Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Petani Sukamulya Melawan Penggusuran

Kompas.com - 25/11/2016, 14:00 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

Sebab itu, perkara penggantian lahan bukan hal utama yang mereka harapkan. Sebab, lahan yang baru belum tentu mempunyai tingkat kesuburan seperti di Sukamulya.

"Ini seperti ada program pemiskinan yang tersistematis, dengan cara penggusuran. Mana kala kita harus tergusur, harus ada lahan pengganti, ganti untung. Selama pindah, karena mungkin tanah diolah belum menghasilkan ingin ada subsidi sebelum kami mandiri," paparnya.

Petani selalu dikorbankan

Divisi Bantuan Hukum dari Konsorsium Pembaruan Agraria Syamsudin mempertanyakan komitmen pemerintah tentang reformasi agraria.

"Apa yang dilakukan pemerintah hari ini bertentangan dengan Nawacita yang selalu digembar-gemborkan. Katanya distribusi tanah 9 juta hektar, tapi di lapangan malah tanah warga Sukamulya direbut atas nama pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum," ungkapnya.

Jika mengacu pada UU No 2 Tahun 2012, lanjut Syamsudin, semestinya Pemprov Jabar melalui biro aset dan BPN lebih dulu menggelar musyawarah dengan warga terdampak. Minimnya upaya mediasi pun memicu penolakan keras dan berujung bentrokan.

"Warga yang dianggap menghadang malah ditembaki. Ujungnya kriminalisasi terhadap tiga warga ini. Proses kriminalisasi terjadi di seluruh Indonesa dalam rangka pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum yang selalu mengorbankan petani, dianggap sebagai penghalang dan provokator," paparnya.

"Kami perlu mendesak Presiden dalam rangka pembangunan infrastruktur jangan sampai menjadikan petani jadi korban melalui (tindakan) represif yang melibatkan petugas keamanan," tegasnya kemudian.

(Baca juga: Pengukuran Lahan Bandara Internasional Jabar Mendapat Penolakan Warga )

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com