Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Mana Risma Akan Berlabuh?

Kompas.com - 12/09/2014, 07:00 WIB

Oleh: Agnes Swetta Pandia

KOMPAS.com - Pemilihan wali kota Surabaya periode 2015-2020 akan berlangsung April, enam bulan sebelum jabatan wali kota berakhir pada Oktober 2015. Meski masih ada waktu delapan bulan sebelum pelaksanaan pemilihan wali kota, kader partai politik mulai bermanuver dengan gaya "suroboyoan" alias tanpa "tendeng aling-aling".

Sudah ada beberapa nama meski belum secara terbuka menyatakan siap bertarung pada pemilihan wali kota (pilwali) mendatang untuk menghadang Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya, yang pada pencalonan tahun 2009 berpasangan dengan Bambang Dwi Hartono dan diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Hingga saat ini nyaris belum ada sosok yang menandingi Risma. Padahal, dulu, tiga bulan setelah menjabat wali kota tahun 2010, ia hendak diberhentikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya. Penyebabnya, ibu dua anak ini menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 56 dan 57 Tahun 2010 tentang Kenaikan Pajak Reklame.

Perwali ini, bagi DPRD, dianggap menyusahkan pengusaha reklame. Hal ini pada gilirannya akan mengganggu ”pemasukan” wakil rakyat. DPRD pun menggunakan hak angket guna menyingkirkan Risma, tetapi akhirnya gagal.

Setahun setelah upaya pelengseran Risma, mendadak Bambang DH mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil Wali Kota Surabaya ke Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDI-P. Sejumlah alasan dikemukakan, antara lain ingin memberikan kesempatan kepada kader yang lebih muda. Keinginan Bambang ditolak oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Akhirnya Bambang benar-benar mundur sebagai wakil wali kota pada September 2013, ketika mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2014-2019.

Bambang, ketika menjabat Wali Kota Surabaya, 2004-2009, menunjuk Risma sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. Risma menunjukkan kinerja yang patut dipuji. Wajah kota berpenduduk sekitar 3,5 juta ini mulai berseri, tidak hanya lebih hijau, tetapi juga memang bersih.

Program untuk warga

Berbagai program untuk kepentingan warga terus dibuat. Tiap hari, Risma terjun ke lapangan, bertemu warga, memimpin pembersihan selokan, menanam, serta merawat tanaman di taman kota sekaligus mengajak warga peduli kebersihan dan keindahan lingkungan.

Saluran air yang semula penuh dengan gunungan sampah, hingga kasur, dibersihkan, dilebarkan, diperbaiki, dan dikawal oleh "jogo kali" agar warga tidak membuang sampah ke sungai atau saluran air. Dengan demikian, di musim hujan genangan air cepat surut karena cepat mengalir ke laut.

Suara sumbang mulai terdengar menjelang pilwali. Keberhasilan Risma mengubah wajah Surabaya menjadi lebih memesona, termasuk menutup enam lokalisasi, salah satunya lokalisasi Dolly yang melegenda, menurut Bambang, yang kini Wakil Ketua Bidang Internal Kehormatan DPD PDI-P Jatim, bukan karya Risma semata.

Berbagai perubahan di Surabaya, menurut Bambang, sudah dikerjakan ketika ia menjabat wali kota pada tahun 2003. Karya Risma atas perkembangan kota ini belum ada. Bahkan, Bambang mensinyalir Risma menghabiskan waktu untuk mencari popularitas dan mencari penghargaan.

Kelemahan Risma, menurut Bambang, menjadi alasan PDI-P untuk tidak mengusung Risma pada pilwali mendatang. Risma dinilai tidak bisa diajak bicara dan berkoordinasi.

Pernyataan Bambang berbeda dengan Ketua DPC PDI-P Kota Surabaya yang juga Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana. Wisnu menyatakan, dirinya mendapat mandat dari Ketua Umum PDI-P untuk bersama Risma hingga enam tahun ke depan.

Wisnu menuturkan, sampai saat ini, DPC PDI-P Surabaya belum mendapat instruksi dari pusat terkait kandidat wali kota. Namun, berdasarkan hasil pertemuan dengan Megawati Soekarnoputri, dia diperintahkan mengawal Risma sebagai Wakil Wali Kota Surabaya. ”Soal ada perbedaan itu biasa di PDI-P, tapi jika ada instruksi dari pusat semua akan satu barisan untuk mengawal,” kata Wisnu.

Rugi besar

Menurut pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, realitasnya Risma merupakan kepala daerah yang berhasil memimpin dengan baik, bersih, dan kredibel. ”Kerugian besar bagi PDI-P jika tidak mengusung Risma pada periode selanjutnya. Alangkah eloknya jika elite PDI-P merekonsiliasi konflik yang pernah terjadi untuk melihat ke depan bagi kepentingan konstituen dan warga Surabaya,” kata Airlangga.

Jika elite PDI-P dapat berpolitik secara dewasa, dukungan politik dari bawah semakin menguat. ”Terus terang ikon pejabat publik populis dan pro rakyat dari PDI-P saat ini Bu Risma. Jika tidak diusung PDI-P, Risma bisa maju sebagai calon independen. Peluangnya masih besar,” katanya.

Pendapat serupa dikemukakan Konsultan Publik & SDM Bangun Indonesia, Agun M Fauzi. Ia mengatakan, elektabilitas Risma tinggi. Rugi besar jika PDI-P ”membuang” sosok pekerja keras ini. Prestasi yang diraih Risma dan Kota Surabaya luar biasa banyak. Jika PDI-P menendang Risma, partai politik lain pasti berlomba membuka pintu.

Dia memahami, selama menjabat wali kota, antara Risma dan PDI-P terjadi kebuntuan komunikasi politik sehingga muncul ketidaksinkronan dengan petinggi PDI-P Surabaya dan Jawa Timur. Dalam hal ini, PDI-P seharusnya tidak memosisikan Risma sebagai milik PDI-P semata, tetapi milik warga Surabaya.

Hingga saat ini, Risma belum menentukan sikap, apakah akan kembali bertarung pada pilwali mendatang. ”Saya menyelesaikan masa jabatan dengan terus meningkatkan kenyamanan agar warga Surabaya makin sejahtera,” kata arsitek lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, ini, menanggapi polemik di tubuh PDI-P menyangkut pencalonannya tahun depan.

Boleh dibilang Risma begitu dicintai arek Suroboyo. Salah satu indikatornya, kehadiran spanduk berukuran 1 meter x 5 meter bergambar wajah Tri Rismaharini. Tulisan pada spanduk dari Komunitas Arek Independen adalah ”Warga Surabaya mendukung Risma untuk melanjutkan memimpin Kota Surabaya 2015-2020”.

Beberapa partai politik pun sudah memberikan sinyal akan mengusung perempuan yang setiap pukul 05.30 sudah beredar di Surabaya, untuk memantau geliat warganya. Merupakan pemandangan biasa melihat Risma mengatur lalu lintas karena macet atau ada pipa air bocor. Dia pun tak segan masuk ke selokan yang mampat.

Semua urusan pegawai Pemerintah Kota Surabaya, tender, pengurusan berbagai izin, dan neraca keuangan ada dalam jaringan elektronik. Nyaris tak ada celah untuk kongkalikong, apalagi bagi-bagi proyek. Semua sudah masuk dalam sistem yang bisa dipantau secara transparan oleh warga.

”Siapa pun yang menyimpang, apalagi minta uang kepada warga, saya pecat,” kata perempuan yang memulai karier sebagai pegawai negeri sipil di Kabupaten Bojonegoro tersebut.

Jadi, betapa naif jika ”kelemahan” dalam komunikasi politik menjadi alasan bagi segelintir orang di partai politik untuk menyudahi langkah Risma mengawal Surabaya agar lebih sejahtera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com