TEMANGGUNG, KOMPAS.com - Hawa dingin masih menyelimuti Desa Bagusan, Kecamatan Parakan, sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Temanggung, Jawa tengah, Sabtu (24/12/2016) pagi.
Hembusan angin pegunungan terasa menusuk tulang. Namun Nurul Komariah (32), terlihat sudah berada di ladang sayur miliknya.
Beberapa waktu lalu, di atas lahan seluas sekitar 300 meter persegi itu, Nurul mulai bertani sayur mayur. Sebelum menanam sayur, Nurul adalah petani tembakau.
Dia memilih menanam tembakau karena hasilnya cukup menjanjikan. Dari hasil bertani tembakau, Nurul membangun rumah dengan luas kira-kira 36 meter persegi di desa tersebut. Rumah Nurul memiliki dua kamar dengan lantai semen.
Namun, Nurul dan petani lainnya mulai khawatir sejak saat harga tembakau terus turun dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya saat terjadi gagal panen pada 2016 akibat musim hujan berkepanjangan.
Dari penuturan Nurul, jauh sebelum terjadinya gagal panen, harga jual tembakau di Temanggung memang sudah membuat petani khawatir.
Penghasilan dari menanam tembakau yang diperoleh tak sebanding dengan tenaga dan ongkos produksi yang dikeluarkan.
"Istilahnya usaha, enggak ada hasilnya," kata dia saat ditemui Kompas.com.
(Baca: Mungkinkah Petani Tembakau Beralih ke Tanaman Lain?)
Menurut Nurul, penghasilan petani tembakau di Temanggung masih cukup tinggi pada 2011. Saat itu, harga satu keranjang tembakau bisa mencapai Rp 5 Juta.
Namun kini, harga tertingginya hanya Rp 1 Juta per keranjang. Jika dikurangi ongkos produksi, maka pendapatan yang diterima hanya sekitar Rp 500.000.