Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebaik-baiknya Cara, Lebih Baik Tak Menyulut Api

Kompas.com - 07/11/2015, 06:30 WIB
KOMPAS - Tragedi kabut asap tahun ini mengungkap fakta. Kebakaran masif hampir tak mungkin padam tanpa guyuran hujan terus-menerus. Upaya pemadaman apa pun sulit efektif ketika gambut telanjur kering dan terbakar.

Analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), luas lahan terbakar di seluruh Indonesia selama 1 Juli-20 Oktober mencapai 2 juta hektar. Dari luas itu, 618.000 ha merupakan kebakaran rawa gambut. Upaya pemadaman dengan air tidak cukup untuk memadamkan, tetapi perlu ditingkatkan, salah satunya dengan asupan bahan kimia.

Selama masa pemadaman tahun ini, pemerintah mendatangkan sejumlah jenis cairan berbahan kimia yang dinilai efektif memadamkan dan mendinginkan gambut terbakar.

Ada tiga jenis bahan kimia yang dimanfaatkan pada sejumlah lokasi kebakaran di Sumatera dan Kalimantan, yaitu Flame Freeze, produk perusahaan asal Amerika Serikat, Momar. Ada pula Miracle Foam ? PLUS yang dikembangkan Morita Holdings Corporation, Jepang. Satu produk lain diklaim tak kalah efektif adalah produksi hasil penelitian Randall Hart, peneliti dan pengusaha kelahiran Surabaya. Randall telah menjajal keandalan produk perusahaannya bernama Hartindo AF31.

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B Panjaitan mengatakan, tiap bahan dicampurkan ke air dan diangkut menggunakan pesawat atau helikopter untuk operasi bom air. Jika menggunakan pesawat, bahan langsung dicampur ke air sejak di darat, lalu dimasukkan ke pesawat. Jika menggunakan helikopter yang dilengkapi kantong air (bambi bucket), bahan kimia akan dialirkan operator dari helikopter sembari mengudara, melalui selang plastik.

Tahun ini, pemerintah membeli 40.000 liter Flame Freeze. Harganya Rp 185.000 per liter. "Tim Manggala Agni di 10 provinsi sudah menggunakannya sejak Mei lalu," kata Raffles, di Jakarta, Minggu (1/11).

Flame Freeze didistribusikan ke tujuh daerah terdampak kebakaran hutan dan lahan, yaitu Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara. Produk kimia ini berupa cairan yang dicampurkan ke air untuk pemadaman. Perbandingannya, satu liter Flame Freeze untuk dicampurkan ke 400-1.000 liter air.

Dalam laman Momar.com, produsen mengklaim Flame Freeze memperluas jangkauan air, mampu meresap lebih dalam di bawah permukaan, dan mematikan api 20 kali lebih cepat. Bahan kimia ini juga terurai alami, bebas dari florin, tidak bersifat korosif, dan tidak beracun. Derajat keasamannya (pH) bernilai 0 atau netral.

Flame Freeze menghentikan kebakaran dengan cara mengikat hidrokarbon sehingga memusnahkan bara api serta mencegah api menyala kembali. Produk ini juga menghasilkan selimut busa bertekanan rendah, mencegah oksigen bertemu dengan permukaan atau cairan yang mudah terbakar.

Penggunaan Flame Freeze, kata Raffles, cukup efektif. Setelah padam, api tidak menyala lagi kecuali jika sengaja dibakar.

Produk lainnya, Miracle Foam ? PLUS, sejenis cairan yang membentuk busa, juga andal dalam pemadaman kebakaran. Tenaga ahli pada Morita Holdings Corporation, Kiyoshi Moritaka, mengatakan, larutan yang mengandung 0,3 persen hingga 1 persen produk kimia ini mampu memadamkan api empat kali lebih baik ketimbang air. Tegangan permukaan larutan Miracle Foam ?PLUS itu hanya setengah dari milik air sehingga kemampuannya menembus tanah, termasuk gambut, dua kali lipat lebih besar dibandingkan air.

Pemerintah Jepang melalui Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) menyumbang 2.000 liter Miracle Foam PLUS untuk pemadaman di Sumatera Selatan. Bantuan tiba di Palembang, Sabtu (17/10). Satu liter Miracle Foam ? PLUS dapat dicampur 200 liter air.

Saat larutan dijatuhkan ke permukaan, Moritaka mengatakan, daya jangkau Miracle Foam ? PLUS dua kali lipat lebih luas ketimbang kemampuan air biasa. Ia juga menjamin, sesuai hasil uji biodegradable mengikuti pedoman Standar Industri Jepang (JIS), 99 persen komponen Miracle Foam PLUS dapat terurai di alam hanya dalam tiga hari.

Produk lokal

Yang menarik, peneliti dalam negeri ternyata mampu menghasilkan produk serupa. Bahan kimia Hartindo AF31, produk PT Hartindo Chemicatama Industri milik Randall Hart merupakan produk cairan kimia berbahan kulit singkong sehingga diklaim ramah lingkungan.

Sang penemu mengatakan, produk itu terbuat murni dari perasan kulit singkong.

"Tidak ada kandungan sintetis apa pun," ujarnya. Lembaga peneliti Singapore Institute of Standards and Industrial Research (SISIR) Singapore Productivity and Standards Board (PSB) pernah mengujinya. Mereka menyebut produk ini bebas VOC (vaporising organic compound), jenis bahan polutan yang bisa lepas ke atmosfer.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengerahkan 60 ton untuk operasi pemadaman di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Namun, baru terpakai 20 ton dengan pesawat air tractor.

Hartindo AF31 memiliki kandungan potasium yang distabilkan dengan berbagai senyawa seperti asam sitrat dan larutan pelicin untuk penetrasi ke lapisan gambut dalam. Potasium memang biasa digunakan dalam pemadaman api bertemperatur tinggi. Saat disemprotkan ke titik api, terjadi reaksi kimia yang membuat api mati. "Kami menggunakan teknologi sesuai hukum fisika dan kimia alami," tutur Randall.

Meskipun bahan-bahan kimia dengan kemampuan super dikerahkan, hujan jugalah yang akan mendinginkan gambut membara. Randall juga mengakui hal itu. Kebakaran kali ini tergolong luar biasa, di luar kemampuan jangkauan pasukan pemadam api.

Sebaik apa pun teknologi pemadam, akhirnya usaha terbaik tetaplah perilaku untuk tidak membakar di rawa gambut. (J GALUH BIMANTARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com