Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jagung yang Mengubah Kehidupan

Kompas.com - 07/04/2015, 12:10 WIB

"AKHIRNYA saya bisa membangun rumah batu, juga membeli sepeda motor. Tiga. Dahulu bagaimana bisa membeli motor, untuk makan sehari-hari saja pas-pasan. Semua berkat jagung," kata Bakri (50), warga Desa Saneo, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu. Ia memiliki 2 hektar lahan jagung.

Menyusuri jalan di Saneo, di kanan kiri jalan terdapat rumah permanen yang gentengnya dan dindingnya masih bersih, pertanda belum lama dibangun. Beberapa rumah tengah dibangun. Di dekat sejumlah rumah berdiri rumah panggung dari kayu, rumah asli warga Dompu, yang kusam karena dimakan usia.

Rumah permanen dari batu bata memang menjadi salah satu bukti kemakmuran warga Saneo, yang lebih dari 90 persen di antaranya adalah petani. "Sebelum tahun 2010 hanya 1-2 warga yang menanam jagung. Sekarang hampir semua warga menanam jagung. Dari 1.100 keluarga, paling yang tak menanam jagung hanya 100 keluarga, karena tak punya lahan. Lahan milik warga mulai seluas 50 are hingga 10 ha," kata Kepala Desa Saneo, Zainuddin (39).

Zainuddin mengatakan, menanam jagung lebih menguntungkan dibandingkan menanam komoditas lain, seperti kedelai sebagaimana dilakukan warganya sebelum tahun 2010. Perawatan tanaman jagung lebih mudah, karena setelah benih tumbuh dan dipupuk dua kali, petani tinggal menunggu buah jagung tua untuk dipanen. Jagung juga bisa tumbuh dengan baik pada musim hujan maupun kemarau, berbeda dengan kedelai yang hanya cocok pada saat musim kemarau.

"Menanam kedelai hasilnya sekitar 1,5 ton per ha. Jagung bisa 11 ton per ha. Harga jagung juga bagus, sekitar Rp 2.800 per kilogram untuk kadar air antara 15-18 persen. Hasil panen jagung juga langsung terserap. Setelah jagung dipanen, banyak pembeli datang, bahkan sampai rebutan," katanya.

Zainuddin mengatakan, luas lahan jagung di desanya sekitar 2.500 ha. Ia memiliki 7 ha lahan, 2 ha digarap sendiri, 2 ha digarap kerabatnya, dan sisanya digarap warga yang tidak mempunyai lahan. Oleh karena hampir semua warga menanam jagung, mereka sering kesulitan mencari tenaga kerja untuk memanen jagung.

Kantong kemiskinan

Jagung mengubah kehidupan warga Desa Saneo, yang sebelum 2010 merupakan salah satu kantong kemiskinan di Dompu. "Mulai tahun 2010 banyak perubahan. Per tahun paling tidak ada 10 orang yang membangun rumah," kata Zainuddin.

Selain rumah baru, hampir semua warga kini memiliki sepeda motor, bahkan hingga tiga unit per keluarga. Jika sebelumnya warga mengandalkan kuda untuk mengangkut pupuk ke sawah atau tegalan yang berada di perbukitan, kini mereka menggunakan sepeda motor.

Dari hasil panen jagung, Zainuddin juga membangun rumah permanen di depan rumah kayunya. Ia juga membeli sepeda motor dan membiayai kuliah anaknya di Akademi Kebidanan di Kota Mataram, Pulau Lombok. "Pagar itu juga dibangun dari hasil jagung. Rumah di samping ini mungkin tiga tahun lagi bisa ditempati. Tahun ini Rp 20 juta untuk membuat pondasi," kata ayah empat anak itu, sambil menunjukkan pagar permanen setinggi 1 meter yang menjadi pembatas jalan dan halaman depan rumahnya, serta perluasan rumahnya yang baru menampakkan pondasi.

Rusdi (49) juga bisa membangun rumah permanen meski bertahap. "Saya juga bisa membiayai kuliah anak yang kedua di Universitas Mataram (sekitar 300 km dari Dompu). Anak pertama tak kuliah, karena waktu itu belum menanam jagung," kata ayah lima anak yang memiliki lahan jagung seluas 2 ha ini.

Jagung juga meningkatkan kehidupan masyarakat Dompu. Hal itu terjadi setelah tahun 2010 pemerintah kabupaten menggalakkan penanaman jagung, mengadopsi program Pijar, akronim dari sapi, jagung, dan rumput laut, dari Pemerintah Provinsi NTB. Pengembangan jagung di Dompu dilakukan dengan sistem gerakan massal menanam jagung, termasuk dengan mengoptimalkan lahan tidur.

Luas panen jagung pun meningkat 532,9 persen dalam kurun waktu lima tahun. Jika pada 2010 hanya seluas 6.412 ha dengan produksi 30.912 ton, pada 2014 menjadi 34.175 ha dengan produksi 225.281 ton.

Hasilnya, lanjut Sekretaris Daerah Kabupaten Dompu Agus Bukhari, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat signifikan. Pada 2010 IPM di Dompu berada di urutan ke-8 dari 10 kabupaten/kota di NTB, pada 2013 berada di urutan ke-4. "Masyarakat juga semakin sejahtera. Pendapatan per kapita juga naik. Awalnya (2010) hanya Rp 8,68 juta, berkat jagung pendapatan per kapita kini, per 2014, Rp 13,8 juta," katanya.

Meski jagung meningkatkan perekonomian warga, kata Zainuddin, masih ada kendala dalam penanamannya. Pupuk bersubsidi tak selalu tersedia ketika petani membutuhkan. Upaya menyimpan pupuk seringkali juga tidak memecahkan masalah, karena stok pupuk di pengecer terbatas.

Rusdi dan kelompoknya, yang beranggotakan 46 petani, selalu berusaha menyetok pupuk. Untuk 1 ha lahan dibutuhkan 10 sak pupuk isi 50 kg untuk dua kali pemupukan. (IKA/REK/ENG/RUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com