Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindir Pusat, Warga Kumpulkan Koin untuk Sewa Pesawat

Kompas.com - 22/10/2015, 12:59 WIB
PALANGKARAYA, KOMPAS — Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah dan berbagai elemen masyarakat Kalimantan Tengah memprotes penanganan bencana kebakaran lahan dan kabut asap oleh pemerintah pusat. Sampai kini asap di Kalimantan Tengah makin parah.

Melalui Gerakan Seribu Koin, mereka menggugat Presiden Joko Widodo untuk mengoptimalkan penanggulangan asap di Kalimantan. Selama ini bantuan armada udara, termasuk pesawat dari luar negeri, hanya difokuskan ke Pulau Sumatera. Mereka ingin ada bantuan pesawat pembom air di Kalimantan.

Pengumpulan koin merupakan bentuk sindiran akibat tak tanggapnya pemerintah pusat. Mereka akan menggunakan koin tersebut untuk menyewa pesawat pembom air.

"Sampai saat ini tidak ada satu pun pesawat bantuan luar negeri yang diarahkan ke Kalimantan. Semua ada di Sumatera," kata Sekretaris Dewan Adat Dayak Provinsi Kalteng Yuliandra Dedi Lampe, Rabu (21/10), di Bundaran Besar Palangkaraya, Kalteng.

Gerakan Seribu Koin adalah gerakan mengumpulkan dana dari warga untuk membantu tim serbu api yang selama ini berupaya memadamkan api. "Berapa pun dana yang terkumpul dari Gerakan Seribu Koin ini akan diserahkan kepada Presiden sebagai bentuk simpati masyarakat Kalteng agar pemerintah terbuka dan bantuan (pesawat pengebom air) dari luar negeri bisa digeser ke Kalteng," papar Dedi.

Aksi yang digelar mulai pukul 08.00 itu dihadiri sekitar seribu warga Palangkaraya. Sejumlah kelompok yang ikut terlibat antara lain komunitas seni, kalangan mahasiswa, dan komunitas keagamaan. Selain mengumpulkan dana, mereka juga mengumpulkan tanda tangan dari masyarakat untuk mendukung gugatan tersebut.

Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Palangkaraya Pastor Andreas Tri Adi Kurniawan, MSF yang turut berpartisipasi dalam aksi itu menuturkan, aksi tersebut merupakan sebuah usaha untuk menyelamatkan bukan hanya orang-orang yang terdampak asap, melainkan juga menyelamatkan habitat atau lingkungan demi generasi mendatang. "Ini demi masa depan generasi yang akan datang, bukan sekadar masalah hari ini," kata Andreas.

Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Palangkaraya Darmae N Nganen mengatakan, aksi ini dilakukan atas nama seluruh warga Kalteng untuk menanggapi minimnya bantuan pemerintah pusat kepada Kalimantan. Darmae juga mengkritisi upaya pembuatan sekat kanal di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng.

"Kanal itu metodenya benar, tapi dikerjakan dengan salah dan di tempat yang salah. Itu bisa dilakukan jika di daerah benar-benar pasang surut, yaitu di coastal area (pesisir). Di Tumbang Nusa itu bukan coastal area, melainkan inland peat atau gambut pedalaman. Harusnya dibuat di pinggir sungai atau pinggir laut," katanya.

Darmae meminta pemerintah melakukan survei dan pengkajian terlebih dulu terhadap pembuatan sekat kanal agar tidak merusak kubah gambut yang ada. Saat ini sekat kanal dibuat di sekitar Jembatan Tumbang Nusa yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Sungai Kahayan. Jika di area kubah gambut dibuatkan kanal, air akan turun ke sungai dan gambut kering serta rawan terbakar.

Masuk level berbahaya

Seperti diberitakan Kompas (15/10), sejumlah pesawat bantuan dari luar negeri yang dipusatkan di Sumatera antara lain pesawat Turbo Commander 69B sebagai pesawat pemantau serta pesawat tanker udara Hercules Water Bomber C132Q yang berkapasitas 15.000 liter air dari Australia, 1 helikopter Chinook dari Singapura, dan 1 pesawat Bombardier dari Malaysia.

Sampai saat ini, di Kalimantan Tengah terdapat empat armada pemadaman udara, yaitu helikopter Mi8, helikopter Bell, helikopter Kamov, dan pesawat Air Tractor. Dua helikopter ditempatkan di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng. Helikopter Kamov di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan pesawat Air Tractor di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Pemadaman dari udara diperlukan untuk menjangkau lokasi kebakaran yang jauh dari akses jalan raya, sumber mata air, dan sulit dicapai tim pemadam darat. Namun, dengan kondisi asap yang pekat, pemadaman dari udara pun tidak optimal. Deputi Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tri Budiarto, Selasa, mengatakan, pihak BNPB tengah mencarikan dua helikopter untuk Kalteng. "Ada dua helikopter Mi8 dengan kapasitas 4.500 liter air akan datang tanggal 26 Oktober," kata Tri.

Ditanya tentang pengalihan armada udara bantuan luar negeri dari Sumatera ke Kalimantan, Tri menyampaikan, saat ini bantuan difokuskan di Sumatera agar pemadaman di sana bisa optimal. Jika pemadaman di sana bisa diatasi, armada bisa dialihkan ke Kalimantan. "Rencananya akan ada dua pesawat Beriev Be-200 dari Rusia yang akan datang ke Jakarta tanggal 21 Oktober yang ditempatkan di Palembang," ujar Tri.

Pada Rabu ini pukul 07.00 jarak pandang di Palangkaraya hanya 20 meter. Kemudian jarak pandang merosot menjadi 10 meter pada pukul 08.00. Lalu pukul 09.00 kembali ke jarak 20 meter dan pada pukul 10.00 jarak pandang hanya 30 meter. "Rata-rata konsentrasi partikulat PM10 sejak pukul 00.00-10.00 di angka 3.248 mikrogram per meter kubik," kata observer Stasiun Meteorologi Palangkaraya, Reni Anata. Angka itu menunjukkan kualitas udara masuk level sangat berbahaya.

Masuk sekolah lagi

Dari Jambi dilaporkan, seluruh siswa kembali bersekolah di tengah kabut asap pekat dengan kualitas udara di level sangat berbahaya. Keputusan pemerintah yang meniadakan libur asap dinilai sebagai pengabaian atas hak sehat para pelajar.

Rabu ini, seluruh pelajar dari tingkat SD hingga SMA bersekolah di tengah kabut asap. Jarak pandang sejak pukul 07.00 hanya 400 meter. Nilai indeks standar pencemar udara (ISPU) 691 atau di level berbahaya. ISPU terus naik ke level yang kian membahayakan, yaitu di angka 700, hingga pukul 10.00. Jarak pandang pun menurun hingga 200-300 meter.

"Anak-anak kita dipaksa terbiasa dengan asap pekat. Sekarang malah tidak ada lagi imbauan untuk melindungi anak-anak dari paparan asap," ujar Sukmareni, salah satu orangtua murid.

Sukmareni dan sejumlah orangtua murid mengaku geram dengan kebijakan pemerintah di daerah yang memaksakan anak-anak bersekolah dalam kondisi udara berbahaya.

Dengan alasan telah tertinggal banyak jam pelajaran sekolah, Gubernur Jambi menerbitkan surat edaran pada 6 Oktober lalu, berisi pemberitahuan bahwa tidak diperbolehkan lagi ada libur karena bencana asap kecuali bagi siswa yang memiliki penyakit pernapasan karena dikhawatirkan target kurikulum tidak tercapai. Siswa tetap belajar seperti biasa dengan selalu menggunakan masker.

Sejak munculnya surat edaran itu, seluruh sekolah tidak lagi mempertimbangkan dampak kabut asap terhadap kesehatan anak-anak. Walaupun kondisi asap pekat, tidak ada pemulangan siswa lebih cepat dari biasanya.

Dinas pendidikan bahkan selalu mengirim surat pemberitahuan ke sekolah-sekolah agar seluruh siswa masuk pada keesokan harinya. Pemberitahuan masuk sekolah tersebut disertai dengan acuan nilai ISPU terendah pada hari sebelumnya sehingga seolah-olah kondisi asap tidak membahayakan kesehatan anak-anak.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Cornelis Buston mengatakan, pihaknya telah meminta agar kepala daerah di Kota Jambi dan kabupaten sekitarnya menetapkan libur asap. Namun, hingga sekarang imbauan itu tidak dilaksanakan.

Ahli paru dari Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher, dr Ma'ruf, mengatakan, dengan tetap berada di dalam rumah selama berlangsungnya kabut asap, orangtua mendukung pengurangan paparan asap ke dalam tubuh anak-anaknya sebesar 40 hingga 50 persen. Dampak asap bagi anak-anak diketahui lebih berat dari orang dewasa.

Ma'ruf menilai selama ini sosialisasi akan dampak paparan asap masih sangat rendah. "Belum ada upaya pemerintah di level daerah hingga kelurahan mengenai peringatan akan bahaya asap kepada masyarakat. "Padahal, kondisinya sangat mendesak untuk dilakukan," ujarnya.

Sementara itu, kabut asap yang melanda Sumatera Selatan selama hampir tiga bulan terakhir mengakibatkan tatap muka di sekolah-sekolah tertinggal sekitar 10 persen. Pelaksanaan tes tengah semester pun turut tertunda.

Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Widodo mengatakan, ketertinggalan tersebut dihitung dari libur sekolah dan pengurangan jam pelajaran akibat pekatnya asap. Namun, ia belum mengetahui seberapa jauh hal ini berdampak pada kualitas belajar anak.

"Setiap libur, sekolah selalu diminta tetap memberikan tugas atau materi untuk dipelajari siswa sendiri di rumah. Ada yang melakukan atau tidak melakukan," katanya.

Selain tertinggal dari sisi tatap muka, sejumlah sekolah yang berada di daerah yang terdampak parah juga tertunda dalam pelaksanaan tes tengah semester. Tes tengah semester ini tengah dilakukan mayoritas sekolah di Sumsel dalam pekan ini.

Namun, penundaan tes tengah semester ini dinilai tak berdampak buruk untuk agenda pendidikan secara umum. Akibat asap, sekolah-sekolah di Palembang libur selama lima hari. Sejumlah sekolah juga memundurkan jam masuk.

Menurut Widodo, evaluasi kualitas pelajaran siswa di Sumsel terkait asap akan dikaji pada November mendatang. "Kalau memang ada ketertinggalan secara kualitas, ada dua alternatif untuk mengatasi, menambah jam pelajaran saat kabut asap sudah reda atau meniadakan libur.

Siti Rohani (42), salah satu orangtua siswa kelas VI SD di Palembang, mengatakan, selain libur bersama karena asap, anaknya juga makin tertinggal pelajaran karena sempat sakit sesak napas dan dirawat di rumah sakit selama sepekan. Ia khawatir nilai anaknya akan turun dan sulit mendaftar ke SMP yang baik.

Kabut asap masih menyelimuti Kota Palembang pada Rabu. Jumlah titik panas pun masih sangat tinggi, yaitu 636 titik. Dua pesawat amfibi Rusia Beriev B-200 yang disewa Pemerintah Indonesia tiba di Palembang, Rabu siang, untuk memadamkan kebakaran lahan di Sumsel.

Kedua pesawat itu akan ditempatkan di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, agar efektif dalam memadamkan asap dari udara. Jarak pandang di Palembang kerap terbatas oleh pekatnya asap. Helikopter dan pesawat pemadam udara di Palembang berulang kali tak dapat terbang saat jarak pandang buruk di bawah 700 meter. (IRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com