Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nenek Samitun Bertahan Hidup Puluhan Tahun Tinggal Bersama Kambing

Kompas.com - 23/04/2017, 07:24 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

PONOROGO, KOMPAS.com — Kendati usianya sudah renta, Samitun tak pernah menyerah dengan kerasnya hidup. Di usianya yang masuk 86, nenek sebatang kara itu terus bertahan hidup meski hanya mengandalkan dengan tiga ekor kambing peliharaanya.

Kisah kehidupan Samitun yang hidup dengan tiga ekor kambing di dalam rumahnya menjadi ramai diperbincangkan di media sosial facebook. Beberapa netizen mengunggah foto Samitun bersama tiga ekor kambing yang hidup di dalam rumahnya.

Pagi itu, Jumat ( 21/4/2017), Samitun baru tiba di rumahnya dengan membawa sekeranjang rumput dari hutan untuk makan siang tiga ekor kambingnya. Setibanya di rumah, Samitun langsung meletakkan keranjang berisi rumput dan langsung menyapa tiga ekor kambingnya yang berada di dalam rumah sederhananya.

Seperti berbicara dengan manusia, Samitun meminta tiga ekor kambingnya bersabar menunggu jatah makan siang yang diberikan.

"Sabar nggih. Mangkeh angsal sedoyo (sabar ya, nanti semua dapat)," kata Samitun yang ditemui di rumahnya di RT 1 RW 3, Dukuh Brangkal, Desa Biting, Kecamatan Ponorogo,Jumat (21/4/2017) kemarin.

Agar komunikasi dengan kambingnya lancar, Samitun memberi nama ketiganya dengan panggilan Blegon, Keploh dan Gembrut.

"Kalau dikasih nama mereka dipanggil langsung datang dan ikut apa yang saya mau," jelas Samitun.

Usai memberi makan, Samitun mengambil sebuah bungkusan plastik hitam berisi ketela rebus yang digantung di paku di tiang penyangga rumah.

Samitun lalu mengambil beberapa ubi rebus itu dan menyuapi tiga ekor kambingnya secara bergantian. Dan uniknya, dalam beberapa menit, ubi rebus ditangannya sudah habis dimakan Blegon dan Keploh.

Seperti pola makan manusia, tiga ekor kambingnya diberi makan tiga kali dalam sehari. Bahkan makanan yang dimasak Samitun juga diberikan untuk tiga ekor kambing kesayangannya.

Kehidupan Samitun dengan kambing peliharannya sudah dijalaninya semenjak suaminya bernama Tego meninggal tahun 1990. Perkawinannya dengan Tego rupanya tak mendapatkan keturunan.

Pasca suaminya meninggal, Samitun lebih memilih hidup mandiri ketimbang bergantung atau ikut dengan saudara-saudaranya. Ia memutuskan tinggal di sebuah rumah tua berukuran 7 x 10 meter dengan dinding anyaman bambu yang sudah berlobang besar di berbagai titik dan berlantaikan tanah.

Sejak saat itu, sehari-harinya Samitun tidur dengan kambing-kambing peliharannya. Untuk tidur, tubuhnya dibaringkan di atas ranjang anyaman bambu lusuh yang dilapisi karung bekas. Di samping ranjang tempat tidurnya, terdapat tungku kayu tempat ia memasak.

"Kalau tidur, saya di sini. Sementara kambing-kambing itu saya lepas di dalam rumah tanpa saya ikat. Kasihan kalau diikat lehernya. Mereka sudah saya anggap seperti anak," tutur Samitun.

Samitun memperlakukan kambingnya seperti anaknya sendiri. Ia tidak pernah mengikat kambing-kambingnya selama berada di dalam rumah.

Kambingnya dibiarkan lepas di dalam rumah, hingga kotoran berserakan di mana-mana. Bahkan, ranjang bambu tempat tidurnya juga dipenuhi kotoran kambing.

Tak ada perabot rumah tangga selain lemari kayu yang sudah lapuk dan dua bekas kandang ayam. Di dalam rumahnya juga tidak ada lemari pakaian. Bajunya ia simpan di dalam karung bekas.

Sebelum memiliki tiga ekor kambing sekarang, Samitun dulu sebelumnya sering dititipi warga untuk memelihara kambing. Setelah kambing titipan itu beranak, Samitun mendapatkan jatah anakan untuk dipeliharanya sendiri.

Untuk bertahan hidup, Samitun mengandalkan tenaganya. Selain mencari rumput, ia mengumpulkan ranting kayu di hutan untuk dijual kepada tetangga yang membutuhkan.

"Harganya hanya Rp 10.000 per ikat," kata Samitun.

Tak hanya itu, ia juga mengumpulkan srintil (kotoran kambing) yang sudah mengering untuk dijual kepada petani tembakau di wilayah Kecamatan Badegan. Srintil kering dijadikan pupuk bagi petani tembakau.

"Harganya satu karung berukuran 20 kilogram hanya Rp 10.000 saja," ujar Samitun.

Tidak ingin merepotkan orang lain

Samitun mengaku banyak saudara dan tetangganya yang menawarinya untuk pindah dan hidup bersama mereka. Namun, ia menolak karena tidak ingin merepotkan orang lain. Ia lebih memilih hidup sendiri meski serba pas-pasan. Ia pun tak pernah meminta-minta kepada orang lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Sepanjang hayat dan fisiknya kuat, nenek Samitun terus bekerja dengan mencari kayu dan memelihara kambing untuk memutar roda kehidupannya. Kegigihan dan keuletannya bekerja meski hidup serba pas-pasan menjadikan nenek Samitun jarang sakit. Ia pun tak pernah mengeluh. Ia selalu bersyukur karena masih diberi umur panjang dan kesehatan.

"Kalau sakit paling hanya pusing saja," kata Samitun.

Sementara itu, keponakannya, Misiran (49) yang tinggal berdekatan dengan Samitun mengakui kakak kandung ibunya itu seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah. Tak hanya itu, Samitun juga tak pernah menggantungkan dan meminta bantuan kepada orang lain selama hidup sendiri.

"Beliau itu seorang pekerja keras sejak masih muda sampai sekarang," kata Misiran.

Menurut Misiran, keluarganya berulang kali menawari agar Samitun mau tinggal serumah dengan ibunya, istri dan anaknya. Namun Samitun lebih memilih hidup bersama kambing-kambing peliharannya. Namun saat sakit, Samitun baru mau tinggal dengan keluarganya.

"Kalau sudah sehat, Mbah Samitun kembali lagi dengan aktifitas dan memilih tinggal bersama kambingnya," kata Misiran.

Misiran mengaku heran meski hidup dan tinggal bersama kambing, Samitun jarang sakit. Usai bangun pagi, Samitun mengumpulkan kotoran kambingnya lalu pergi ke hutan mencari rumput dan kayu.

Hasil ranting kayu yang dikumpulkan di hutan lalu dijual untuk membeli bahan makanan. Sedangkan kotoran kambing dikumpul di karung lalu dijual kepada petani tembakau.

"Saya akui Mbah Samitun naluri dagangnya luar biasa hingga bisa membuatnya tetap bertahan hidup sendirian sampai sekarang," kata Misiran.

Untuk kambing peliharaan Samitun, Misiran pernah menawarkan kandang kosong yang berada disamping rumahnya. Namun Samitun menolaknya. Samitun juga menolak saat ia menawari dibuat sekat pembatas tempat tidur dengan kambing peliharannya. Dalihnya, Samitun khawatir kambing-kambingnya akan lepas bila tidak dekat dengan dirinya.

Soal makanan, Misiran juga membenarkan bila Samitun sering memberikan makanan manusia seperti gorengan, ubi rebus dan pisang rebus kepada kambing peliharannya.

Kompas TV Di tempat inilah, nenek Turiah, warga Jalan Emen Slamet, Majalengka, Jawa Barat, tinggal seorang diri di gubuk bekas kandang ayam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com