat diberi tambahan asam amino yang berfungsi untuk membunuh radikal bebas dari dalam tubuh. Racun dari dalam tubuh bisa muncul melalui saluran udara atau oksigen, pola makan, dan aktivitas keseharian lainnya.

Pola mengeluarkan racun dari dalam tubuh, sambung Saraswati, bisa dilakukan melalui terapi, apakah melalui pola balur, rokok, hingga kopi.

“Jadi pola detoks ini tidak hanya untuk orang sakit, orang yang sehat saja bisa. Terapi balur ini untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah sakit,” tambahnya.

Salah satu tenaga balur dari Griya Balur Semarang, Mulyanto mengatakan, terapi balur biasanya menggunakan tembakau sebagai bahan untuk pembongkaran racun.

Rokok yang dipakai saat awalnya biasanya nomor 2 dan 19, yang berfungsi sebagai pembongkaran racun, dan mengangkat merkuri dari dalam tubuh.

Pola detoks dilakukan untuk melakukan regenerasi sel tubuh. Pola pengobatan ini tidak berbahaya, karena tidak menggunakan bahan campuran. Tembakau tidak dicampur caos, seperti batang rokok pabrikan pada umumnya.

“Pengalaman saya sendiri, saya dulu asam urat dan rematik. Saya dibalur, jadi sembuh. Sekarang nafas bisa lebih bagus. Kondisi sudah lumayan, tidak kecanduan rokok lagi,” kata dia.

Belum teruji klinis

Dosen promosi kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Nur Jannah mengatakan, proses pengobatan melalui tembakau belum teruji secara klinis. Uji coba kesehatan, kata dia, harus melalui percobaan yang panjang, serta eksperimen yang terukur.

Jannah melihat bahwa pengobatan itu belum bisa diakui karena masih tahap laboratorium.

Penolakan lainnnya, yaitu penemuan pengobatan tembakau belum dipublikasi di jurnal internasional. Jika memang sebagai pengobatan, mestinya melalui uji klinis, yaitu di laboratorium, binatang percobaan, sampai uji coba ke manusia.

"Saya melihat itu belum sampai di sana, tapi baru sampai di efek nano, dan diuji coba melalui metode balur," kata Nur Jannah kepada Kompas.com, Rabu (3/5/2017).

Dia menyanggah tentang manfaat aurum ke dalam tubuh. Dalam tubuh manusia, kata Nur Jannah, memang dibutuhkan zat yang bersifat mikro dan makro. Tubuh, misalnya, membutuhkan zat besi dalam takaran tertentu. Aurum juga memungkinkan hal yang sama.

Jannah menegaskan bahwa dalam asap rokok mengandung zat berbahaya yang lain, salah satunya tar. Pemasukan aurum, lalu zat lain yang berbahaya justru membahayakan kesehatan tubuh.

"Itu aneh. Kalau pengobatan diambil bahan aktif dari zat lain juga bahaya. Efek nikotin misalnya itu memicu dopamin, bahwa ada zat dikeluarkan oleh otak membuat nyaman, enak dan tenang. Saya rasa kesembuhan perlu dibuktikan dari efek nikotin," jelasnya.

"Suatu yang belum jelas publish-nya belum bisa dikatakan penelitian yang dipercaya. Jadi seperti pseudo science atau ilmu pengetahuan yang dipakai untuk membenarkan sesuatu. Sejauh yang saya baca di jurnal bahwa asap rokok berbahaya. Dalam posisi seorang gak ada harapan, medis lama dan mahal, maka pengobatan divine jadi alternatif. Itu belum ada standardisasi tapi dipercaya ada efek yang nyata," ujarnya.

Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Nazar Nurdin, kontributor Kompas.com di Semarang, sebagai peserta program Fellowship Membaca Kretek 2017 yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com