Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sebuah Pesta Bersama Warga Dayak Kayan

Kompas.com - 15/12/2014, 05:31 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

MALINAU, KOMPAS.com - Hari mulai gelap, Sabtu (6/12/2014), meski waktu baru menunjukkan pukul 17.00 Wita. Beragam makanan telah berjajar di meja. Sebuah penerangan bersumber tenaga generator, menjadi sumber pencahayaan bagi seisi meja makan.

Sop ikan padak, ikan patin bakar, babi panggang, dan sayur nyaring terhampar di meja itu. Semua daging hanya beralaskan ikan, sementara sayur ditaruh di mangkuk beling besar.

Ini pesta bagi rombongan Safari Natal 2014 Bupati Malinau Yansen Tipa Padan dari warga Dayak Kayan. Safari ini dimulai pada 1 Desember 2014, dan Kompas.com--reporter Fabian Januarius Kuwado beserta fotografer Fikria Hidayat dan Kristianto Purnomo--ikut di dalam rombongan.

Di tengah pesta

Yansen dan staf duduk di kursi meja makan berbahan kayu kasar. Warga yang tak bisa ikut masuk ke dalam tenda makan berukuran 5x5 meter persegi itu, berjejalan di sekitar tenda makan dan tenda dapur, saya salah satunya.

Lokasi pesta ini berada di kawasan hutan rimba Kayan Hilir, Malinau, Kalimantan Utara. (Baca: Mengintip Persiapan Pesta Warga Dayak Kayan...). Berlatar suara bebunyian hutan, dengan sajian yang mengundang tetesan air liur, pesta dimulai. Mari berpesta...

KOMPAS.com/Fabian Januarius Kuwado Ikan patin yang disiapkan untuk pesta bersama warga Dayak Kayan di Desa Data Dian, Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu (6/12/2014)
Namun, Yansen tetaplah bupati. Meski di tengah makan nikmat, obrolan "serius" pun tetap saja terselip. Seisi tempat makan pun mau tak mau turut terlibat, tentu saja.

"Orang bilang masyarakat pedalaman hidup susah. Kata siapa? Coba lihat makanan di meja ini," kata Yansen, membuka percakapan topik "serius" ini, sembari mengambil sepotong daging ikan patin bakar.

"Kalau soal makanan sih enggak susah, Pak. Cuma harga-harga barang mahal sekali," celetuk Fikria yang bisa makan di dalam tenda. Atas celetukan itu, Yansen menjawab, "Sekarang ini sudah baik. Harga-harga sudah pada turun."

Menurut Yansen, saat ini tinggal menunggu pemerintah pusat membuka jalan antarprovinsi dan meningkatkan kualitas jalan antarkabupaten. "Biar harganya menyentuh (level) ideal," kata dia.

Ibu-ibu di tenda dapur yang menguping perbincangan, tersenyum sembari berbisik satu sama lain. Entah apa makna senyuman dan isi bisikan di antara sesama mereka itu. "Besok kalau ketemu Pak Presiden, bilang saja, Pak," timpal saya dari luar tenda. Yansen hanya mengangguk.

"Ya pokoknya lima tahun jabatan saya ini mau saya fokuskan untuk buka jalan. Mau saya buka semua jalan-jalan desa pedalaman itu. Biar bupati sebelumnya tinggal enak saja bangun desa," lanjut Yansen sembari menyuap sesendok nasi berlauk ikan bakar.

Percakapan "serius" pun berhenti seiring suapan Yansen. Selanjutnya adalah makan nikmat bersama. Serangga hutan yang beterbangan di sekitar kami, menyemarakkan jamuan.

Pukul 20.00 Wita, rombongan mulai meninggalkan tenda makan dan berpindah ke tenda biru besar. Kami bersiap ke peraduan. Deretan rombongan safari berjajar di atas papan kayu yang sudah disiapkan.

Warga Dayak Kayan memilih tidur di luar tenda untuk tamu ini. Sayup-sayup suara mereka bercengkerama, menyelinap ke dalam tenda biru.

Ucapan syukur

Pada pukul 05.00 Wita, kehidupan sudah menggeliat lagi di perkemahan ini. Sebagian orang yang sudah bangun berusaha menyalakan kembali api unggun yang semalam dibiarkan padam, untuk menghangatkan badan.

Ibu-ibu sudah sibuk kembali di dapur. Satu pagi lagi dimulai.

Pada pukul 09.00 Wita, rombongan bupati memimpin ibadah bersama. Puji syukur dihaturkan kepada Sang Pemberi Berkah Hidup. "Tuhan memberi kita segalanya. Kita harus bersyukur dan berusaha," ujar Yansen dalam sambutannya.

Doa pagi ini buat saya terasa masih kelanjutan dari sebuah pesta. Beralas tanah, beratap langit, puluhan orang bertepuk tangan sembari bernyanyi, lalu saling bersalaman.

Di pedalaman, di tengah serba keterbatasan fasilitas, kami merasakan kehangatan sambutan dengan sajian terbaik dari alam. Dalam keterbatasan, syukur pun masih dipanjatkan. Bukan berarti keterbatasan itu dibiarkan juga kan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com