Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir Perjuangan Fidelis Merawat Sang Istri dengan Ganja (Bagian 1)

Kompas.com - 04/04/2017, 06:21 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SANGGAU, KOMPAS.com - Fidelis Arie Sudewarto (36) hanya bisa pasrah. Sejak petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Sanggau menangkapnya karena menanam 39 batang pohon ganja (cannabis sativa) pada 19 Februari 2017, saat itu pula upayanya merawat sang istri, Yeni Riawati, berakhir.

Fidelis, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sanggau ini menanam ganja untuk mengobati istrinya yang didiagnosa menderita syringomyelia atau tumbuhnya kista berisi cairan (syrinx) di dalam sumsum tulang belakang.

Sang istri akhirnya meninggal dunia tepat 32 hari setelah Fidelis ditangkap BNN.

Pernikahan Fidelis dan Yeni dikaruniai dua orang anak, yaitu Yuvensius Finito Rosewood (15) dan Samuel Finito Sumardinata (3).  Sebelumnya, Yeni sehari-hari bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 3 Mukok.

Yohana LA Suyati, kakak kandung Fidelis, menceritakan, Yeni mulai menderita penyakit itu ketika hamil anak kedua mereka, Samuel, pada tahun 2013. Saat itu, kaki sebelah kanan Yeni sakit dan tidak bisa digerakkan sehingga dibawa ke RSUD Sanggau.

"Saat itu dokter tidak bisa mendiagnosa dan mengatakan itu bawaan hamil, kemudian Yeni dibawa pulang kembali ke rumah," ujar Yohana saat ditemui di rumah Fidelis, Senin (3/4/2017) sore.

Dokumentasi keluarga Kondisi Yeni Riawati, istri Fidelis Arie Sudewarto saat menjalani perawatan di rumah sakit setelah Fidelis ditahan BNN Kabupaten Sanggau.
Baca juga: Tanam Ganja untuk Pengobatan Istri, Fidelis Tak Seharusnya Ditangkap dan Dibui

Tak lama berselang, Yeni pun melahirkan secara normal dengan kondisi anak dan ibu sehat. Namun, pada tahun 2014 ketika bayi berusia lima bulan, sakit yang dialami Yeni kambuh. Kali ini, kedua kakinya sakit dan tidak bisa digerakkan.

Yeni kemudian dibawa kembali ke RSUD Sanggau dan didiagnosa menderita penyakit Sindrom Guillain Barre dan dirujuk ke RS Santo Antonius Pontianak.

Setibanya di Pontianak, hasil laboratorium dari RS Antonius tidak menemukan indikasi adanya penyakit tersebut.

"Namun, berdasarkan pemeriksaan radiologi (MRI) di Antonius, ada kemungkinan menderita syringomyelia," ujar Yohana.

Setelah mengetahui hasil diagnosa MRI tersebut, Yeni kemudian dibawa kembali ke Sanggau. Pihak keluarga kemudian mencoba pengobatan alternatif dengan terapi pijat saraf di daerah Bodok, Kabupaten Sanggau.

Yeni menjalani pengobatan selama dua minggu di tempat terapi tersebut dan menunjukkan perkembangan, yaitu jempol kakinya sudah mulai bisa digerakkan. Lantaran menunjukkan adanya perubahan dan terlihat mulai sehat, Yeni kemudian dibawa pulang ke rumah.

Namun, tak lama berselang, sekitar tahun 2015, penyakitnya kembali kambuh dan dibawa ke RS Sanggau dan didiagnosa menderita psikosomatis (gangguan kejiwaan) sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Singkawang.

Karena di RSJ Singkawang tidak ada layanan rawat inap, Yeni kemudian dirujuk lagi ke Rumah Sakit Santo Vincentius Singkawang dan dinyatakan boleh pulang karena tidak ditemukan kelainan kejiwaan. Lanjutkan ke halaman dua

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com