Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heri, Si Tukang Ojek yang Jadi "Informan" Biopori

Kompas.com - 11/06/2014, 08:48 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis

Meskipun membuat lubang resapan terlaksana berkat sebuah kebijakan, tetap saja Heri dan tujuh kader RIB lainnya kerap menemukan kendala-kendala lapangan. Heri mengeluh tidak  semua warga memiliki pemahanan yang baik betapa air ini perlu diselamatkan demi anak cucu, buktinya dari 2.200 lubang yang sudah terbuat hanya 30 persennya saja yang aktif dipergunakan.

"Saya dan kader lainnya kerap mengimbaukan pada warga agar setiap lubang yang sudah dibuat untuk digunakan membuang sampah organik dan sampah yang sudah terurai menjadi kompos dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman," papar bapak tiga anak ini.

Manfaat yang lebih signifikan dirasakannya, saat musim hujan tiba genangan air mulai cepat surut, manakala kemarau tiba debit air sumur tidak cepat turun.

Hal itu dibenarkan Suwito (40), warga Kelurahan Langkapura. Posisi rumahnya yang berada di dataran rendah dekat sungai dan biasa tergenang air melimpas dari atas, kini mulai cepat teratasi berkat adanya biopori.

"Sampai sekarang sebenarnya masih menjadi tempat melintasnya air dari atas, tapi lebih cepat surut dibandingkan sebelumnya," ujar dia.

Pengalaman si tukang ojek ini dalam mengelola biopori inilah membuatnya kerap dipanggil menjadi pembicara dalam sebuah seminar-seminar sehingga ia dijuluki "Bapak Biopori".

Seminar terakhir yang ia ingat menjadi pembicara di hadapan sejumlah kepala dinas, pihak rumah sakit, dan sejumlah kepala sekolah di lingkungan Kota Bandar Lampung. "Ya, di sana saya berbagi pengalaman dan menjelaskan tentang manfaat biopori," tuturnya bersemangat.

Bagi Heri, hanya satu cita-cita hidupnya yakni menjadi orang bermanfaat untuk orang lain. "Dan satu hal yang terus akan saya ingat. Marilah kita meninggalkan mata air untuk anak cucu kita, jangan sampai kita meninggalkan air mata untuk mereka," ujarnya.

Setiap tahun penurunan air tanah 20 centimeter
Peneliti dari Fakultas Tehnik Universitas Lampung Ofik Taufiq Purwadi yang melakukan kajian biopori di Bandarlampung menyebutkan ada dua titik yang menjadi tempat pengisian air di Kota Bandarlampung yakni daerah Kecamatan Kemiling dan sekitarnya dan daerah Telukbetung Utara.

Menurut Ofik, kondisi pengisian air seperti di daerah Kemiling saat ini sudah mulai memprihatikan. Data terakhir tahun 2010 yang dimilikinya menunjukkan 40 persen lahan sudah terbangun perumahan sedangkan 60 persen tanah siap dibangun.

"Saya tidak tahu data riil terakhir saat ini, tapi kalau coba kita lihat di sana, terus terjadi penebangan pohon, penggerusan kaki-kaki bukit dan pembangunan rumah-rumah warga," terang Ofik.

Dengan demikian daerah pengisian di Kemiling telah mengalami tutupan lahan sehingga setiap air hujan yang turun melimpas ke sungai dan menimbulkan penurunan pada air tanah. Terbukti, Ofik menyebutkan setiap tahun di Kota Bandarlampung mengalami penurunan air tanah sedalam 20 centimeter.

"Kalau kondisi air tanah ini terus menurun akan mempengaruhi pada air sumur warga yang masih digunakan oleh sebagian besar rumah tangga di sini, kalau tidak segera diantisipasi bukan hal mustahil kita akan mengalami krisis air," ujar Dosen Teknik Sipil Unila ini.

Terkait penelitiannya di Keluarahan Langkapura yang merupakan proyek percontohan program biopori ia memaparkan banyak perubahan yang signifikan.

"Hasil penelitian saya sebelum berlangsung dan setelah berlangsung di tahun berbeda dan pada bulan yang sama yakni di Bulan Oktober sampai Maret menunjukkan terjadi pengurangan kepekatan pada bakteri coli dan volume air sumur warga bertambah saat musim penghujan tiba dan tidak cepat mengalami kekeringan mana kala kekeringan melanda," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com