Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jembatan Sunut, Antara Doa dan Maut yang Mengintip...

Kompas.com - 07/04/2017, 07:58 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Apa korelasinya sebuah jembatan dengan nilai spiritualitas? Jawabannya tanyakan saja kepada warga yang melintasi Jembatan Sunut, jembatan yang mengangkangi sungai Jragung diantara desa Jragung, Demak dengan dusun Sapen, Kabupaten Semarang.

"Sebenarnya ya takut. Kalau mau lewat pasti assalamualaikum dulu, berdoa sebisa-bisanya," kata Marsini (50) warga Kedungjati, Grobogan, Kamis (6/4/2017) siang.

Setiap hari dengan sepeda kayuhnya, Marsini menempuh perjalanan belasan kilometer menuju dusun Sapen untuk mengantar makanan suaminya yang berladang di dusun Sapen.

"Saya punya kukrukan (ladang) 2,5 hektar di sini yang kami tanami jagung dan kacang-kacangan. Jadi tiap hari lewat jembatan ini untuk mengantar makan siang suami," ujarnya.

Kekhawatiran Marsini bukan tanpa alasan, sebab Sabtu (1/4/2017) lalu, saudaranya terjatuh dari jembatan ini pada saat hendak menuju ladang di dusun Sapen untuk memanen jagung. Keduanya pun hingga saat ini masih dirawat di Rumah Sakit di Purwodadi.

"Yang laki-laki namanya Man (50), istrinya Sri (45) . Si Man giginya tanggal dua, pipi sampai janggutnya dijahit, perutnya juga sakit. Kalau yang perempuan patah di tangan kiri, punggung dan kedua kakinya. Dua-duanya masih di RS Purwodadi," ucapnya.

Baca juga: Motor Terperosok di Jembatan, Pasutri Jatuh ke Sungai dari Ketinggian 15 Meter

Panjang jembatan Sunut sekitar 80 meter dan lebar 2,5 meter tanpa pagar pembatas. Tiga pilar beton setinggi 15 meter menyangga gelagar besi dan tumpukan papan yang ditambal sulam sebagai lantainya. Banyak bagian dari jembatan ini yang sudah lapuk sehingga saat meniti diperlukan kewaspadaan ekstra tinggi.

"Ngeri mas, banyak berdoa kalau lewat sini. Jadi saya usahakan keluar dari Sapen tidak lebih dari jam 12 siang karena takut keburu hujan. Tidak hujan saja ngeri saya, apalagi kalau hujan jadinya pasti licin," ungkap Ngatiyem (37) warga Mranggen Demak, seorang pekerja jasa penagihan sebuah perusahaan peralatan otomotif di Demak.

Jembatan Sunut ini merupakan satu-satunya akses warga Dusun Sapen dan Dusun Borangan, Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang untuk menuju ke pusat desa atau ke pusat Kabupaten Semarang di Ungaran. Sudah puluhan tahun kedua dusun ini terisolasi karena jembatan menuju ke Dusun Kedungglatik yang mengarah ke pusat Desa Candirejo hingga Pringapus hanyut terbawa aliran sungai sekitar tahun 1990-an.

"Tiap pasaran legi jadwal saya setori krupuk ke Borangan dan Sapen. Dulu sampai Kedungglatik, tetapi sejak jembatan putus tahun 90-an, jualan saya hanya sampai Borangan," ungkap warga Desa Gebangan, Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Asmuni (57).

Asmuni sudah berjualan kerupuk sejak tahun 1980. Dua kerombong kerupuknya dia taruh di samping kanan kiri sepeda motornya. Untuk mengusir rasa sepi di sepanjang perjalanan menuju dusun Borangan, kerombong kerupuknya dilengkapi dengan pelantang musik.

"Dari dulu sejak saya bawa sepeda sampai sekarang, jembatan Sunut ya begitu-begitu saja mas. Pokoknya bismillah saja kalau lewat," ujarnya.

Dia juga mengatakan untuk menuju Dusun Borangan dari Dusun Sapen, harus melewati jembatan gantung. Hanya pas untuk lewat satu sepeda motor saja. "Ngepres dengan kerombong krupuk saya," imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com