Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindir Pusat, Warga Kumpulkan Koin untuk Sewa Pesawat

Kompas.com - 22/10/2015, 12:59 WIB

Pada Rabu ini pukul 07.00 jarak pandang di Palangkaraya hanya 20 meter. Kemudian jarak pandang merosot menjadi 10 meter pada pukul 08.00. Lalu pukul 09.00 kembali ke jarak 20 meter dan pada pukul 10.00 jarak pandang hanya 30 meter. "Rata-rata konsentrasi partikulat PM10 sejak pukul 00.00-10.00 di angka 3.248 mikrogram per meter kubik," kata observer Stasiun Meteorologi Palangkaraya, Reni Anata. Angka itu menunjukkan kualitas udara masuk level sangat berbahaya.

Masuk sekolah lagi

Dari Jambi dilaporkan, seluruh siswa kembali bersekolah di tengah kabut asap pekat dengan kualitas udara di level sangat berbahaya. Keputusan pemerintah yang meniadakan libur asap dinilai sebagai pengabaian atas hak sehat para pelajar.

Rabu ini, seluruh pelajar dari tingkat SD hingga SMA bersekolah di tengah kabut asap. Jarak pandang sejak pukul 07.00 hanya 400 meter. Nilai indeks standar pencemar udara (ISPU) 691 atau di level berbahaya. ISPU terus naik ke level yang kian membahayakan, yaitu di angka 700, hingga pukul 10.00. Jarak pandang pun menurun hingga 200-300 meter.

"Anak-anak kita dipaksa terbiasa dengan asap pekat. Sekarang malah tidak ada lagi imbauan untuk melindungi anak-anak dari paparan asap," ujar Sukmareni, salah satu orangtua murid.

Sukmareni dan sejumlah orangtua murid mengaku geram dengan kebijakan pemerintah di daerah yang memaksakan anak-anak bersekolah dalam kondisi udara berbahaya.

Dengan alasan telah tertinggal banyak jam pelajaran sekolah, Gubernur Jambi menerbitkan surat edaran pada 6 Oktober lalu, berisi pemberitahuan bahwa tidak diperbolehkan lagi ada libur karena bencana asap kecuali bagi siswa yang memiliki penyakit pernapasan karena dikhawatirkan target kurikulum tidak tercapai. Siswa tetap belajar seperti biasa dengan selalu menggunakan masker.

Sejak munculnya surat edaran itu, seluruh sekolah tidak lagi mempertimbangkan dampak kabut asap terhadap kesehatan anak-anak. Walaupun kondisi asap pekat, tidak ada pemulangan siswa lebih cepat dari biasanya.

Dinas pendidikan bahkan selalu mengirim surat pemberitahuan ke sekolah-sekolah agar seluruh siswa masuk pada keesokan harinya. Pemberitahuan masuk sekolah tersebut disertai dengan acuan nilai ISPU terendah pada hari sebelumnya sehingga seolah-olah kondisi asap tidak membahayakan kesehatan anak-anak.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Cornelis Buston mengatakan, pihaknya telah meminta agar kepala daerah di Kota Jambi dan kabupaten sekitarnya menetapkan libur asap. Namun, hingga sekarang imbauan itu tidak dilaksanakan.

Ahli paru dari Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher, dr Ma'ruf, mengatakan, dengan tetap berada di dalam rumah selama berlangsungnya kabut asap, orangtua mendukung pengurangan paparan asap ke dalam tubuh anak-anaknya sebesar 40 hingga 50 persen. Dampak asap bagi anak-anak diketahui lebih berat dari orang dewasa.

Ma'ruf menilai selama ini sosialisasi akan dampak paparan asap masih sangat rendah. "Belum ada upaya pemerintah di level daerah hingga kelurahan mengenai peringatan akan bahaya asap kepada masyarakat. "Padahal, kondisinya sangat mendesak untuk dilakukan," ujarnya.

Sementara itu, kabut asap yang melanda Sumatera Selatan selama hampir tiga bulan terakhir mengakibatkan tatap muka di sekolah-sekolah tertinggal sekitar 10 persen. Pelaksanaan tes tengah semester pun turut tertunda.

Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Widodo mengatakan, ketertinggalan tersebut dihitung dari libur sekolah dan pengurangan jam pelajaran akibat pekatnya asap. Namun, ia belum mengetahui seberapa jauh hal ini berdampak pada kualitas belajar anak.

"Setiap libur, sekolah selalu diminta tetap memberikan tugas atau materi untuk dipelajari siswa sendiri di rumah. Ada yang melakukan atau tidak melakukan," katanya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com