Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Tangan dan Kaki, Dzuel Gigih Tekuni Dunia Fotografi

Kompas.com - 20/08/2015, 07:01 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

Terlahir sebagai seorang difabel yang tidak memiliki tangan dan kaki sempat membuat Dzuel merasa minder dan ingin bunuh diri. Perbedaan fisiknya baru disadarinya saat duduk di kelas 6 SD.

"Selama sekolah SD saya tidak merasa berbeda. Teman-teman saya semua baik. Tapi saat ujian kelas 6 dan saya harus ujian di sekolah lain di situ saya mulai tertekan. Semua orang melihat saya aneh karena tidak memiliki tangan dan kaki," jelasnya.

Setelah dinyatakan lulus SD, dia memilih tidak melanjutkan sekolah karena tidak mempunyai kepercayaan diri. Namun akhirnya dia memilih sekolah di SMPLB.

"Di SMPLB bukan hanya mendapatkan pelajaran sekolah tapi juga pelajaran hidup bagaimana orang difabel seperti saya bisa ikut aktif dalam kegiatan masyarakat," jelasnya.

Dia kemudian melanjutkan pendidikan di tingkat SMA di sekolah normal. Diskriminasi pun semakin dirasakannya. Selama setahun pertama, dia tidak ditegur oleh teman satu kelas termasuk juga oleh beberapa guru.

"Ada yang bilang jika sekolah ini hanya untuk mereka yang normal bukan lulusan dari sekolah luar biasa seperti saya. Namun bagi saya, kalimat itu adalah cambuk untuk membuktikan bahwa saya bisa berkarya dan berprestasi seperti orang normal pada umumnya," ungkapnya.

Dia pun memilih aktif di dunia teater dan mendapatkan penghargaan dari Didi Petet sebagai Siswa Terbaik di jenjang pelatihan teater pada tahun 2010 di tingkat Jawa Timur. Masa SMA, menurut dia, adalah masa yang paling berat dialaminya. Pasalnya, setiap hari, dia harus naik ojek lalu naik bus kemudian melanjutkan dengan angkutan umum.

"Dari jalan raya ke sekolah masih harus jalan kaki di aspal panas. Awalnya bagian tubuh bawah saya luka sampai berdarah akhirnya ya terbiasa. Kalau ada teman yang baik biasanya saya nunut naik motor matic di bagian depan," tuturnya.

Dzuel juga suka dunia musik dan tulis-menulis serta masih aktif menulis puisi karyanya di beberapa media massa.

Kepada Kompas.com, lelaki lajang tersebut bercerita, ibunya mengaku sempat memasukkan dirinya ke dalam tas plastik dan akan dibuang saat mengetahui dirinya terlahir cacat. Namun, hal itu dicegah oleh ibu angkatnya yang kemudian mengasuhnya selama satu tahun.

"Saat mendengar cerita tersebut saya semakin optimistis untuk membuat orangtua dan ibu angkat saya bangga atas kelahiran saya Mereka adalah orang yang mendukung saya selama ini," tuturnya.

Tetap aktif

Untuk mobilitas sehari-hari, Dzuel menggunakan gokart yang dimodifikasi agar nyaman dikendarai.

"Ini kecepatannya 80 kilometer per jam dan dibuat oleh saya dibantu sama bapak. Kalau biayanya ada sekitar Rp 6juta-Rp 7 juta," ungkapnya sambil menunjukkan cara mengendarainya.

"Tapi saya nggak pernah ngebut. Ini yang menemani saya motret dan juga kuliah," tutur mahasiswa jurusan Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com